Tokoh Agama Minta KST Papua Bebaskan Pilot Susi Air
Jakarta – Peristiwa pembakaran pesawat dan penyanderaan Pilot Susi Air, Kapten Philips Max Mehrtens, oleh Kelompok Separatis dan Teroris (KST) menuai kecaman dari tokoh agama setempat. Salah satunya Pendeta Albert Yoku yang menilai kejadian itu telah menciderai pengorbanan pilot.
“Pengorbanan para pilot tidaklah kecil untuk bisa membawa peradaban dan pembangunan di Papua pegunungan, karena mereka mempertaruhkan nyawa dengan jalur yang pendek dan cuaca yang kadang buruk” terang Pendeta Albert dalam diskusi di sebuah stasiun televisi, kamis (2/3).
Menurut Pendeta Albert, penerbangan perintis memiliki andil besar untuk membuka isolasi dan membawa perubahan di wilayah pegunungan, termasuk memudahkan petugas gereja. Karena itu, dirinya mengajak peran serta tokoh adat dan agama untuk dapat mengakhiri kasus penyanderaan pilot Susi Air.
“Peran yang saya pikir dari tokoh agama, tokoh adat tetap harus mengimbau dan mengingatkan anak Egianus ini, karena ini merupakan tindakan fatalisme terhadap perubahan yang selama ini sudah dibangun” ucapnya
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) itu juga berpesan kepada pimpinan KST Egianus Kogoya agar segera membebaskan pilot Susi Air karena merupakan tokoh yang berjasa.
“Saya mengingatkan kepada Egianus bahwa pilot itu adalah orang yang berjasa karena dia meninggalkan keluarganya dan siap menerima resiko di wilayah itu, sehingga para pimpinan adat harus bicara soal matinya perkembangan.” Pungkasnya.
Di tempat yang sama, pengamat Politik Ikrar Nusa Bhakti menerangkan penerbangan-penerbangan perintis menjadi suatu penerbangan yang sangat penting. Menurutnya penerbangan perintis bukan hanya mengangkat barang, tapi juga mengangkat manusia
“Makanya kalau kemudian masih terjadi lagi adanya penyergapan bahkan pembakaran, membuat kita cukup sedih mendengar hal itu” imbuhnya.
Ikrar mengungkapkan bahwa pendekatan keamanan menjadi pilihan terakhir, namun sebelum itu bisa saja ada pilihan yang kedua, yakni menggunakan pihak ketiga sebagai mediator untuk perundingan tersebut, termasuk tokoh agama.
“Tokoh agama bisa menyatu dan memiliki visi serta keinginan yang sama dalam menyelesaikan masalah ini, mereka bisa menyelesaikan konflik di adat setempat” jelasnya.
Tak lupa, Ikrar pun berharap agar perdamaian di Papua dapat terus terwujud karena hal itu akan memberikan dampak besar bagi rakyat Papua maupun Indonesia secara umum.