Tokoh Masyarakat Ajak Rakyat Dukung RKUHP
Oleh : Zakaria )*
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah dirumuskan sejak lama. Pengesahan RKUHP menjadi KUHP tentu saja dibutuhkan karena masyarakat saat ini membutuhkan hukum yang relevan sesuai dengan zaman. RUU KUHP memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Lembaga Amil Zakat, Infak dan Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU), Solihin di Kantor NU Care LAZISNU, Jl Kamboja 4 Klawuyuk, Distrik Sorong Timur, Kota Sorong, Papua Barat.
Solihin menuturkan bahwa hukuman mati masih perlu diterapkan di Indonesia, sedangkan soal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, dirinya mengatakan masih perlu diatur di RUU KUHP karena hal tersebut merupakan simbol negara.
Tidak hanya terhadap presiden dan wakil presiden, namun penghinaan terhadap kepala daerah juga perlu dibuatkan aturannya.
Sementara itu, Imam selaku tokoh pemuda Kota Sorong, mengharapkan setelah RUU KUHP disahkan menjadi undang-undang, dapat diterapkan secara adil.
Hukum harus berlaku sama untuk semua lapisan masyarakat dari rakyat hingga pejabat dan tanpa membedakan latar belakang serta jabatan.
Pada kesempatan berbeda, Mungawan selaku Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Sorong, mengatakan bahwa RUU KUHP memerlukan kajian yang mendalam, karena hal tersebut menyangkut hajat hidup ratusan juta rakyat Indonesia. Ia menuturkan bahwa pakar hukum wajib dilibatkan untuk mengkaji dan meneliti secara mendalam RUU KUHP, karena berdampak luas kepada masyarakat. Menurut Mungawan, RUU KUHP juga harus mencerminkan nilai-nilai sosial religius di masyarakat.
Pada kesempatan sebelumnya, guru besar hukum Universitas Negeri Semarang. Prof. Benny Riyanto, mengimbau kepada masyarakat agar mendukung pengesahan RUU KUHP. Sebab, KUHP yang saat ini digunakan di Indonesia merupakan produk kolonial Belanda serta sudah tidak sesuap dengan nilai-nilai budaya bangsa. Ia mengatakan, pengesahan RUU KUHP yang baru sangatlah penting sebagai legacy atau warisan untuk bangsa.
Dalam kesempatan terpisah, pemerintah menyatakan akan tetap menerima masukan masyarakat untuk pasal-pasal di RKUHP. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.
Sementara itu, Pemuka agama Romo Antonius Benny mendukung penuh pengesahan RKUHP sesegera mungkin. Alasannya karena KUHP versi lama tidak berlandaskan Pancasila, karena dibuat di masa penjajahan Belanda. Jika KUHP yang digunakan adalah yang lama maka akan terjadi penindasan rakyat, seperti dulu di era sebelum kemerdekaan.
Romo Benny menambahkan, ia mendukung RKUHP karena ada pasal pelarangan penghinaan simbol-simbol negara. Menurutnya, menghina simbol-simbol negara sama saja dengan menghina negara dan bangsa Indonesia.
Dalam RKUHP juga terdapat pasal mengenai living law alias hukum adat, yang berlaku dan jika ada orang yang melanggaranya akan mendapat hukuman setimpal. Hukum adat dimasukkan dalam RKUHP karena Indonesia adalah negara dengan kekayaan adat-istiadat dan masih banyak masyarakat yang menjunjung tinggi adat daerahnya masing-masing.
Dalam KUHP saat ini juga terdapat ketimpangan dominasi, di mana produk hukum ini dipakai oleh kolonial untuk menindas rakyat kecil. Hal tersebut tentu saja harus diubah, karena tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Hukum adat tidak perlu ditakuti karena hal tersebut akan menjaga ketertiban di suatu daerah dan meminimalisir kekacauan. Misalnya ketika ada suatu rumah adat maka pengunjungnya harus menyesuaikan diri, dengan berpakaian sopan dan berkelakuan baik. Hukum adat akan menjaga kebudayaan dan kekayaan adat di Indonesia.
Berbagai pihak juga telah mendukung penuh pengesahan RKUHP menjadi KUHP versi baru. Mereka menyetujui agar RKUHP segera diresmikan, karena akan mengatur hukum pidana di Indonesia dan mengikuti dinamika masyarakat yang hidup di era teknologi informasi. RKUHP bukan belenggu, melainkan cara agar rakyat Indonesia menjalani kehidupan dengan lebih tertib.
Salah satu bentuk cerminan nilai Pancasila dalam RKUHP ialah munculnya konsep asa legalitas materiil dalam pasal 2 RKUHP. Pasal 2 ayat (1) RKUHP yang menyatakan “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam undang undang”
Pasal tersebut didasari dari sebuah pemahaman bahwa hukum tidaklah terbatas pada suatu aturan tertulis atau undang-undang saja melainkan terdapat pula hukum yang tidak tertulis. Sehingga dengan adanya Pasal 2 RKUHP tersebut dapat memberikan ruang bagi aparat penegak hukum khususnya bagi aparat penegak hukum khususnya hakim untuk dapat menggali hukum yang hidup di masyarakat dalam upaya menciptakan keadilan.
RKUHP perlu didukung agar dapat menemui titik cerah, masyarakat perlu proaktif dalam mendukung pengesahan RKUHP menjadi KUHP agar Indonesia dapat memiliki kitab undang-undang hukum pidana yang relevan sesuai zaman.
) *Penulis adalah kontributor Persada Institute