TWK Dilaksanakan Secara Terbuka dan Melibatkan Banyak Pihak
Oleh : Reza Pahlevi )*
Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) merupakan asesmen yang wajib diikuti oleh pegawai KPK. Pelaksanaan tes tersebut telah melibatkan banyak pihak dan dilaksanakan secara terbuka.
Soal kontroversi soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya Badan Kepegawaian Negara (BKN) angkat bicara. BKN mengklaim soal-soal TWK ASN KPK berbeda dengan soal untuk calon ASN kementerian lembaga lainnya.
Pelaksana tugas (plt) Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama, Paryono menjelaskan, perbedaan itu karena pegawai KPK yang hendak beralih menjadi ASN itu sudah menduduki jabatan senior seperti Penyidik Utama, Kepala Bagian, Deputi/Kepala Biro.
Untuk menjaga independensi pelaksanaan asesmen TWK dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi ASN menggunakan metode Assesment Center yang dikenal sebagai multi metode dan multi asesor.
Multi metode, yakni tes yang menggunakan lebih dari satu alat ukur. Dalam assesment tersebut dilakukan dengan menggunakan alat ukur, yakni tes tertulis Indeks Moderasi Bernegara dan Integritas (IMB-68), penilaian rekam jejak atau profiling dan wawancara.
Sedangkan multi-asesor itu melibatkan banyak pihak terkait di luar BKN. Mereka yang dilibatkan tentu sudah memiliki pengalaman dan bekerja sama dengan BKN dalam mengembangkan alat ukur TWK seperti Dinas Psikologi TNI AD, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Pusat Intelijen TNI AD.
Paryono mengatakan, dalam setiap tahapan proses asesmen tersebut juga dilakukan observasi oleh tim observer yang anggotanya tidak hanya berasal dari BKN, akan tetapi juga berasal dari instansi lain seperti BAIS, BNPT, Pusat Intelijen TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD dan BIN.
Hal tersebut bertujuan untuk menjaga objektifitas hasil penilaian dan untuk mencegah adanya intervensi dalam penilaian dan dalam penentuan hasil penilaian akhir dilakukan melalui Assesor Meeting.
Metode ini menjamin bahwa tidak ada satu orang asesor pun atau instansi yang terlibat yang dapat menentukan nilai secara mutlak sehingga independensinya tetap terjaga. Dalam pelaksanaan TWK juga dilakukan perekaman secara audio dan video, untuk memastikan bahwa pelaksanaan asesmen dilakukan secara terbuka, objektif dan akuntabel.
Pada kesempatan berbeda, Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia Prof Hamdi Muluk menyebutkan bahwa penilaian TWK bersama BKN dan Kemenpan-RB valid dan reliable karena sudah menguji belasan ribu sampel dan dipakai di banyak institusi pemerintah dan BUMN.
Hamdi juga menuturkan, metodologi yang dipakai juga sangatlah saintifik dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Seperti Indeks Moderasi Bernegara dan Integritas atau IMB-68 dari Dinas Psikologi TNI AD. Menurut Kepala Lab Psikologi Politik UI ini, alat tersebut sudah dikembangkan dengan Dinas Psikologi TNI AD pada 2019.
BKN menyebutkan terdapat 3 klaster penilaian yang merujuk pada pemecatan. Pertama aspek dari pribadi yang bersangkutan, kedua tentang aspek pengaruh, dan ketiga adalah tentang aspek pancasila, undang-undang dasar (UUD) 1945, NKRI dan pemerintahan yang sah.
Dari tiga klaster tersebut, terdapat 22 indikator penilaian yang terdiri dari aspek pribadi berisi enam indikator, aspek pengaruh berisi tujuh indikator dan aspek pancasila, UUD 45, NKRI dan pemerintah yang sah berisi sembilan indikator.
Para pegawai banyak yang gagal dalam indikator Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintahan yang sah. Dalam indikator tersebut, para pegawai tidak boleh gagal sama sekali.
Indikator pribadi dan pengaruh negatif masih bisa diperbaiki melalui pendidikan. Namun, indikator tentang Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah yang sah, diklaim tidak bisa diperbaiki jika gagal.
Pada kesempatan berbeda, Komunikolog Emrus Sihombing menyebutkan bahwa aturan pegawai KPK menjadi ASN sudah sesuai dengan undang-undang. Jika ada yang tidak setuju artinya menentang undang-undang. Apalagi para pegawai yang seharusnya menjalankan perintah undang-undang. Emrus pun tidak setuju jika pandangan tes wawasan kebangsaan pegawai untuk melemahkan KPK. Sebab pegawai KPK adalah pelaksana undang-undang.
Jika ada yang menganggap bahwa TWK merupakan mekanisme pelemahan KPK,tentu saja hal tersebut merupakan penghinaan secara langsung kepada 1.274 karyawan KPK yang lulus menjadi ASN.
Tentu saja kita berharap agar polemik dan perdebatan terkait TWK dan KPK tidak terus berlarut jika masyarakat memahami urgensinya. Jika polemik ini dilanjutnya tentu saja akan menghasilkan sesuati yang kontraproduktif di tengah penanganan pandemi Covid-19.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute