TWK Mencegah Radikalisme di Kalangan KPK
Oleh : Muhammad Yasin )*
Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) merupakan aturan wajib yang harus dilalui untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Tes tersebut diharapkan dapat mencegah pegawai KPK terpengaruh paham radikal dan intoleran.
Pangeran Khairul Saleh selaku Wakil Ketua Komisi III DPR RI menuturkan bahwa proses beralihnya status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) telah diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dan dijabarkan dalam PP Nomor 41 Tahun 2020.
Menurunya, konsekuensi dari aturan tersebut adalah para pegawai KPK akan melalui berbagai tes sebelum menjadi ASN, salah satunya adalah Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Pada tahun 2019 lalu Isu Radikalisme di KPK berkembang karena panitia seleksi calon pimpinan (pansel capim) KPK 2019-2023 melibatkan pelacakan oleh BNPT agar jangan sampai pimpinan KPK terpapar radikalisme karena dugaan kecenderungan radikalisme di lembaga tersebut.
Pada kesempatan berbeda Ketua Badan Pengurus Setara institute Hendardi mengatakan bahwa tes wawasan kebangsaan yang merupakan salah satu syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah bagian atau upaya pemerintah dalam mencegah intoleransi dan radikalisme di instansi tersebut.
Tentu tidak hanya di KPK saja, namun upaya mencegah adanya intoleransi dan radikalisme juga dilakukan di lingkup pemerintah lainnya misal instansi ASN, Polri, TNI hingga ranah pendidikan yakni universitas dan sekolah-sekolah.
Sehingga siapapun yang dalam dirinya bersemai intoleransi dan radikalisme, maka bisa saja dirinya tidak lolos dalam uji moderasi bernegara dan beragama.
Dirinya juga menilai bahwa informasi terkait tidak lolosnya sejumlah pegawai KPK dalam alih status menjadi ASN, menurutnya adalah hal biasa dan tidak perlu memantik perdebatan. Ada yang lolos dan ada yang gagal merupakan hal yang lumrah.
Tentu saja para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan dialihkan menjadi aparatur sipil negara (ASN) sehingga harus menjalani seleksi. Namun pelaksanaan seleksi ini menuai sorotan banyak pihak, terutama karena aspek TWK yang dianggap hanya sekadar formalitas untuk mencopot pegawai-pegawai berintegritas.
Perlu diketahui juga bahwa TWK pada seleksi ASN KPK tersebut menyinggung banyak hal seperti HTI, FPI dan terorisme yang dianggap tak sesuai tugas pokok fungsi pegawai.
Menanggapi polemik tersebut, Bima Haria Wibisana akhirnya angkat bicara, dirinya menilai wajar jika soal TWK dalam seleksi ASN mempertanyakan soal radikalisme dan organisasi massa, sebab memang itulah yang hendak dinilai lewat asesmen.
Asesmen tersebut sebetulnya juga berguna utuk melihat derajat radikalisme peserta tes. Jadi tentu saja wajar jika terdapat pertanyaan atau pancingan dalam wawancara seperti itu untuk menggali tingkat keyakinan peserta.
Dirinya juga menegaskan, peralihan pegawai KPK menjadi bagian dari ASN berarti harus mentaati seluruh perundang-undangannya dan membela negara. Dimana membela negara berarti juga membela Pancasila, UUD 1945 dan mentaati seluruh peratura perundang-undangannya. Karena hal tersebut merupakan sumpah ASN.
Pada kesempatan berbeda, mantan Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Irham Dimy mengatakan, negara menggunakan mekanisme TWK untuk menguatkan ideologi bangsa, keamanan hingga wawasan pegawai KPK itu sendiri.
Irham mengatakan, pelaksanaan TWK tersebut juga dinilai tidak hanya mempunyai tujuan sekadar untuk mengetahui kompetensi seseorang dalam hal pekerjaan. Lebih jauh dari itu, TWK mempunyai tujuan khusus dalam hal ini menyangkut wawasan kebangsaan itu sendiri.
Pada kesempatan berbeda, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji, menyatakan bahwa sebaiknya KPK memang patuh terhadap regulasi yang sah dari negara terkait alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Seno menilai, alih tugas pegawai KPK menjadi ASN tidak terkait dengan pelemahan kelembagaan. Hal tersebut dikarenakan UU KPK sudah menegaskan posisi independensi kelembagaannya dalam menjalankan tupoksi penegakan hukum yang berlaku.
Artinya dengan UU KPK yang baru, KPK akan tetap berjalan secara independen sesuai dalam tugas pokok fungsi (tupoksi)nya termasuk menjalankan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pejabat tinggi/Menteri yang lau.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Taufik Basari mengatakan alih status pegawai KPK menjadi ASN bukanlah upaya untuk melemahkan independensi KPK. Sebab alih status pegawai tersebut sudah dinyatakan konstitusional dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pelaksanaan TWK tidak bertujuan untuk melemahkan KPK, justru pelaksanaan TWK tersebut dapat menjadi jaring agar KPK benar-benar bersih dari radikalisme.
)* Penulis adalah kontributor Forum Literasi Bogor