TWK Meningkatkan Integritas Pegawai KPK
Oleh : Aditya Yuliardi )*
Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) merupakan tes standar calon PNS guna memperoleh pegawai yang berintegritas dan setia kepada negara. Sehingga tidak benar jika TWK pegawai KPK merupakan cara atau modus untuk menyingkirkan pegawai tertentu.
Tes wawasan kebangsaan (TWK) dipandang sinis oleh beberapa orang, karena ada dugaan bahwa ujian ini hanya alat untuk menyingkirkan pegawai tertentu. Padahal mereka salah besar, karena TWK adalah tes standar bagi tiap CPNS. Jika pegawai KPK ingin diangkat jadi ASN, maka harus mengerjakannya.
Walau sudah diangkat jadi ASN sejak 1 juni 2021 lalu, tetapi ada saja yang masih mempermasalahkan para pegawai KPK tersebut. Penyebabnya karena tidak semua pekerja di lembaga antirasuah Indonesia dijadikan pegawai negeri. Sehingga dikhawatirkan ada ketimpangan dan rasa iri, bahkan tuduhan bahwa TWK adalah modus untuk menyingkirkan penyidik tertentu.
Dugaan orang-orang sinis ini langsung dibantah oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Menurutnya, tidak ada upaya menyingkirkan siapapun (dari KPK). TWK dikerjakan oleh 1.351 pegawai KPK dan semua isi, instrumen, modul, dan waktu pengerjaan ujiannya sama. Dalam artian, tes ini sangat fair dan tidak ada maksud menjungkalkan pihak tertentu.
Apalagi soal-soal tes wawasan kebangsaan dibuat oleh lembaga negara lain, bukan petinggi KPK. Sehingga mustahil ada permainan politik untuk menyingkirkan seorang penyidik, seperti yang diduga oleh beberapa pihak. Lembaga negara yang membuat soal pasti bersikap objektif dan tidak tahu siapa saja yang akan mengerjakannya.
Firli menambahkan, hasil akhir dari TWK berdasarkan kemampuan masing-masing pegawai. Dalam artian, jika seorang pekerja KPK tidak lolos tes, berarti ia memang tidak memenuhi syarat untuk diangkat jadi pegawai negeri. Karena ia gagal menjawab pertanyan-pertanyaan mengenai nasionalisme, pancasila, pluralisme, dll.
Tes wawasan kebangsaan dibagi menjadi 2 sesi, yakni tertulis dan wawancara. Asesor yang mewawancarai para pegawai KPK juga bersikap profesional dan tidak ada unsur subjektivitas sama sekali. Karena mereka sudah disumpah untuk bekerja dengan baik, tanpa ada campur tangan pihak lain seperti petinggi KPK, bahkan presiden sekalipun.
Logikanya, jika ada permainan dalam tes wawasan kebangsaan, maka mayoritas pegawai KPK akan tidak lolos, saking susahnya. Namun kenyataannya, yang gagal dalam proses TWK hanya ada 75 orang alias tidak sampai 10% dari jumlah pegawai. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa tes ini sangat objektif, bukan subjektif seperti yang dituduhkan oleh orang-orang nyinyir.
Jika ada pegawai KPK yang tidak lolos tes, maka menunjukkan bahwa ia kurang memiliki rasa nasionalisme dan pancasilais, serta patuh pada UUD 1945. Padahal seorang pegawai negeri harus memiliki hal-hal itu. Sehingga ia seharusnya instropeksi, mengapa sampai tidak lolos tes, padahal sebagai warga negara yang baik seharusnya memiliki kadar cinta pada negara yang tinggi.
KPK adalah lembaga negara sehingga wajar jika pegawai-pegawainya diangkat jadi abdi negara. Seorang ASN yang baik harus antipati terhadap radikalisme, terorisme, organisasi terlarang, sayap kiri, dll. Sehingga jika ada TWK maka ini adalah saringan yang amat baik untuk mengetahui apakah mereka setia pada negara, atau jangan-jangan simpatisan organisasi teroris.
Para pegawai yang tidak lolos tes masih diperbolehkan bekerja di KPK hingga bulan oktober 2021. Hal ini menunjukkan kebaikan dari para petinggi KPK yang masih memanusiakan mereka. Sehingga mereka masih bisa berkarya dan bersiap-siap untuk melamar pekerjaan di tempat lain. Logikanya, jika ada upaya menyingkirkan pegawai tertentu, maka mereka akan dipecat secepatnya.
Tes wawasan kebangsaan sebaiknya tak usah dipermasalahkan lagi, karena para pegawai lembaga antirasuah toh sudah diangkat jadi ASN. Tes ini sangat objektif dan tidak dijadikan modus untuk menyingkirkan pegawai tertentu, karena prosesnya sangat fair dan profesional. Sudahi saja polemik ini dan lakukan hal lain yang bermanfaat.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute