Ulama Bogor Dukung Pelarangan Cadar
Oleh : Muhammad Zaki )*
Wacana terkait dengan larangan penggunaan niqab atau cadar di lingkungan ASN oleh Menteri Agama Fachrul Razi rupanya mendapatkan respons dari berbagai kalangan, tak terkecuali para ulama atau Kiai yang ada di Bogor, yang menyambut positif akan wacana tersebut. Khususnya di instansi pemerintahan yang memiliki fungsi sebagai pelayanan publik.
Pimpinan MUI Kab Bogor KH Mukri Aji mengaku setuju dengan wacana yang digulirkan oleh Menag, sejauh hal tersebut dilakukan untuk kemaslahatan, sebab menurutnya, tidak mayoritas yang melakukan hal seperti itu (seperti celana cingkrang dan menggunakan cadar di instansi pemerintahan).
Memang dulunya tidak ditemukan para aparatur sipil yang menggunakan celana cingkrang, tentu hal ini jangan dimaknai pelarangan secara umum, pelarangan ini ditujukan memang untuk para pegawai negeri sipil agar tetap mematuhi peraturan yang ada.
Sambutan positif atas wacana tersebut juga datang dari pengurus cabang Nahdlatul Ulama Kota Bogor Ust Turmudi Hudri. Dirinya mengakui bahwa pihaknya setuju jika aturan tersebut diterapkan.
Ia menyampaikan bahwa kultur kita Indonesia tentu harus disesuaikan dengan yang ada di Indonesia saja. Kalau cadar ataupun celana cingkrang itu kan biasanya kebudayaan Arab. Karena disana situasinya berbeda dengan yang ada di Indonesia.
Tentu saja hal ini memerlukan kajian, agar tidak membuat kegaduhan dikalangan masyarakat. Jangan sampai wacana ini lantas menyebutkan bahwa pemerintah anti terhadap masyarakat yang menggunakan celana cingkrang dan cadar.
Namun kita juga perlu mengetahui, bahwa ASN memiliki aturan main tersendiri dalam berpakaian. Sehingga tidak bisa seenaknya sendiri karana sudah ada ketentuannya, misal hari senin atau hari lainnya.
Secara logika, siapapun yang ingin menjadi PNS/ASN tentu sudah harus bersiap-siap terhadap konsekuensi aturan yang harus ditaati sebagai abdi negara. Wacana pelarangan cadar dan celana cingkrang sendiri tentu tidak ada kaitannya dengan urusan aqidah ataupun radikalisme, melainkan murni peraturan yang ditujukan kepada aparatur sipil negara.
Ketua MUI Jawa Tengah, Daroji mengatakan, saat ini aturan larangan cadar tersebut telah menjadi kewajiban kepala kantor pemerintahan untuk memberlakukannya sesuai kepentingan setiap OPD.
Menurutnya, Tidak ada kaitannya antara pemakaian cadar dengan tingkat keimanan seseorang. Sebab, hal tersebut merupakan urusan duniawi semata. Sehingga setiap ASN haruslah mengikuti aturan yang ada di kantornya.
Wacana ini juga mendapatkan tanggapan positif dari Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, dimana para ASN tidak diperkenankan menggunakan cadar selama jam kerja. Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto mengaku mengikuti instruksi dari pusat.
Wakil wali kota Bogor, Dedie Rachim, mengatakan belum pernah sekalipun melihat PNS di Kota Bogor yang kedapatan menggunakan cadar selama jam dinas. Dia pun memilih untuk mengikuti kebijakan dari pusat.
Sementara itu, Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) melarang seluruh pegawainya menggunakan cadar selama jam kerja. Para aparatur sipil negara (ASN) wajib menggunakan seragam sesuai dengan peraturan yang ada.
Menpan-RB Tjahjo Kumolo, juga mengatakan, meski melarang penggunaan cadar pada ASN di kementriannya, namun ia juga tidak melarang pegawainya menggunakan cadar di luar jam kerja. Hal tersebut merupakan hak masing-masing individu dalam menentukan gaya berpakaian.
Wacana ini tentu saja membutuhkan kajian, namun ternyata pelarangan cadar di lingkungan ASN Juga bukanlah tanpa alasan.
Guru Besar Tafsir IAIN Surakarta, Prof Nashrudin, menyatakan sependapat atas pelarangan terebut. Ia mengatakan yang berbahaya itu adalah ketika seseorang mengenakan cadar namun ternyata ia adalah seorang laki-laki yang ingin melakukan kejahatan. Tentu akan sangat berbahaya jika cadar digunakan untuk menutupi wajah sehingga sangat rentan disalahgunakan.
Dirinya juga mencontohkan, di lembaga pendidikan misalnya seperti kampus. Mahasiswa semestinya tidak mengenakan cadar, terlebih saat ujian. Hal tersebut tentu akan menyulitkan pengawas ketika sedang mencocokkan foto yang ada di kartu ujian dengan wajah yang bersembunyi dibalik cadar.
Ia juga menjelaskan bahwa aturan dalam Islam hanya mengatakan bahwa tubuh wanita yang boleh terbuka hanya wajah dan telapak tangan. Sehingga penggunaan cadar bukanlah suatu kewajiban.
Wacana tersebut tentu saja tidak perlu di destruksikan, apalagi seseorang yang hendak menjadi PNS sudah semestinya siap atas segala regulasi yang berlaku.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik