Warta Strategis

Unicorn Dongkrak Perekonomian Nasional

Oleh : Irfan Yusriadi )*

Pernyataan yang menyebut bahwa start up yang berstatus unicorn adalah penyebab uang Indonesia lari ke luar negeri dianggap keliru. Justru unicorn punya potensi besar mendorong perekonomian nasional. Perusahaan rintisan berbasis teknologi informasi atau sering disebut start up khususnya yang berstatus unicorn makin ramai dibicarakan.

            Peneliti Senior Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hontradero mengungkapkan, start up berstatus unicorn  (valuasi di atas 1 miliaar dolar AS) diyakini membawa dampak positif terhadap perekonomian nasional. Sebaliknya, anggapan sebagai penyebab dana lari ke luar negeri adalah bentuk gagal paham. Dia menuturkan, sistem investasi dan struktur di dalam startup berbeda dengan perusahaan biasa. Menurutnya, dengan hadirnya investasi dari investor global justru akan membawa manfaat besar. Masuk dana dalam bentuk dolaar amerika ke unicorn Indonesia kemudian dikelola dalam mata uang rupiah.

            Pada saat yang sama, para pendiri start up tetap memegang peran sentral dalam semua penentuan keputusan di internal perusahaan. Sebab, para pendiri dan manajemen-lah yang paling paham genetik dari perusahaan tersebut. Ketidakpahaman Prabowo soal unicorn menjadi pamungkas penampilan buruknya di debat kedua. Mantan Danjen Kopassus ini dianggap terlalu banyak beretorika, jarang memberi konteks dan data dalam omongannya, blunder soal agraria dan puncaknya, pertanyaan unicorn dari Jokowi memberi gambaran bahwa Prabowo tidak paham soal industri digital.

            Unicorn jelas bukanlah “online – online itu,”. Dalam dunia start up perusahaan rintisan di bidang teknologi sebagaimana yang dimaksud jokowi, Unicorn adalah gelar bagi perusahaan rintisan yang memiliki nilai valuasi lebih dari 1 miliar dolar. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Aileen Lee, investor pendiri Cowboy Ventures.

            Istilah Unicorn diambil dari spesies kuda mitologi yang memiliki tanduk tunggal di kepala. Unicorn dalam pemberian gelarnya pada suatu start up merepresentasikan status si kuda dongeng itu sendiri: langka dan mustahil.

            Saat Lee menciptakan istilah itu, ia mengidentifikasikan ada 39 start up berstatus unicorn. Menurut perkiraannya, akan lahir empat start up berstatus Unicorn setiap tahunnya. Ini artinya akan ada sekitar 60-an unicorn pada 2019. Ternyata perkiraan Lee meleset. Jumlahnya malah melampaui angka 60. Penyumbang terbesar adalah China yang punya lebih dari 130 unicorn lalu disusul Amerika Serikat dengan 85 unicorn, India 20 dan Inggris 7. Jika diakumulasikan, semua unicorn di seluruh dunia ini menggenggam valuasi senilai lebih dari 1 triliun dolar.

            Dari semua Unicorn di dunia, Indonesia menyumbang empat diantaranya. Mereka adalah Gojek dengan valuasi 9,5 miliar dolar, Tokopedia 7 miliar dolar, Traveloka 4,1 miliar dolar, dan Bukalapak 1 miliar dolar. Nilai valuasi sebuah perusahaan rintisan ditentukan oleh beragam indikator. Misalkan investasi, penguasaan pasar, hingga Gross Merchandise Value (GMV) atau Gross Transaction Value (GTV), yakni total nilai kotor transaksi yang dilakukan.

            Valuasi dari unicorn Gojek, misalkan awalnya tercipta dari total pendanaan senilai 3 miliar dolar dari tujuh sesi pendanaan yang telah dilakukan. Kemudian, valuasi Gojek didukung oleh 79,20 % pangsa pasar dunia ride-sharing Indonesia yang didasarkan penilaian versi komisi pengawas persaingan Usaha (KPPU). Terakhir, Valuasi didukung pula oleh total GTV yang diproses Gojek dari Go-ride, Go-food, Go-pay dan beragam layanan lainnya sebesar 19 miliar dolar.

            Seiring tren perusahaan rintisan dan investasi yang mengarah kesana, perlahan status unicorn tidak selangka dulu. Jika awal Lee membuat istilah itu karena hanya ada sekitar 30–an Unicorn, kini sudah ada 300. Angka valuasi 1 miliar dolar pun bukan jadi hal yang “wah”. Para investor kian senang merogoh kocek untuk mendanai perusahaan rintisan.

            Di Amerika Serikat, misalnya, kapital ventura (venture capital/VC), total mengucurkan dana sekitar 99,5 miliar dolar untuk mendanai berbagai start up selama 2018. Jumlah investasi itu naik dari angka 76,4 miliar dolar pada 2017 dan 63,8 miliar dolar pada 2016. Sedangkan investasi paling awal (seed funding) juga meningkat, rata – rata perusahaan rintisan dapat investasi 1,1 juta dolar jumlah itu juga meningkat dari 1 juta dolar pada 2017, dan 0,8 juta dolar pada 2016.

            Karena status unicorn yang tak lagi langka dan angka 1 miliar dolar sudah jadi wajar, maka dunia perusahaan rintisan mengenal istilah baru : Decacorn. Di Asia Tenggara baru Grab yang berstatus Decacorn, dengan valuasi sekitar 11 miliar dolar. Perusahaan Malaysia yang berbasis di Singapura ini menjadi Decacorn setelah ditopang oleh 39 investor yang menggelontorkan uang dalam 22 kali sesi pendanaan.

            Menteri Keuangan Sri Mulyani memiliki strategi khusus untuk mendukung perusahaan perusahaan rintisan privat atau startup yang telah mengantongi nilai valuasi lebih dari 1 miliar dolar amerika atau perusahaan unicorn milik Indonesia. Strateginya adalah membangun dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Menurut dia, SDA adalah kebutuhan mendasar untuk memperkuat dan mengembangkan lebih banyak unicorn di Indonesia.

            Sri Mulyani menjelaskan, Presiden Jokowi telah memberikan arahan kepada Kabinet Kerja untuk mematangkan realisasi dari strategi penguatan SDM. Berdasarkan arahan presiden, Sri Mulyani mengatakan Kemenkeu diberi tugas untuk memberikan dukungan kepada pengembangan unicorn yang dilakukan dari hulu sampai ke hilir. Pemerintah juga sudah berhasil memperkuat infrastruktur perkembangan unicorn dan ribuan start up lain yang akan berkembang dengan besar di Indonesia.    

)* Penulis adalah Mahasiswa Universitas Samudra

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih