Unjuk Rasa Santun dan Damai Raih Simpati
Oleh : Muhammad Rinaldi )*
Demonstrasi merupakan salah satu cara untuk menyampaikan aspirasi yang diatur konstitusi. Namun beberapa hari belakangan, demonstrasi seringkali berakhir dengan aksi anarkis dan menyengsarakan masyarakat. Padahal, demonstrasi yang santun dan damai tanpa melecehkan akan menarik simpati serta apresiasi dari masyarakat luas.
Polisi akhirnya menangkap seorang Mahasiswa yang diduga telah melakukan penurunan foto presiden dalam aksi demo di Sumatera Barat. Direktur Reserse Kriminal Trimurti Nugroho AKBP Muchtar Siregar mengatakan satu mahasiswa yang diamankan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pihaknya mengatakan keterlibatan tersangka sebagai pelaku atas penurunan foto Presiden Joko Widodo saat aksi demo tersebut. Pelaku diamankan pada hari Kamis 26 September 2019 di Komplek Pemda, Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang pada pukul 06.00.
Hasil interogasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian menunjukkan, bahwa tersangka menurunkan foto presiden hanya spontanitasnya saja.
Mahasiswa berinisial TI tersebut diketahui telah menurunkan foto Presiden Joko Widodo saat mahasiswa masuk ke gedung DPRD Sumatera Barat. Foto Jokowi tersebut sebelumnya berada di ruang rapat utama yang biasa digunakan anggota dewan untuk sidang paripurna.
Video aksinya saat menurunkan foto Presiden RI tersebut beredar di berbagai linimasa media sosial. Dalam video tersebut, terlihat TI menurunkan foto Presiden dengan seutas tali.
Peristiwa tersebut berawal saat para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Sumatera Barat mengepung Kantor Gubernur Sumatera Barat. Para Mahasiswa datang dari luar daerah seperti Bukittinggi, Payakumbuh, Dharmasraya dan lainnya.
Dalam orasinya, Mahasiswa ingin pemerintah serius dalam menangangi persoalan – persoalan seperti kebakaran hutan dan lahan.
Setelah berorasi selama 3.5 jam, ribuan Mahasiswa menduduki Gedung DPRD Sumatera Barat sekitar pukul 14.30 WIB.
Pada saat yang sama, mereka juga memaksa DPRD Sumbar untuk mengirim surat tuntutan ke Presiden Jokowi dan DPR RI.
Mereka juga menuntut akan pembatalan RKUHP, RUU pertanahan dan sejumlah revisi undang – undang yang dianggap bermasalah. Mahasiswa juga mendesak DPRD Sumatera Barat agar ikut bersama Mahasiswa untuk menandatangani tuntutan yang dikirim ke Jakarta.
Wakil Ketua sementara DPRD Sumbar Irsyad Syafar bersama sejumlah anggota DPRD menyetujui tuntutan tersebut.
Setelah diketik dan ditandatangani di bawah materai, surat tuntutan tersebut kemudian langsung diantar ke Kantor Pos oleh anggota DPRD Sumatera Barat Afrizal yang diiringi sejumlah Mahasiswa.
Demo pun terus berjalan, nyanyian lagu Indonesia Raya dikumandangan dari mulut peserta aksi tersebut, para mahasiswa berhasil masuk ke gedung dewan dan menerobos barisan polisi.
Hingga Rabu Sore, Mahasiswa masih berdatangan. Para Demonstran juga berhasil menduduki gedung dewan dan menerobos barisan polisi yang berjaga.
Namun tampaknya suasana tidak berjalan dengan mulus, dimana demo mahasiswa tersebut berakhir ricuh. Para demonstran berhasil menduduki ruang sidang utama.
Kaca meja dipecahkan, kursi dan meja di hancurkan. Mereka juga berdiri di atas meja dan melakuka orasi. Suara seperti “Hidup Mahasiswa, Ini milik rakyat,” teriak Mahasiswa yang diikuti oleh mahasiswa yang lain.
Suasana menjadi tak terkendali, kaca – kaca jendela dan pintu gedung pun rusak. Polisi menduga ada penyusup saat aksi demo Mahasiswa yang berujung anarkhistis tersebut.
Pihak kepolisian menduga adanya penyusup saat aksi demo mahasiswa tersebut. Penyusup diduga memprovokasi sehingga mahasiswa berbuat anarkhis dengan melalukan perusakan Gedung DPRD Sumatera Barat.
Untuk mengusut kejadian tersebut, Polisi sudah mengambil semua rekaman kamera CCTV yang ada di DPRD Sumatera Barat.
Buntut dari aksi demonstran yang tidak terkendali tersebut, Polisi mengamankan TI yang merupakan mahasiswa Universitas Negeri Padang. TI dijerat dengan pasal 170 KUHP tentang perngrusakan dengan hukuman penjara maksimal 6 tahun 6 bulan.
Berita ini tentu menjadi pembelajaran bagi kita agar tidak mudah terprovokasi oleh penyusup, tentu tidak ada larangan untuk melalukan aksi demonstrasi, namun bukan berarti aksi tersebut diwarnai oleh tindakan yang tidak beradab tersebut.
Jika Indonesia merupakan negara yang cinta akan kedamaian, sudah semestinya kita menjaga perdamaian itu dalam setiap momen yang ada.
Jika memang demonstran mengklaim bahwa gedung DPR merupakan milik rakyat, bukan berarti demonstran memiliki hak untuk merusaknya, justru karena gedung tersebut milik rakyat, sudah sepantasnya rakyat juga ikut menjaganya bukan lantas merusaknya.
Tersangka penurunan foto Presiden itupun telah mengakui kesalahannya, semoga kita semua dapat lebih bijak dalam menyikapi segala perkara yang ada di bangsa ini.
)* Penulis adalah pengamat sosial masyarakat