UU Cipta Kerja Komitmen Pemerintah Berikan Perlindungan Adaptif Pekerja
Oleh : Mika Putri Larasati)*
Penerbitan Perppu Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU Cipta Kerja merupakan sebuah komitmen kuat dan kerja nyata dari Pemerintah RI untuk terus memberikan banyak perlindungan secara adaptif kepada pada pekerja atau buruh untuk menghadapi banyaknya tantangan ketenagakerjaan yang terus dinamis.
Pemerintah Republik Indonesia (RI) memang telah melakukan pergerakan yang cepat dan tepat, yakni dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) untuk menjadi langkah yang antisipatif dalam menghadapi segala ketidakpastian perekonomian global di tahun 2023, termasuk juga untuk menjamin terciptanya kepastian hukum.
Mengenai hal tersebut, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara mengungkapkan bahwa sejatinya adanya Perppu Cipta Kerja yang bisa digunakan sebagai landasan dari peraturan produk perundang-undangan yang menjadi perasional dari UU Ciptaker.
Memang tidak bisa dipungkiri lagi bahwa Indonesia, memasuki tahun 2023 ini ada banyak sekali ketidakpastian ekonomi dan termasuk juga harus menghadapi adanya ancaman resesi global. Bahkan, menurut Wamenkeu bahwa telah ada sepertiga negara di dunia yang terancam mengalami resesi, hal itu sebagai dampak dari adanya pengetatan kebijakan moneter yang merupakan imbas dari kondisi inflasi yang meningkat di seluruh dunia. Tentunya dengan meningkatnya kondisi inflasi, membuat stabilitas harga menjadi terganggu.
Lebih lanjut, Wamenkeu menjelaskan ketika sepertiga dunia mengalami resesi, dua pertiga negara pasti terkena dampaknya. Indonesia tidak termasuk negara yang akan terkena resesi, tetapi harus mengantisipasi ancaman resesi tersebut dengan melakukan kepastian berusaha.
Maka dari itu, menurutnya memang menjadi salah satu hal yang sangat penting bagi Indonesia adalah harus adanya kepastian berusaha. Maka disitulah peranan dari UU Ciptaker yang baru saja disahkan DPR. Dengan keberhasilan menciptakan kepastian berusaha, maka Indonesia juga akan bisa menghadapi resesi dunia.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah mengatakan, dari konteks ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) sebagai bukti komitmen pemerintah dalam memberikan pelindungan tenaga kerja dan keberlangsungan usaha untuk menjawab tantangan perkembangan dinamika ketenagakerjaan. Menaker menegaskan substansi ketenagakerjaan yang diatur dalam Perpu Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tersebut pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya yakni UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dengan tegas, dirinya menyatakan bahwa adanya penyempurnaan akan beberapa substansi mengenai ketenagakerjaan yang telah terkandung dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 itu memang merupakan sebuah upaya dari Pemerintah RI dalam memberikan perlindungan yang adaptif bagi para pekerja atau butuh dalam menghadapi banyak tantangan ketenagakerjaan yang semakin hari menjadi semakin dinamis.
Kemudian, terkait dengan adanya substansi ketenagakerjaan yang telah disempurnakan dalam Perppu Cipta Kerja adalah antara lain, pertama mengenai ketentuan alih daya (outsourcing). Dalam UU Ciptaker sebelumnya sama sekali tidak diatur adanya pembatasan mengenai jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, namun dalam Perppu Cipta Kerja, jenis pekerjaan alih daya dibatasi.
Menaker kemudian menyatakan bahwa dengan adanya pengaturan pembatasan alih daya tersebut, maka secara otomatis tidak semua jenis pekerjaan dapat diserahkan begitu saja kepada perusahaan outsourcing.
Kedua, penyempurnaan dan penyesuaian penghitungan upah minimum. Upah minimum dihitung dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Formula penghitungan upah minimum termasuk indeks tertentu tersebut akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Pada Perppu Cipta Kerja tertulis bahwa gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP). Gubernur juga dapat menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) apabila hasil penghitungan UMK lebih tinggi daripada UMP.
Keuntungan ketiga adalah adanya penegasan kewajiban menerapkan struktur dan skala upah oleh pengusaha untuk para pekerja atau buruh yang memang memiliki masa kerja selama 1 (satu) tahun atau lebih. Kemudian yang keempat adalah terkait dengan penggunaan terminologi disabilitas yang telah disesuaikan dengan UU No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Kelima, perbaikan rujukan dalam pasal yang mengatur penggunaan hak waktu istirahat yang upahnya tetap dibayar penuh, serta terkait manfaat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Kata Menaker, perubahan terkait substansi ketenagakerjaan tersebut mengacu dari hasil penyerapn aspirasi UU Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah di beberapa daerah, antara lain Manado, Medan, Batam, Makassar, Yogyakarta, Semarang, Balikpapan dan Jakarta. Bersamaan dengan itu telah dilakukan kajian oleh berbagai lembaga independen.
Adanya perlindungan yang adaptif bagi seluruh pekerja atau buruh di Indonesia merupakan hal yang sangat penting untuk bisa dijamin, hal tersebut lantaran memang tantangan terus berubah secara dinamis. Sehingga adanya UU Cipta Kerja merupakan upaya konkret dari Pemerintah RI memberikan perlindungan tersebut.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara