UU Cipta Kerja Mampu Dorong Kemajuan Sektor Pertanian
Oleh : Sinta Astari )*
Dalam UU Cipta Kerja, ada klaster agraria yang dibuat agar petani mampu bersaing di pasar global dan memajukan kehidupan mereka. Indonesia adalah bangsa yang pernah menggantungkan dari hasil pertanian dan pemerintah berusaha agar bidang ini jadi lebih modern. Agar sistem agraria kita tak jadi terbelakang dan hanya bersistem tradisional.
Masyarakat dibuat heboh dengan UU Cipta Kerja yang mendobrak UU nomor 13 tahun 2010 tentang holtikultura. Dalam klaster agraria omnibus law, tidak ada pembatasan investasi maksimal 30% pada lahan pertanian, seperti dulu. Namun jangan berpikir bahwa ini adalah penjajahan model baru, karena masih ada sisi positif dari UU Cipta Kerja.
Menurut Donny Pasaribu, peneliti dari CIPS, UU Cipta Kerja akan berpeluang meningkatkan produktivitas pertanian. Khususnya komoditas holtikultura. Ketika ada penanam modal asing, maka petani akan mendapat suplai berupa benih tanaman yang berkualitas baik dari luar negeri. Jadi akan ada simbiosis mutualisme, dan petani dijamin tidak akan merugi.
Dalam artian, jika ada bibit tanaman yang unggul, maka hasil tani di Indonesia akan jadi lebih baik. Misalnya kita punya mangga Indramayu yang manis, namun masih kalah saing di pasar dengan buah-buahan dari Thailand. Jika ada benih yang berkualitas baik, maka buah lokal bisa makin besar dan manis rasanya. Masyarakat akan lebih memilih yang lokal daripada impor.
Selain itu, tidak adanya pembatasan penanaman modal asing akan membuat investor masuk juga ke bidang pertanian di Indonesia. Selama ini mereka rata-rata hanya berbisnis di bidan pariwisata. Namun sekarang juga tertarik untuk bekerja sama dengan petani dan merintis usaha agar bisa mendapat hasil berupa sayur, buah, dan tanaman pangan yang berkualitas baik.
Ketika UU Cipta Kerja diterapkan, jika ada investor yang tentu memiliki modal besar, maka sistem pertanian di Indonesia tidak akan stagnan dan hanya mengandalkan kerbau dan sapi untuk membajak sawah. Namun mereka dikenalkan dengan traktor dan alat modern lain untuk mengolah tanahnya. Jadi pengerjaannya akan lebih cepat dan hemat tenaga.
Selain itu, investor juga bisa mengenalkan sistem pertanian modern yang lain. Bisa berupa ilmu untuk menghitung pergeseran musim di Indonesia. Karena ada efek dari pemanasan global, sehingga musim hujan bisa maju. Ketika tidak ada perhitungan dengan ilmu matematis dan melihat pola iklim dan cuaca, maka bisa gagal panen dan petani hanya gigit jari.
Petani juga diajak agar tidak hanya jadi produsen, namun juga mengolah hasil panen menjadi barang yang lebih bernilai jual tinggi. Misalnya dulu hanya menjual ubi, namun sekarang juga diolah menjadi keripik, bakpao dan tepung ubi. Dengan pengolahan ini, selain mendapat uang lebih banyak, juga lebih awet. Ini salah satu manfaat UU Cipta Kerja Klaster Agraria.
Dalam UU ini juga disebutkan bahwa fungsinya untuk menjamin kepentingan petani sebagai sumber pangan rakyat. Jadi dengan ilmu yang diberikan oleh investor, petani jadi tambah cerdas dan mampu mengolah lahan, serta punya strategi berbisnis. Bukan seperti anggapan oknum yang menyatakan bahwa UU ini adalah bentuk lain dari kolonialisme.
Pelurusan hal ini sangat penting karena bisa jadi ada yang salah paham dengan klaster agraria dalam UU Cipta Kerja. Undang-undang ini dibuat untuk rakyat dan bukan berarti kesejahteraan petani akan dicaplok oleh investor. Karena jika ada pelanggaran, tentu ditindak oleh pemerintah.
Indonesia adalah negara agraria dan sudah saatnya tanah diolah jadi lebih modern. Jangan tolak para penanam modal, dan jangan pula alergi dengan kata ‘asing’. Cobalah untuk berpikir positif dan mencoba untuk menanam buah dan sayur dengan strategi, agar bisa menghasilkan produk unggulan yang dapat diekspor.
)* Penulis adalah aktif dalam Gerakan Mahasiswa (Gema) Jawa Barat