UU Cipta Kerja Mampu Mengantisipasi PHK Massal
Oleh : Raditya Rahman )*
UU Ciptaker merupakan terobosan pemerintah untuk meningkatkan investasi. Melalui kebijakan ini, investasi diharapkan dapat lebih terbuka sehingga dapat meningkatkan kesempatan kerja dan menangkal PHK massal yang banyak terjadi akibat pandemi Covid-19.
Demonstrasi yang digencarkan oleh kaum buruh dan mahasiswa terhadap penolakan omnibus law, salah satunya adalah karena anggapan bahwa omnibus law akan membuat perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara semena-mena terhadap karyawan.
Namun, hal tersebut dibantah oleh Pakar Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Tadjuddin Noer Effendi, ia mengatakan bahwa gagasan awal penyusunan undang-undang (UU) Cipta Kerja justru ditujukan untuk menangkal gelombang pemutusan hubungan kerja. Dimana gelombang PHK berpotensi muncul menghadapi revolusi industri 4.0.
Tadjuddin mengaku bahwa dirinya telah terlibat dalam pembahasan RUU Cipta Kerja sejak tahun 2018. Ia juga menegaskan bahwa respons terhadap gelombang PHK memang diperlukan karena Indonesia akan memasuki era revolusi industri 4.0 dimana akan banyak perusahaan yang mengoperasikan roda industri berbasis teknologi. Namun, di tengah proses penyusunan RUU tersebut, terkendala oleh pandemi Covid-19 yang melanda tanah air.
Akibatnya, pertumbuhan ekonomi merosot drastis hingga minus dan gelombang PHK justru muncul lebih awal mendahului prediksi sebelumnya. Demi membantu para buruh atau pekerja yang terkena PHK maupun dirumahkan menghadapi situasi tersebut, menurut dia, pemerintah kemudian membuat program bantuan langsung tunai (BLT) subsidi gaji hingga kartu prakerja.
Dalam situasi krisis saat ini, tidak ada cara lain kecuali mendatangkan investasi untuk kembali memulihkan pertumbuhan ekonomi di tanah air yang nantinya juga berimplikasi pada aspek ketenagakerjaan. Untuk mendatangkan investasi, menurut dia, UU Cipta Kerja yang sebelumnya masih dalam proses harus segera dirampungkan karena UU Ketenagakerjaan Tahun 2013 dinilai tidak ramah investor.
Jika undang undang ketenagakerjaan yang lama tetap dipakai, maka Tadjudin meyakini tidak akan ada investor yang masuk datang ke Indonesia. Jika demikian, pertumbuhan ekonomi di tengah situasi pandemi akan terus minus.
UU Cipta Kerja bisa dibilang sebagai payung hukum. Dalam penerapannya, masih membutuhkan aturan turunan mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Menteri. Tentu sangat disayangkan jika ada pihak yang tidak memahami substansi UU Cipta Kerja secara menyeluruh. Apalagi, penjelasan yang terlanjur beredar di masyarakat justru diwarnai hoax dan disinformasi yang mampu menyulut emosi masyarakat.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, di dalam Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja, terdapat aturan yang menegaskan bahwa pemerintah akan memberikan jaminan sosial berupa uang tunai dan peluang kesempatan kerja.
Oleh sebab itu, Program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) juga telah ditambahkan pada UU Cipta Kerja pada klaster ketenagakerjaan.
Undang-undang ini memberikan kepastian bahwa hak pesangon tersebut diterima oleh pekerja/buruh dengan adanya skema di samping pesangon yang diberikan pengusaha.
Yang terpenting, ketika buruh di-PHK para buruh akan diarahkan untuk mendapatkan pelatihan peningkatan kemampuan kerja sehingga nantinya pekerja tersebut dengan mudah mendapatkan pekerjaan baru.
Kemudian, dalam hal perlindungan pekerja atau buruh yang menghadapi proses pemutusan hubungan kerja, UU Cipta Kerja tetap mengatur mengenai ketentuan persyaratan dan tata cara PHK.
Dalam UU Cipta Kerja juga tetap memberikan ruang bagi serikat pekerja atau serikat buruh dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya yang sedang mengalami proses PHK.
Selain itu, Ida juga menegaskan bahwa UU Cipta Kerja juga memperjelas pengaturan pengupahan bagi pekerja atau buruh selama PHK dan masih dalam proses ke tingkat hubungan industrial sampai adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Hal tersebut menurut Ida sudah sesuai dengan ketentuan Mahkamah Konstitusi tahun 2011. Dimana ketika terdapat proses PHK, maka buruh masih mendapatkan upah. Hal ini ditegaskan pula dalam undang-undang cipta kerja.
Ida juga mengklaim bahwa seluruh aspirasi buruh sudah ditampung dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh parlemen. Sehingga dirinya berpendapat bahwa aksi mogok buruh yang menolak pengesahan RUU tersebut tidaklah relevan.
Ida juga meminta kepada kalangan buruh dan pekerja yang turun aksi pada hari ini untuk membaca kembali beleid yang sudah disahkan tersebut. Ia menegaskan pandangan dan aspirasi buruh yang disampaikan dalam tripartite nasional telah diakomodir seluruhnya. Dalam situasi seperti ini, tentu jangan sampai kita terjebak oleh disinformasi ataupun hoax yang beredar.
)* Penulis aktif dalam Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini