Warta Strategis

UU Cipta Kerja Membangkitkan UMKM

Oleh : Gerry Ramadhan )*

Agar pengusaha UMKM dapat bangkit, tentu saja perlu adanya kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan kepada UMKM. Hal tersebut tentu saja merupakan tujuan dari terbitnya UU Cipta Kerja.

Sebelumnya, Menko perekonomian Airlangga Hartarto memastikan bahwa UU Cipta Kerja tidak hanya mendorong investasi sektor makro, tetapi juga usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia.

UU Cipta Kerja rupanya telah mengubah ketentuan mengenai kriteria UMKM dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

            Menurut Pasal 87 angka 1 UU Cipta Kerja, kriteria UMKM dapat memuat modal usaha, omzet, indikator kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau nilai investasi, insentif dan disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan, kandungan lokal, atau jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha.           

            UU Cipta Kerja sendiri juga telah mengubah ketentuan mengenai kriteria UMKM dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

            Ketentuan mengenai kriteria UMKM dalam UU Cipta Kerja tersebut akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Sehingga mengenai kriteria UMKM harus menunggu aturan pemerintahnya terlebih dahulu.

            Dalam ketentuan UU Cipta kerja, terdapat beberapa ketentuan yang memberikan kemudahan bagi UMKM.

            Salah satunya adalah pemberian insentif dan kemudahan bagi Usaha Menengah dan Besar yang bermitra dengan UMK.

            Hal tersebut merujuk pada pasal 90 ayat (1) UU Cipta Kerja yang mewajibkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memfasilitasi, mendukung dan menstimulasi kegiatan kemitraan usaha menengah dan besar dengan koperasi, usaha mikro dan usaha kecil yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan level usaha.

            Dengan adanya ketentuan tersebut, pelaku usaha mikro dan usaha kecil (UMK) diberikan fasilitas oleh pemerintah untuk bermitra dengan usaha menengah dan usaha Besar. Kemitraan yang dimaksud mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan pemasaran, permodalan, sumber daya manusia dan teknologi.

            Kemudian berdasarkan pasal 90 ayat (5) UU Cipta Kerja menyatakan, bagi usaha menengah dan usaha besar yang bermitra dengan UMK akan diberikan insentif oleh pemerintah pusat. Sehingga tidak hanya pihak UMK saja yang diuntungkan, pihak usaha menengah dan usaha besar yang bermitra dengan UMK juga mendapatkan keuntungan. Namun, saat ini ketentuan mengenai pemberian insentif tersebut masih perlu diatur dalam peraturan pemerintah.

            Sementara itu, dalam pasal 92 UU Cipta Kerja, pelaku usaha UMK akan mendapatkan kemudahan atau penyederhanaan dalam hal administrasi perpajakan dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari pemerintah pusat.

            Pelaku usaha UMK yang mengajukan perizinan berusaha akan diberi insentif tidak dikenakan biaya atau keringanan biaya.

            Dalam pasal tersebut, para pelaku UMKM tertentu dapat diberi insentif pajak penghasilan (PPh).

            Selain itu, para pengusaha UMKM di sektor makanan juga akan mendapatkan kemudahan dalam mengurus sertifikasi halal. Hal ini tentu saja dilandasi pada UU Nomor 33 Tahun 2014 pasal 4 tentang Jaminan Produk Halal yang menyatakan, bahwa produk ang beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal.

            Ketentuan tersebut tentu saja berlaku untuk setiap produk baik makanan dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang digunakan atau dimanfaatkan oleh masyakarat.

            Dari ketentuan tersebut, maka setiap produk yang diedarkan baik secara grosir ataupun eceran wajib memiliki sertifikasi halal.

            Merujuk pada Pasal 48 angka 1 UU Cipta Kerja, bagi pelaku usaha UMK kewajiban bersertifikat halal didasarkan atas pernyataan pelaku usaha UMK. Akan tetapi, pernyataan itu harus berdasarkan standar halal yang telah ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

            Kemudian dalam pasal 48 angka 20 UU Cipta Kerja, bagi pelaku bisnis UMKM yang ingin mengajukan permohonan sertifikasi halal tidak dikenai biaya. Hal ini tentu saja sangat membantu bagi pengusaha yang memiliki bisnis umkm.

            Sudah sepatutnya kita menyambut positif akan disahkannya UU Cipta Kerja, karena regulasi ini adalah bentuk kepedulian pemerintah terhadap kebangkitan bisnis UMKM.

)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih