UU Cipta Kerja Mempercepat Sertifikasi Halal
Oleh : Wildan Ahmad )*
Omnibus Law UU Cipta Kerja mengatur agar masyarakat mampu berwiraswasta, karena ada klaster UMKM dan klaster kemudahan berusaha. Selain itu, UU ini juga mempercepat proses sertifikasi halal. Sehingga pengusaha kuliner dan kosmetik akan mendapatkannya dengan mudah, dan membuka jalan menuju pasar ekspor.
Ketika seorang pengusaha berbisnis kuliner dan kosmetik, ia tak bisa berjualan begitu saja. Namun harus mengurus beberapa persyaratan, agar dipercayai masyarakat. Misalnya P-IRT, izin BPOM, dan sertifikat halal. Jika sudah memiliki semuanya maka masyarakat akan menyerbu produknya, karena sudah terjamin oleh pemerintah.
Sertifikasi halal sangat penting bagi pengusaha kuliner dan kosmetik, karena Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk muslim. Mereka tentu ingin makan, minum, dan memakai kosmetik yang halal, serta tidak mengandung babi dan turunannya. Misalnya gelatin babi. Atau makan snack tapi ternyata pada proses pembuatannya dioles dengan kuas berbulu babi.
Jika sudah punya sertifikat, maka menjadi penanda bahwa produknya benar-benar halal dan thayyib. Namun sayang proses mendapatkannya agak rumit. Karena harus ada uji laboratorium sehingga memastikan tidak ada kandungan haram seperti alkohol dan babi. Dulu birokrasinya agak lama karena harus mengantri di LPH selama 2-3 bulan.
Padahal sertifikat ini penting, karena jika akan mengekspor ke negara jazirah arab dan timur tengah, harus memilikinya. Jika prosesnya dipercepat, maka pengusaha akan diuntungkan dan proses ekspor jadi lancar. Mereka bisa mendapat uang untuk memperbesar usahanya. Pemerintah Indonesia juga diuntungkan karena mendapatkan pajak ekspor.
Mastuki HS, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH menyatakan bahwa dulu jika ingin mendapatkan sertifikasi halal, harus menunggu 92 hari, untuk produk luar negeri. Sedangkan untuk produk luar negeri malah sampai 107 hari. Namun sekarang, sejak UU Cipta Kerja diberlakukan, hanya butuh waktu 21 hari untuk mendapatkan sertifikat halal.
Dengan pemercepatan ini tentu akan berdampak positif. Karena layanan registrasi dibenahi dan masyarakat yang jadi diuntungkan. Mereka juga tak perlu takut akan status kehalalannya, karena dalam 21 hari produknya diuji tidak hanya oleh BPJPH, namun juga sudah dicek oleh lembaga pemeriksa halal (LPH) dan MUI. Sehingga sertifikatnya benar-benar valid.
Masalah biaya juga jadi batu sandungan. Dulu saat akan mendapatkan sertifikat, harus membayar sebesar 2 juta rupiah. Namun sekarang dihapuskan. Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa penghapusan biaya sertifikat halal dikhususkan untuk pengusaha UMKM. Hal ini berlaku sejak UU Cipta Kerja diresmikan, oktober 2020.
Jika biaya dihapus maka akan sangat menolong pengusaha UMKM yang berkantong cekak. Sehingga mereka bisa mendapatkan sertifikat halal, tanpa bingung harus mencari pinjaman ke mana. Jika sertifikat ini didapatkan, maka kepercayaan pembeli makin meningkat. Produk kuliner dan kosmetik akan laris-manis, dan mereka mendapatkan keuntungan berlipat ganda.
Jika usahanya makin besar maka pebisnis UMKM bisa naik level jadi kelas kakap. Ketika dulu hanya berjualan di gerobak, maka lama-lama punya warung, lalu mampu membeli bangunan untuk dijadikan restoran. Otomatis mereka butuh karyawan untuk melayani pelanggan. Sehingga mengurangi pengangguran di Indonesia.
Efek domino positif ini yang diharapkan oleh pemerintah. Sehingga kita bisa selamat dari ancaman krisis ekonomi jilid 2. Karena sertifikat halal mudah didapat, menguntungkan pengusaha kuliner dan kosmetik dan memperbesar bisnisnya, dan bisa menyerap pengangguran. Otomatis daya beli masyarakat juga naik.
Pemercepatan proses sertifikasi halal disambut baik oleh pengusaha, karena mereka tak harus menunggu hingga 3 bulan. Selain itu, biayanya juga digratiskan oleh pemerintah, khusus untuk pengusaha UMKM. Sehingga menolong mereka yang masih kesulitan untuk mendapatkan uang saat akan mengurus sertifikat halal.