UU Cipta Kerja Memudahkan Sektor Ketenagalistrikan
Oleh : Doni Kurniawan )*
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Regulasi tersebut merupakan turunan dari undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dengan adanya Peraturan tersebut maka pemerintah memiliki niat ingin memberikan kemudahan berusaha sektor ketenagalistrikan.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menyatakan, melalui undang-undang Cipta Kerja ini, pengurusan perizinan berusaha ketenagalistrikan dapat dilaksanakan secara lebih cepat dan dapat menciptakan lapangan kerja.
Rida juga mengatakan bahwa, turunan Omnibus Law ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Regulasi turunan UU Ciptaker tersebut juga mengatur perihal perizinan berusaha yang didasarkan pada berbagai risiko, yaitu risiko rendah, menengah dan tinggi. Usaha jasa pembangunan .dan pemasangan instalasi tenaga listrik termasuk dalam golongan usaha risiko tinggi.
Rida berujar, Penetapan tingkat risiko ini dapat mempercepat pembukaan usaha serta menciptakan kepastian usaha.
Secara umum peraturan ini juga mengatur pembagian kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta pelaksanaan pengawasan yang diamanatkan dalam undang-undang tentang Cipta Kerja.
Rida juga menyampaikan bahwa substansi pengaturan pembagian kewenangan pusat dan daerah yang diatur dalam PP ini antara lain: kewenangan Pemerintah Pusat pada usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, kepentingan sendiri, jasa penunjang tenaga listrik dan kewenangan pemerintah Pusat pada bentuk penetapan atau persetujuan.
Regulasi ini juga mengatur terkait dengan kewenangan pemerintah Provinsi pada usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, kepentingan sendiri, serta jasa penunjang tenaga listrik.
Selain PP Nomor 5 Tahun 2021, pemerintah juga telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.
Bagi pelaku usaha ketenagalistrikan risiko rendah, hanya diwajibkan memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) serta pernyataan pemenuhan Sertifikat Standar.
Sedangkan untuk kegiatan usaha ketenagalistrikan risiko menengah tinggi wajib memiliki NIB dan Sertifikat Standar yang telah diverifikasi. Adapun pelaku usaha risiko tinggi wajib memiliki NIB dan izin yang telah diverifikasi.
Kini, pemerintah juga telah melakukan pemangkasan proses dalam perizinan usaha listrik. Dari sisi layanan, penyambung baru dengan Sertifikat Laik Operasi (SLO) yang sebelumnya dilakukan secara terpisah kini bisa dilakukan satu pintu.
Kementerian ESDM telah menetapkan program prioritas tahun ini untuk subsektor ketenagalistrikan energi baru terbarukan dan konservasi energi, pemerintah akan memfokuskan pembangunan infrastruktur pembangkit listrik 27 ribu mega watt, transmisi 19 ribu kilometer sirkit, gardu induk 38 ribu Mega Watt dan pengembangan smart grid.
Kebijakan ini-pun tidaklah sia-sia, berdasarkan hasil pemeringkatan kemudahan akses listri yang diterbitkan Bank Dunia, Indonesia menempati peringkat 33 pada 2020. Sebelumnya, Indonesia menempati posisi 75 pada tahun 2015.
Pada kesempatan berbeda, Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) meminta agar aturan turunan undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 dapat memidahkan investasi bagi pengembang listrik swasta atau Independent Power of Producer (IPP).
Ketua APLSI Arthur Simatupang secara tegas mengatakan, sejalan dengan spirit UU Cipta Kerja untuk memudahkan investasi, ketentuan dalam aturan turunannya seharusnya tidak mempersulit iklim usaha.
Hal tersebut ternyata penting untuk memenuhi tuntunan pelayanan umum dalam ketenagalistrikan, yang diwujudkan melalui kerjasama IPP dan PT PLN (Persero). Dalam hal ini, sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah juga mutlak dibutuhkan.
Pemerintah Joko Widodo juga bersiap menjalankan undang-undang (UU) Cipta Kerja karena akan memudahkan investasi termasuk memperlancar program pembangkit listrik 35.000 megawatt.
Keberadaan UU Ciptaker ini, diharapkan bisa menjadi pendobrak agar acara investor masuk di masa pandemi.
Menurut Bambang Praptono UU Cipta Kerja membuat semua hal menjadi mudah, di mana regulasi yang menghambat dipotong. Namun memang dirinya tidak bisa memungkiri bahwa sistem di tenaga kelistrikan. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya bermunculan peraturan baru, namun peraturan yang lama belum dicabut.
Sektor ketenagaanlistrikan memang cukup terdampak saat pandemi, sehingga perlu formula khusus agar sektor ini dapat menjadi perhatian bagi pemerintah daerah terkait.
)* Penulis adalah kontributor Liingkar Pers dan Mahasiswa Cikini