UU Cipta Kerja Mendorong Ekonomi Digital
Oleh : Made Raditya )*
Peresmian UU Cipta Kerja membawa angin segara, tak hanya di bidang investasi, tapi juga ekonomi digital. Saat ini tren beralih ke online dan UU ini memudahkan para pengusaha untuk menjalankan bisnisnya, agar makin mudah menembus pasar internasional. Pengusaha UMKM juga mendapat pendampingan dari pemerintah.
Dunia bisnis di tahun 2020 sedikit lesu akibat hantaman badai corona. Krisis yang terjadi tak hanya ada di Indonesia, tapi juga di dunia. Agar pengusaha mampu bertahan dan menembus pasar internasional, maka mereka wajib mengembangkan digital marketing. Akan lebih banyak orang yang mengetahui dan membeli produk mereka.
Untuk mendukung kiprah pengusaha dalam ekonomi digital, maka pemerintah melaunching UU Cipta Kerja yang mengubah beberapa peraturan tentang bisnis. Karena saat ini dunia usaha sudah berubah ke pasar online, sehingga wajib ada pasal baru sebagai payung hukum. Bisnis adalah hal yang dinamis, maka perlu ada UU baru agar mengikuti tren pasar.
Teten Masduki, Menteri Koperasi dan UKM menyatakan bahwa UU Cipta Kerja mendukung penguatan UMKM melalui ekonomi digital. Dalam pasal 97 disebutkan bahwa 40% pengadaan barang dan jasa pemerintah dilakukan oleh UMKM. Aturannya juga berubah, tidak usah pakai tender, tapi untuk makanan dan minuman bisa via platform digital.
Pemesanan itu dengan catatan jika transaksinya di bawah 50 juta rupiah. Perubahan peraturan ini sangat menguntungkan pengusaha UMKM di bidang kuliner, karena pemerintah telah melariskan bisnis mereka. Karena saat pandemi, bisnis makanan dan minuman agak lesu. Penyebabnya adalah orang-orang lebih memilih menyetok sembako daripada jajan.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah sadar akan perubahan tren bisnis, dari konvensional jadi digital. Ketika pembelanjaan melalui platform makanan, maka pengusaha kuliner akan terpacu untuk membuat warung online di aplikasi tersebut. Mereka akan sadar keuntungannya, yakni lebih banyak pembeli. Dunia usaha akan lebih maju karena pebisnis paham teknologi.
Teten melanjutkan, pemerintah menyediakan dana sebanyak 321 triliun untuk belanja ke pengusaha UMKM. Untuk mempercepat, maka pembelanjaan bisa melalui katalog online. Hal ini menunjukkan pemerintah yang melek teknologi dan tidak gaptek. Proses belanja yang lebih cepat juga praktis dan hemat waktu. Karena tinggal membuka gawai.
Pembelanjaan via online juga memberangus praktek korupsi di kalangan oknum nakal. Mereka tidak bisa meminta nota kosong kepada warung atau toko grosir saat belanja, dan diisi sendiri lalu me-mark up harga. Namun ketika transaksi via online dan juga dibayar dengan saldo uang digital, maka nota di gawai akan susah dimanipulasi.
Pemerintah juga memberi pelatihan kepada para pengusaha UMKM agar mereka lebih paham teknologi. Jadi, media sosial bisa digunakan tak hanya untuk curhat colongan, namun berfungsi jadi tempat promosi barang jualan. Ketika pengusaha UMKM memiliki akun Instagram, potensi pasarnya makin luas dan produknya akan laris manis.
Pendampingan dari pemerintah tak hanya sekadar cara membuat toko online, tapi pengusaha UMKM juga diajari teknik dan strategi membangun bisnis digital. Misalnya, selain mengandalkan media sosial, juga ada website, channel Youtube, promosi lewat email, dan teknik digital marketing lain. Tujuannya agar makin banyak orang yang mengenal produk mereka.
UU Cipta Kerja membuka banyak peluang baru bagi para pengusaha untuk fokus ke digital marketing, karena ada sebagian dari mereka yang belum melek teknologi. Dengan pendampingan dari pemerintah, maka pebisnis UMKM akan lebih mahir dalam memasarkan produknya dan membuat online shop yang ramai diserbu pembeli di dunia maya.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini