UU Cipta Kerja Menutup Celah Korupsi
Oleh : Alfisyah Dianasari )*
UU Cipta Kerja tak hanya menguntungkan pengusaha dan pekerja, namun juga berfungsi untuk menutup celah korupsi di negeri ini. Penyebabnya karena dalam UU ini, perizinan dilakukan secara online dan pengurusannya dipermudah. Sehingga mencegah munculnya korupsi pada oknum pegawai di Dinas terkait.
Selama 75 tahun Indonesia merdeka, ada permasalahan yang masih kronis dan harus dibabat habis, yakni merebaknya korupsi. Presiden Jokowi berusaha keras agar penyakit mental ini diberantas, jadi tidak ada rakyat kecil yang dirugikan. Negara juga tak lagi dirugikan karena oknum pejabatnya punya mental pencuri dan rakus dalam memakan uang rakyat.
Untuk mengatasi permasalahan korupsi di Indonesia, maka pemerintah meresmikan UU Cipta Kerja. Undang-Undang ini memang sapujagat alias membasmi hampir semua permasalahan di negeri ini. Mulai dari ekonomi, investasi, kehutanan, sampai masalah yang korupsi. Sehingga tak ada lagi tikus berdasi yang berani memakan yang bukan haknya.
Ketua MPR Bambang Soesatyo menyatakan bahwa UU nomor 11 tahun 2020 alias omnibus law UU Cipta Kerja menutup celah untuk korupsi melalui deregulasi dan debirokratisasi berbagai peraturan. Caranya dengan sinkronisasi peraturan, memangkas jalur birokrasi yang tumpang tindih, dan harmoniasasi regulasi pusat dan daerah.
Selama ini masalah korupsi masih mengakar, dan warisan dari zaman VOC membuat mental para oknum pegawai makin bobrok. Karena mereka berani mengutip biaya di luar jalur resmi. Walau misalnya yang dibebankan pada masyarakat hanya 10.000 rupiah, namun ketika ditotal dalam sehari korupsinya bisa lebih dari 50.000 alias 1,5 juta rupiah per bulan.
Korupsi kecil-kecilan yang bisa membesar karena dilakukan oleh banyak orang ini yang akan dibabat habis oleh UU Cipta Kerja. Karena pengurusan izin usaha dan izin lain bisa melalui jalur online. Sehingga masyarakat bisa mengakses situs sendiri, mengisi data, mengunggah scan kartu identitas, dan tinggal menunggu sampai legalitas usaha keluar.
Masyarakat tak perlu menunggu berbulan-bulan untuk mendapat izin usaha seperti dulu. Namun setelah UU Cipta Kerja diterapkan di lapangan, izin tersebut bisa keluar hanya dalam 7 hari kerja, dengan catatan persyaratannya lengkap. Jadinya mereka tak usah bolak-balik ke Dinas terkait untuk mendapat izin usaha atau menyogok sejumlah uang agar mendapatkan legalitas dengan cepat.
Bayangkan jika dulu ingin mendirikan usaha yang berizin resmi, maka harus menyiapkan sejumlah uang. Baik untuk mendapatkan legalitas maupun uang pelicin. Namun sekarang jika bisnisnya beresiko rendah, masyarakat tak usah mengurus izin HO, cukup nomor izin berusaha. Sehingga mereka tak perlu mengeluarkan biaya yang amat besar dan terperosok dalam lingkaran korupsi.
Dengan birokrasi yang dipangkas melalui jalur online, maka masyarakat juga bisa menghemat biaya transportasi, karena tak perlu mondar-mandir ke dinas dan lembaga terkait. Mereka hanya butuh gadget dan akses internet untuk mendapatkan izin usaha. Sehingga memudahkan masyarakat di pedesaan yang posisinya jauh sekali dari kantor dinas.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga membuat sinkronisasi antara peraturan pusat dan daerah, sehingga tidak berantakan. Jika ada peraturan di pemerintah pusat, maka berlaku juga di daerah. Sehingga tidak akan membingungkan masyarakat yang masih awam akan hukum dan regulasi yang berlaku di Indonesia.
UU Cipta Kerja memang didesain untuk memakmurkan masyarakat Indonesia dan menghindarkan mereka dari praktik KKN. Karena korupsi adalah penyakit mental yang berbahaya, dan harus diberantas saat ini juga. Presiden Jokowi ingin agar tiap pegawai negeri maupun swasta dan kalangan masyarakat lain bebas korupsi dan selalu bertindak jujur.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Depok