UU Cipta Kerja Mudahkan Pelayanan Publik
Oleh : Putu Raditya )*
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) berupaya untuk mempercepat pelayanan publik meski di tengah pandemi Covid-19. Hal tersebut sejalan dengan pengesahan undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang menuntut semua hal serba ringkas dan cepat.
Tjahjo Kumolo selaku Menpan RB menuturkan, dengan diundangkannya UU Cipta Kerja, penjabaran reformasi birokrasi yang paling utama adalah bagaimana mempercepat proses pelayanan pada masyarakat.
Tjahjo meminta agar percepatan pelayanan tersebut tidak hanya dilakukan di kementerian/lembaga pusat. Tetapi juga sampai pada tingkat terkecil, seperti desa dan keluarahan.
Ia juga memaparkan, proses perizinan investasi agar pertumbuhan ekonomi daerah dipacu untuk cepat meningkat.
Tjahjo mengatakan roadmap percepatan perizinan investasi sudah rampung. Pihaknya telah berkoordinasi dengan kementerian keuangan (kemenkeu), Badan Kepegawaian Negara (BKN), hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun karena adanya pandemi Covid-19, tentu saja pemerintah harus menata kembali skala prioritas pemerintah dalam mempercepat proses infrastruktur kesehatan dan bantuan sosial pada masyarakat.
Tjahjo juga mengapresiasi sejumlah kementerian/lembaga lain yang telah menerapkan percepatan pelayanan publik. Seperti misalnya kemendagri dimana kebijakannya telah memungkinkan masyarakat untuk mengurus KTP hingga akta kelahiran dan kematian dalam hitungan menit.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto menegaskan fungsi dari undang-undang (UU) Cipta Kerja adalah memotong regulasi dan menjadikannya lebih sederhana, sala satunya terkait demgan kebutuhan membuka usaha. Konkritnya UU Cipta Kerja memotong obesitas regulasi.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga mempermudah untuk mendirikan koperasi, yang dipermudah cukup dengan 9 orang. Selanjutnya, apabila masyarakat bergerak di bidang perikanan dan nelayan, hingga perkapalan cukup hanya 1 pintu ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tentunya ini akan memangkas waktu yang panjang dan biaya yang tinggi.
Dia juga menyebutkan, bahwa baru-baru ini ada survei yang mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara uang paling kompleks dalam hal pengurusan perizinan. Sehingga cukup sulit bagi masyarakat di Indonesia untuk dapat mendirikan perusahaan terbuka.
Dengan UU Cipta Kerja, semua itu akan dipermudah, Airlangga menyinggung bagaimana negara tetangga yaitu Singapura yang juga memiliki kemudahan untuk hal ini.
Perizinan yang berbelit-belit rupanya menjadi salah satu hal yang tidak dapat menarik investor asing. Hal tersebut salah satunya terlihat, saat tidak ada satupun dari 33 investor yang hengkang dari Tiongkok untuk memilih Indonesia sebagai tempat relokasi pabriknya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, aturan berbelit tersebut kerap menyulitkan investor.
Sehingga apabila regulasi yang berbelit tersebut tidak dipangkas atau diperbaiki, tentu saja akan menurunkan minat para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Bhima Yudhistira Adhinegara menuturkan, proses perizinan yang ruwet menyebabkan investor Tiongkok lebih tertarik untuk merelokasi pabriknya ke negara tetangga.
Menurut Bhima, ada beberapa alasan mengapa Tiongkok lebih tertarik untuk menanamkan modalnya ke Vietnam. Salah satunya adalah karena sistem perizinan investasi di Vietnam lebih terintegrasi antara pusat dan daerah. Hal ini tentu saja belum bisa didapatkan dari proses perizinan di Indonesia.
Hal tersebut tentu saja menjadikan Indonesia sebagai negara hiperregulasi yang menghambat masuknya investasi ke Tanah Air. Berdasarkan studi yang dilakukan USAID, setidakna terdapat 15.000 regulasi di tingkat kementerian yang menghambat investasi di Indonesia.
RUU Cipta kerja juga akan memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha mikro kecil (UMK) dalam mempercepat proses perizinan dengan melakukan pendaftaran online single submission (OSS).
Bagi para pelaku UMK, pemerintah memberikan kemudahan dengan memberikan kepastian melalui penyederhanaan dan percepatan proses perizinan, dengan memperluas Lembaga Pemeriksa Halal, yang dapat dilakukan oleh Ormas Islam dan Perguruan tinggi negeri (PTN).
Sementara itu untuk perkebunan masyarakat di kawasan hutan, melalui RUU Cipta Kerja, masyarakat akan dapat memiliki kepastian pemanfaatan atas lahan yang ada di dalam kawasan hutan. Hal ini diatur dalam skema perhutanan sosial dan juga perubahan fungsi atau pelepasan kawasan hutan.
Pelayanan publik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi minat seseorang dalam hal investasi, sehingga diharapkan, proses perizinan yang semakin mudah dapat meningkatkan perekonomian seiring tumbuhnya investasi dan industri.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini