UU Cipta Kerja Terbukti Majukan UMKM
Oleh: Asri Purwanti
Undang-Undang (UU) Cipta Kerja telah menjadi topik hangat sejak disahkannya pada tahun 2020. Meskipun menuai reaksi beragam dari berbagai kalangan, UU Cipta Kerja kini menunjukkan dampak positif yang signifikan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Melalui berbagai reformasi struktural dan deregulasi, UU Cipta Kerja terbukti mampu memberikan akses yang lebih adil dan mempermudah proses berusaha bagi UMKM.
Salah satu tujuan utama UU Cipta Kerja adalah menciptakan kesetaraan akses bagi UMKM. Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja, Arif Budimanta mengatakan bahwa UU Cipta kerja berupaya melakukan perombakan struktural dalam hal pelayanan, perizinan, serta kesetaraan akses bagi pelaku usaha kecil menengah dan mikro. Dalam upaya ini, pemerintah tidak hanya memperkenalkan regulasi baru tetapi juga mengharuskan perubahan perilaku birokrasi untuk menciptakan cara kerja baru antara pemerintah dan masyarakat .
Dalam buku Progres UU Cipta Kerja yang direncanakan akan diterbitkan, diharapkan dapat menjelaskan latar belakang dan tujuan pembuatan UU ini. Buku tersebut juga akan menjadi rujukan bagi berbagai pihak termasuk kementerian, lembaga, pemerintah daerah, akademisi, masyarakat bisnis, dan UMKM untuk memahami pentingnya UU Cipta Kerja dan bagaimana implementasinya dapat memberikan manfaat yang signifikan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero menyampaikan harapannya agar UU Cipta Kerja dapat mendorong akselerasi kegiatan bisnis UMKM. Menurut Edy, dengan persiapan yang matang dan pelaksanaan yang sesuai dengan ketentuan UU Cipta Kerja, UMKM diharapkan dapat berakselerasi lebih cepat dan mudah. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat terbaik bagi setiap pelaku UMKM.
Edy Misero juga menekankan pentingnya UMKM untuk mengadopsi perkembangan teknologi digital. Tantangan kemajuan teknologi digital menjadi salah satu aspek yang harus dihadapi oleh pelaku UMKM agar dapat bersaing dan berkembang di era modern ini. Dengan demikian, UU Cipta Kerja tidak hanya berfokus pada aspek regulasi tetapi juga mendorong pelaku usaha untuk beradaptasi dengan perubahan zaman.
Sebelum adanya UU Cipta Kerja, proses perizinan usaha sering kali memakan waktu berbulan-bulan dan penuh dengan birokrasi yang rumit. Namun, dengan adanya UU ini, pemerintah memberlakukan sistem Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang merupakan gerbang pertama sebelum perizinan diterbitkan. Direktur Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Rahma Julianti menyatakan bahwa persetujuan KKPR kini dapat terbit dalam waktu 20 hari kerja, jauh lebih cepat dibandingkan sebelumnya.
Penyederhanaan proses perizinan ini sangat penting bagi UMKM karena memungkinkan mereka untuk memulai dan mengembangkan usaha dengan lebih cepat dan efisien. Dengan demikian, UU Cipta Kerja telah berhasil mengatasi salah satu hambatan terbesar yang selama ini dihadapi oleh pelaku UMKM, yaitu birokrasi yang berbelit-belit.
Salah satu alasan utama dibalik pembuatan UU Cipta Kerja adalah untuk mengatasi obesitas regulasi yang selama ini menjadi penghalang bagi pertumbuhan bisnis dan investasi di Indonesia. Banyaknya peraturan yang tumpang tindih menyebabkan kebingungan dan kesulitan bagi pelaku usaha. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk menggunakan metode omnibus law dalam penyusunan UU Cipta Kerja sehingga terjadi penyederhanaan dalam konteks birokrasi .
Direktur Deregulasi Penanaman Modal Kementerian Investasi, Dendy Apriandi mengatakan bahwa UU Cipta Kerja harus menjadi legacy yang baik karena tantangan dan usaha yang dilewati selama ini sangat luar biasa. Penyederhanaan regulasi ini tidak hanya memberikan kemudahan bagi pelaku usaha tetapi juga mendorong iklim investasi yang lebih kondusif di Indonesia.
Arahan Presiden Joko Widodo mengenai pentingnya perubahan perilaku birokrasi dalam implementasi UU Cipta Kerja menjadi kunci sukses dari UU ini. Menurut Arif Budimanta, perubahan perilaku ini tidak hanya sekedar pemahaman regulasi tetapi juga harus mencakup cara kerja baru yang lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan pelaku usaha. Hal ini sejalan dengan prinsip meaningful participation yang diterapkan oleh pemerintah melalui berbagai sosialisasi, diskusi, dan rapat koordinasi dengan masyarakat dan stakeholder terkait.
Meskipun UU Cipta Kerja telah menunjukkan berbagai dampak positif bagi UMKM, tantangan tetap ada. Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa semua pihak, termasuk pemerintah dan pelaku usaha, melaksanakan fungsi dan peran mereka sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Selain itu, pelaku UMKM juga harus terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan perubahan pasar agar dapat tetap bersaing dan berkembang.
Namun, dengan komitmen yang kuat dari pemerintah dan partisipasi aktif dari masyarakat, tujuan dari UU Cipta Kerja untuk memajukan UMKM dan menciptakan ekonomi yang lebih kuat dan mandiri dapat tercapai. Edy Misero optimis bahwa Indonesia dapat menjadi negara dengan ekonomi yang kuat pada tahun 2045 jika UU Cipta Kerja dilaksanakan dengan baik dan konsisten.
Secara keseluruhan, UU Cipta Kerja telah membuktikan dirinya sebagai alat yang efektif untuk memajukan UMKM di Indonesia. Dengan penyederhanaan regulasi, percepatan proses perizinan, dan dorongan untuk adopsi teknologi digital, UU ini membuka peluang yang lebih besar bagi UMKM untuk tumbuh dan berkembang. Ke depan, diperlukan kerjasama dan komitmen dari semua pihak untuk memastikan bahwa dampak positif dari UU Cipta Kerja dapat dirasakan oleh seluruh pelaku usaha di Indonesia.
*Penulis adalah pengamat Ekonomi