UU Kesehatan Maksimalkan Pelayanan Masyarakat
Oleh : Stefanus Putra Imanuel )*
UU Kesehatan yang baru saja disahkan akan maksimalkan pelayanan kepada masyarakat. Seluruh rakyat Indonesia akan mendapatkan layanan kesehatan secara maksimal dan tidak takut jika akan berobat ke RS. Pemerataan layanan kesehatan akan dilakukan dari Sabang sampai Merauke.
Seluruh WNI yang berstatus sebagai pasien berhak mendapatkan perlindungan dari pemerintah dan punya payung hukum yang kuat dalam bentuk UU. Mereka tenang karena dilindungi oleh UU yang diaplikasikan diseluruh Indonesia. Semuanya wajib diproteksi karena baik tenaga kesehatan maupun pasien adalah WNI.
Untuk melindungi para pasien maka pemerintah membuat UU Kesehatan, dan memang UU ini dibuat demi seluruh rakyat Indonesia. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa UU Kesehatan memiliki urgensi dan manfaat bagi tenaga kesehatan serta dokter untuk menjalankan fungsi sesuai koridornya. Tujuannya, bukan hanya demi perikemanusiaan, melainkan perluasan layanan primer.
Menkes Budi melanjutkan, UU Kesehatan memberi kesempatan para dokter untuk berbakti menjalankan fungsinya dalam melayani kesehatan masyarakat demi perikemanusiaan. Hal ini sesuai dengan sumpah dokter pertama.
Manfaat UU Kesehatan selanjutnya adalah demi melakukan transformasi dilayanan rujukan. Sehingga, kedepannya semua rumah sakit diseluruh kabupaten atau kota serta provinsi bisa dilengkapi dengan alat-alat modern dan baru. Diharapkan kalau dokter masuk, alat sudah ada. Sehingga tidak ada lagi dokter baru yang telah dididik spesialis, lalu ke kota penugasan dan lakukan intervensi jantung tapi alatnya tidak ada
Ketiga, manfaat UU Kesehatan akan mengubah sistem pendidikan kedokteran. Terutama, program spesialis yang selama ini sangat susah dan mahal. Diharap dengan mengubah sistem yang tadinya hanya bisa masuk lewat universitas, sekarang kita tambah jalur baru yang bisa diatur oleh kolegium lewat jalur rumah sakit.
Terakhir, UU Kesehatan yang akan mempermudah izin praktik dari semua dokter yang selama ini disebut terlalu panjang prosesnya. Jangan sampai ada oknum yang terlibat dalam rekomendasi izin dokter malah memperhambat perizinan dokter.
Dalam artian, UU Kesehatan akan maksimalkan pelayanan kepada masyarakat. Penyebabnya karena nantinya penyebaran tugas dokter dan tenaga kesehatan lain akan merata ke seluruh Indonesia. NKRI tidak hanya ada di Jawa, masyarakat yang ada di Aceh, Jayapura, dan kota-kota lain juga berhak mendapatkan pengobatan, dan caranya adalah dengan menugaskan para dokter ke sana.
Jumlah dokter spesialis juga akan bertambah setelah ada penerapan UU Kesehatan. Jika sebelumnya seorang dokter yang mengambil pendidikan spesialis harus bayar mahal (sampai ratusan juta) maka akan dipermudah sistemnya. Tujuannya agar ada lebih banyak dokter spesialis yang bertugas dari Sabang sampai Merauke.
Kemudian, dengan adanya UU Kesehatan maka semua RS di Indonesia akan dilengkapi dengan alat-alat kesehatan yang representatif. Saat ada dokter yang baru bertugas maka ia bisa memanfaatkan alat-alat itu agar para pasiennya cepat sembuh. Masyarakat akan merasakan manfaatnya dan mereka akan lebih sehat, dan tak perlu mencari RS lain yang alatnya lebih lengkap.
Sementara itu, Pakar Kebijakan Kesehatan, Dr. Hermawan Saputra, MARS. CICS mengatakan UU Kesehatan sangat dibutuhkan untuk memperbaiki sistem kesehatan nasional (SKN) di Indonesia. Termasuk dalam isu peningkatan kesehatan masyarakat.
Dr. Hermawan melanjutkan, Indonesia memang sangat membutuhkan Undang-undang (UU) yang mewakili sistem nasional kesehatan kita karena selama ini sistem regulasi yang ada itu fragmented parsial dan kadang tidak harmonis antara satu kebijakan dengan kebijakan lain.
Berdasarkan Perpres No. 72 Tahun 2012, Sistem Kesehatan Nasional adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
Namun penyelenggaraan SKN di Indonesia dinilai masih kurang efektif karena tumpang tindihnya regulasi. Hermawan mengatakan banyak regulasi setara RUU Kesehatan yang tidak bisa mewakili dan menjamin pelayanan kesehatan atau upaya perlindungan kesehatan masyarakat Indonesia.
Dr. Hermawan memberi contoh UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dimana sistem kesehatan sendiri justru diatur dalam level Peraturan Presiden (Perpres). Beda dengan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) yang mana UU yang mengaturnya. Ada fragmen-fragmen tersendiri di sistem kesehatan kita sekarang. Ini baru kita lihat dari situasi makro.
Dengan metode Omnibus Law, UU Kesehatan akan menyederhanakan regulasi dalam rangka harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai sistem kesehatan di Indonesia.
Dalam artian, jangan sampai regulasi yang tumpang-tindih akan merugikan, baik bagi nakes maupun pasiennya. Misalnya untuk masyarakat yang memanfaatkan kartu BPJS kesehatan. Mereka sudah dipersulit untuk mendapatkan kamar atau menebus obat oleh oknum di RS. Alasannya adalah pemilik kartu BPJS tidak membayar, padahal mereka sudah membayar tiap bulan.
Untuk mengatasi masalah seperti itu maka dibuatlah UU Kesehatan. Dengan UU ini maka setelah diresmikan jadi UU, pemilik kartu BPJS bisa berobat dengan lancar dan mendapatkan hak kesehatannya. Sementara oknum yang mempersulit akan terkena teguran, bahkan hukuman.
UU Kesehatan akan maksimalkan pelayanan masyarakat di seluruh Indonesia. Dengan UU ini maka penugasan dokter akan merata, dari Sabang sampai Merauke. Alat-alat kesehatan juga akan didistribusikan ke RS pemerintah di seluruh Indonesia, sehingga masyarakat akan dimudahkan saat berobat.
)* Penulis adalah Kontributor Citaprasada Institute