Video Presiden Jokowi Berbahasa Mandarin yang Beredar di Medsos Adalah Hoaks
Jakarta – Beredar dua link potongan video dengan metode artificial intelligence (AI) atau disebut kecerdasan buatan tantang Presiden Joko Widodo (Jokowi) fasih berbahasa Mandarin dan Bahasa Inggris saat memberikan pidato dalam suatu perhelatan bisnis dengan para investor.
Komunikolog Indonesia, Emrus Sihombing memberikan pendapat bahwa video yang diedarkan di dunia maya tidak asli dan merupakan buatan sehingga sangat mirip dengan aslinya serta ditemukan kejanggalan dari video tersebut.
“Video yang menerjemahkan apa yang disampaikan oleh sumber seharusnya disampaikan dengan menggunakan asli atau apabila disampaikan dalam Bahasa lain menggunakan teks terjemahan dalam bentuk teks di bagian bawah pada video tersebut” ujar Emrus Sihombing.
Hal tersebut menimbulkan multitafsir bahwa Presiden Jokowi memiliki kekuatan kepentingan dalam sektor perekonomian dengan negara Cina tersebut sehingga perlu dilakukan tindakan cepat oleh kementerian terkait untuk menurunkan video tersebut dari berbagai sosial media.
“Video yang disampaikan secara lisan seharusnya segera di take down oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi atau kementerian tersebut harus segera menjelaskan secara masif ke ruang publik tekait pidato Bapak Presiden yang seolah-olah itu disampaikan dalam bentuk lisan,” jelas Emrus.
Emrus Sihombing menambahkan dengan mengimbau masyarakat agar tidak terpengaruh oleh video hasil manipulasi teknologi AI yang tengah beredar tersebut serta lebih cermat dalam memilah segala informasi jelang Pemilu 2024 ini.
“Masyarakat harus meningkatkan kewaspdaan karena peredaran konten hoaks semakin merebak dan dinilai cukup masif belakangan ini, terutama mendekati momentum Pemilu 2024,” tambahnya.
Perkembangan teknologi, terutama dalam bidang kecerdasan buatan, telah menjadi bagian integral dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Namun, tekonologi AI yang semakin canggih juga berpotensi dimanfaatkan secara negatid, terutama dalam menciptakan konten hoaks, disinformasi, dan penipuan yang dapat merusak stabilitas sosial serta proses demokrasi.