Wajah Buruk Demonstrasi Mahasiswa
Oleh : Raditya Rahman )*
Sangat disayangkan jika mahasiswa sebagai agent of change berlaku anarkistis. Apalagi hal ini tercermin dalam beberapa kasus demo berujung ricuh pada beberapa wilayah di Indonesia. Padahal mahasiswa memiliki cara yang lebih elegan dalam menyampaikan pendapat.
Belum juga rampung perbaikan fasilitas publik yang terdampak akibat demonstrasi berujung ricuh. Kini kabar duka datang lagi terkait mahasiswa melakukan aksi demo terhadap penentangan RKUHP. Mereka bersikap vandalisme juga membuat masyarakat merasa terancam.
Bukan hanya kerusakan benda-benda maupun fasilitas publik. Lebih lanjut dampak psikologis yang ditimbulkan akan memakan penyembuhan lebih lama. Terlebih bagi korban traumatik, tentunya kecemasan serta ketakutan akan terus mengikuti. Pun akan terasa ketika melihat aksi tersebut terulang kembali.
Akhir-akhir ini makin marak tindakan anarkis yang awalnya berasal dari aksi solidaritas. Mengatasnamakan HAM, namun kenyataanya mereka malah berlaku serupa dan semena-mena kepada masyarakat lainnya. Bahkan, hingga timbul korban. Apalagi jika insiden semacam ini bermula dari hal ringan bernama isu yang belum tentu kebenarannya. Penggiringan opini publik hingga penambahan tagline di media sosial kian membakar semangat. Namun, bukan semangat positif yang dimunculkan, salah-salah dampak negatif berkepanjangan akan makin membuat suasana makin ruwet.
Menurut beberapa referensi, keseluruhan tindakan anarkis ini dimulai dengan adanya isu dan provokasi. Betapa ngeri provokasi membakar diri. Padahal sebagai seorang agent of change, peranan mahasiswa ini dinilai cukup krusial. Jiwa muda yang meletup-letup ditengarai mampu menimbulkan perspektif negatif, jika tak dikelola secara baik.
Kabar terbaru menyebutkan Aksi mahasiswa tolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di depan Gedung DPR/MPR berlangsung rusuh dan anarkis pada (23/09). Massa berupaya menutup jalan Tol Dalam Kota yang berada di seberang kompleks parlemen, serta menggangu kenyamanan pengguna jalan. Aksi lain berlangsung di wilayah Jawa Barat, disebutkan jika sejumlah mahasiswa masih bertahan dalam aksinya di depan gedung DPRD. Massa berorsi menolak RKUHP serta revisi terkait UU KPK. Mereka juga menyerukan “revolusi” di hadapan barikade pertahanan kepolisian Polrestabes Bandung.
Melihat situasi ini, Mahasiswa harusnya menjadi penengah, mereka bisa membantu masyarakat dalam menyampaikan segala aspirasi kepada pemerintahan. Dengan catatan, mentaati segala bentuk aturan yang berlaku dan tidak bertindak semau sendiri. Meski, keadaan dalam kondisi darurat sekalipun. Mahasiswa sendiri juga mempunyai empat peranan penting yang harus dipahami serta dijalankan.
Sifat mental positif dengan selalu menyaring segala informasi yang bergulir. Akan bisa mencegah terjadinya emosi untuk melakukan hal negatif. Arti mahasiswa keseluruhan bukan hanya masalah belajar lagi, namun sebagai seorang dengan gelar “maha” siswa ini tentunya mampu menunjukkan contoh sikap yang lebih baik. Karena mahasiswa ini posisinya masih netral, tak dipengaruhi oleh partai politik, golongan hingga kepentingan lainnya.
Ditilik dadi segi kecerdasan, mahasiswa dinilai lebih melek secara intelektual. Mereka memiliki cara pikir yang matang. sehingga mampu menjembatani rakyat dan pemerintahan. Sebelumnya kisah-kisah heroik terkait mahasiswa ramai diberitakan pada zaman dahulu. Bahkan tercermin pada momentum sumpah pemuda tahun 1928 silam. Dan pastinya masih ingat bukan, seruan bernada penyemangat dari presiden pertama kita, Ir. Soekarno?
Yang mana berbunyi, “Berikan aku 10 pemuda maka akan ku goncang dunia.” Kalimat ini tentunya dapat ditafsirkan dengan jelas. Jika sejumlah 10 pemuda saja yang berintegritas serta memiliki nasionalisme tinggi akan mampu menggerakkan semangat orang lain. Sehingga bisa dilihat betapa mahasiswa zaman dulu ini mampu berkontribusi dalam perubahan sejarah.
Lalu coba bandingkan dengan jumlah mahasiswa sekarang yang ratusan ribu orang? Pertanyaanya, mampukah mereka membawa perubahan positif yang signifikan?
Tak dipungkiri jika zaman bisa membawa perbedaan kultur. Indikasinya, cara mahasiswa zaman dulu tentunya berbeda dalam melakukan gerakan menuju perubahan. Jika dulu musuh utamanya adalah penjajah. Sementara sekarang banyak hal yang patut dijadikan fokus, bisa jadi kecanggihan teknologi, lingkungan serta pengendalian emosi.
Cara lain untuk masuk dalam peranan agent of change ialah dengan memiliki prestasi-prestasi akademik maupun non akademik. Yang mana hal ini dapat membantu memunculkan Indonesia di permukaan negara-negara maju di dunia. Tak harus muluk-muluk, menjadi agent of change ini bisa dimulai dari yang paling dasar, yakni diri sendiri. Kemudian bisa menyalurkannya kepada masyarakat. Mengingat, manusia adalah seorang mahkluk sosial yang tak mampu hidup sendiri..
Dari sini, sebagai warga negara yang baik berlaku positif serta tidak gampang terprovokasi dinilai sangat penting. Menjaga ketertiban, serta mengontrol diri agar tak terbawa arus akan membuat suasana makin aman, nyaman, dan kondusif terhindar dari sikap anarkistis. Karena aksi anarkis ini bukan solusi untuk menyelesaikan masalah.
)* Pengamat adalah pemerhati sosial politik