Wakil Ketua MUI : Hidup Harmonis di Tengah Keberagaman Bagian Dari Muamalah
Jakarta – Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. KH. Marsudi Syuhud menyatakan kolaborasi warga dalam momentum Natal ini adalah hal yang sangat penting. Kolaborasi yang dimaksud adalah tentang bagaimana kita sebagai umat beragama bisa saling bersama-sama dan melakukan sesuatu yang dibutuhkan bagi satu sama lain.
Menurutnya, Hal ini adalah bagian dari kategori Muamalah.
“Muamalah adalah melakukan suatu usaha-usaha bersama demi kebaikan bersama yang tidak memandang sekat-sekat agama,” ujar Kiai kelahiran Kebumen ini.
Umat muslim Indonesia sebagai umat beragama Islam, berbangsa dan bernegara di Indonesia telah mendapatkan teladan langsung dari sikap Nabi Muhammad SAW yang hidup dalam berbangsa dan bernegara di Madinah. Beliau hidup bersama antar umat beragama dari agama Islam, Majusi, Nasrani, dan Yahudi dapat sepakat sepakat hidup bersama bersatu dalam gotong royong.
KH. Marsudi Syuhud menjelaskan keterlibatan Banser dalam pengamanan Natal misalnya, bukan karena situasi tidak aman, melainkan untuk ikut menjaga kehidupan bersama karena kita bersama-sama hidup, agar sama-sama nyaman, enak, dan kepenak.
Terkait pentingnya menjaga harmonisasi di tengah Natal dan Tahun Baru maupun Tahun Politik bahkan tahun-tahun lainnya , dirinya menegaskan bahwa yang terpenting adalah menjadi bangsa yang satu diikat oleh kebersamaan.
“Karena kita sudah menyatu dengan kesepakatan maka dari sinilah kita mengikuti aturan yang ada. Kita bisa harmonis jika kita tertib. Kita bisa tertib, kalau kita semua ikuti aturan,” pungkasnya.
Dengan ini, pihaknya yakin Indonesia akan damai dan nyaman. Sebagaimana berbangsa adalah ber-aturan, maka menghadapi Natal, Tahun Baru, Tahun Politik, yang terpenting adalah memiliki akhlak yang sesuai aturan. Maka pastinya tidak ada lagi pelanggaran-pelanggaran seperti menyebar hoax, maupun larangan lainnya.
“Kita harus bersyukur, karena Indonesia adalah negara civilized, yang beradab. Lihat bagaimana negara lain yang perang dengan kaum nya sendiri. Maka inilah pentingnya kita diskusi, ada ruang bersama antar sesama umat beragama agar saling memaafkan. Jadikanlah Indonesia sebagai rumah besar,” ungkap KH. Marsudi Syuhud dalam salah satu acara diskusi pada Sabtu (24/12).
Lebih lanjut, KH. Marsudi Syuhud menjelaskan Natal kali ini menjadi Natal pasca pandemi Covid-19, tetapi pihaknya mengimbau bahwa penyakit akan ada terus menerus, sehingga kewajiban umat adalah menjauhkan diri dari wabah dan penyakit.
“Kita jangan mendekati mudharat, maka jangan salaman dulu jika menyebabkan penularan virus. Menjaga jiwa yang paling utama sebagai umat beragama, dan kesehatan adalah bagian dari menjaga jiwa,” tambahnya.
Wakil Ketua MUI juga menyatakan bahwa MUI berperan dalam menjaga Kamtibmas.
“Para kiai, ustad, dari pusat hingga kampung, bersama masyarakat agar dapat memahami bagaimana hak-hak bertetangga, hak-hak berbangsa, berkeluarga dan berteman. Hari ini kita menghormati Natalan. Bertetangga saja perlu saling menghormati. Karena itulah, pentingnya kita menjaga perilaku sehari-hari atau muamalah, agar sama-sama nyaman,” tuturnya.
Menilai bagaimana ketika bisa menghormati umat beragama dan antar umat beragama maka disitulah kebahagiaan nyata, a real happines.
Menurut KH. Marsudi Syuhud terkait mengucapkan Selamat Natal ada yang mengatakan boleh tidak boleh, itu adalah pendapat. Yang penting saling menghormati dan menjaga harmonisasi dan tanpa saling menuntut. Selalu ucapkan yang baik.
Pihaknya juga menekankan bahwa perbedaan itu rahmah.
“Kita cari rahmahnya (kenyamanan hati) bukan menggali perbedaan dengan mengungkit-ungkit keburukan. Jaga yang baik-baik dalam hidup satu sama lain,” imbuhnya.
Pesan terakhir, KH. Marsudi Syuhud mengingatkan bahwa sesuatu yang paling mahal adalah rukun.
“Rasullullah telah mengingatkan umat bahwa silaturahmi bisa menambah rejeki, connectivity one and another. Silaturahmi tidak dibatasi oleh agama tertentu. Dimana Anda berada, dengan tetangga pun tetap silaturahmi. Apalagi dalam berbangsa, tetaplah menjadi satu, memberi ruang untuk diskusi, saling memaafkan, dan jangan mencari persoalan-persoalan memicu konflik. Insha Allah, 2024 Indonesia bisa kenyal ketika dihadapkan dengan berbagai situasi karena tetap bisa bersatu,” tutupnya. []