Warga Diwajibkan Membatasi Mobilitas Selama PPKM Darurat
Oleh : Putu Prawira )*
PPKM darurat membuat masyarakat harus menuruti aturan dan tidak boleh bepergian ke luar kota untuk sementara. Aturan untuk menurunkan mobilitas warga jangan dikeluhkan, karena ini semua demi keselamatan bersama dan menekan laju lonjakan penularan Covid-19.
Pandemi yang sudah berjalan selama 15 bulan lama-lama dirasa menjadi biasa saja, karena semua orang memakai masker dan patuh pada kewajiban ini. Namun walau sudah mematuhi aturan pakai masker dan rajin cuci tangan, masyarakat jangan lengah, karena ada poin lain dalam protokol kesehatan 5M yakni mengurangi mobilitas. Apalagi selama PPKM darurat diberlakukan.
Mengapa PPKM darurat yang berlaku hingga tanggal 20 juli 2021, menekankan pada aturan untuk mengurangi pergerakan massal warga? Penyebabnya karena mobilitas masyarakat yang dilakukan bersama-sama terbukti menaikkan jumlah pasien Covid-19. Buktinya adalah terjadi lonjakan pasien Corona pasca libur lebaran, dari hanya 8.000 jadi lebih dari 29.000 orang per harinya. Sungguh sebuah fakta yang mengerikan.
Juru Bicara Kementrian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi menyatakan bahwa tujuan dari PPKM darurat adalah menekan terjadinya pasien baru, yang jumlah totalnya ada lebih dari 34.000 orang. Sedangkan angka kematian mencapai 1.000 orang per harinya. Angka kesembuhan pasien mencapai 14.835 orang per hari.
Dedy menambahkan, masyarakat harus menaati aturan dan bersabar dulu selama 2 minggu ke depan, saat PPKM darurat diberlakukan. Jangan melakukan mobilitas ke luar kota dan jangan keluar rumah kecuali ada keadaan mendesak, serta jangan pula berkumpul. Dalam artian, ketika stay at home tetapi malah mengadakan acara gathering atau arisan keluarga, tetap saja beresiko karena bisa menimbulkan klaster baru.
Klaster keluarga dan klaster kerumunan memang sebuah fenomena baru yang meningkatkan jumlah pasien Covid-19 saat PPKM darurat diberlakukan. Penyebabnya karena ada yang masih kurang disiplin pakai masker atau nekat mengadakan acara kumpul-kumpul, dengan alasan diadakan di dalam rumah dan tidak ada mobilitas yang jauh. Padahal kita tidak tahu siapa di antara tamu yang berstatus OTG.
OTG saat ini ada di mana-mana dan gejalanya betul-betul tidak tampak secara fisik. Jadi harus meningkatkan kewaspadaan karena bisa jadi semua orang di sekitar kita berstatus OTG. Ini bukanlah paranoid, melainkan cara untuk menjaga diri dari bahaya Corona. Penyebabnya karena seorang OTG tidak tahu bahwa ia terinfeksi virus Covid-19-19, kecuali jika telah melakukan tes rapid atau swab.
Selama PPKM darurat, aparat makin gencar beroperasi di dalam perkotaan maupun desa, untuk mencegah kerumunan. Jika ada keramaian di dalam pasar atau tempat umum lain akan langsung dibubarkan. Penyebabnya karena sama dengan mobilitas, kerumunan juga bisa menimbulkan klaster Corona baru.
Selain itu, aparat juga berjaga di perbatasan antar kota/kabupaten dan provinsi. Hal ini untuk mencegah pergerakan warga secara massal. Masyarakat diharap paham karena mobilitas yang tinggi akan menaikkan jumlah pasien Corona. Sehingga mereka harus rela balik kucing, bukannya malah memarahi aparat yang sedang melaksanakan tugasnya.
Selama PPKM darurat maka cara untuk mengurangi mobilitas adalah dengan mengandalkan layanan online. Ketika work from home dan tidak sempat belanja ke pasar maka pesan saja via aplikasi yang sudah banyak tersedia di Playstore. Saat kecapekan dan malas masak maka bisa delivery order via aplikasi. Tentu dengan catatan kurir menaruh pesanan di depan rumah dan tidak ada kontak langsung dengan pemesan.
Pengurangan mobilitas warga selama PPKM darurat tanggal 3-20 juli 2021 jangan dianggap sebagai sesuatu yang memberatkan, karena aturan ini dibuat demi keselamatan kita bersama. Ketika pergerakan warga berkurang maka otomatis jumlah pasien Covid-19 akan turun. Kita bisa selamat dari bahaya Corona, dengan catatan tetap mematuhi protokol kesehatan dan vaksinasi.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa CIkini