Warta Strategis

Waspada Aksi KAMI Tunggangi Demonstrasi Memecah-Belah Bangsa

Oleh : Dodik Prasetyo )*

Gatot Nurmantyo sebagai presidium KAMI dengan terang-terangan mendukung demonstrasi buruh untuk menolak omnibus law. Padahal masyarakat sudah sangat lelah dengan episode unjuk rasa yang tak kunjung usai. Namun KAMI malah memprovokasi demo, dan melupakan janjinya untuk menyelamatkan Indonesia.

Demo buruh pada 6-8 oktober lalu menghebohkan karena dihadiri oleh ribuan buruh. Setelah berunjuk rasa selama 3 hari, masih ada lagi demo susulan tanggal 13 oktober. Walau pelakunya berbeda, namun mereka megungkap hal yang sama, yakni menolak omnibus law. Masyarakat d Jakarta maupun daerah lain makin pusing karena mobilitas di dalam kota jadi terganggu.

KAMI melalui presidiumnya Gatot Nurmantyo menyatakan dukungan terhadap unjuk rasa tersebut. Dengan alasan rakyat perlu dibela dan omnibus law tak sesuai dengan Indonesia. Padahal bisa jadi mereka malas membaca 900 lembar pasal dalam Undang-Undang tersebut dan hanya termakan hoax tentang omnibus law yang banyak tersebar di media sosial.

Dukungan KAMI pada aksi demo memperlihatkan modus mereka dalam memecah-belah persatuan di Indonesia. Sudah jelas omnibus law bermanfaat bagi bidang ekonomi, namun djelek-jelekkan. Mereka juga paranoid terhadap investasi asing. Padahal penanaman modal mensyaratkan kepemilikan saham minimal 51% bagi pengusaha lokal, jadi bukan penjajahan model baru.

Dalam demo juga diperlihatkan tentang omnbus law yang tidak disetujui buruh. Padahal pasal yang dipertentangkan tidak ada di dalam UU tersebut. Keberadaan pasal imitasi seperti penghapusan hak cuti hanyalah berita palsu yang sengaja dibuat untuk menghasut rakyat. Para anggota KAMI menyebarkan hoax tersebut dan menjadikannya alasan untuk mendukung demo.

Ada pula hasutan KAMI agar buruh berdemo lagi, dengan mengangkat isu TKA. Mereka menuduh pemerintah tak nasionalis. Padahal TKA yang masuk ke Indonesia harus diseleksi dengan ketat. Mereka adalah pegawai bawaan dari investor yang akan menjelaskan bagaimana cara kerja alat baru di pabrik tersebut. Karena rata-rata memakai bahasa Mandarin, bukan Inggris.

KAMI membuat kekacauan dengan memprovokasi rakyat. Dalam unjuk rasa, jika ada aparat yang bertindak agak keras, mereka tidak melakukannya terlebih dahulu. Kecuali jika diserang, baru membela diri. Namun KAMI memperlihatkan bahwa aparat tidak pro rakyat. Sehingga mereka membuat rakyat bagai diadu dengan aparat, padahal polisi hanya menyelesaikan tugas.

Boni Hargens, Direktur Eksekutf LPI dan pengamat politik senior menyatakan bahwa KAMI memang organisasi oposisi yang terus memakai isu agar menghasut rakyat. Setelah gagal dengan isu komunis september lalu, di bulan oktober ini mereka nebeng viral ke isu omnibus law. Hasutan akan terus muncul sampai keinginan mereka tercapai.

Apa sebenarnya keinginan utama KAMI sehinga tega memprovokasi rakyat untuk berdemo? Tentu saja ingin jadi Presiden. Ketika mereka tak sabar menunggu pilpres tahun 2024, atau tak punya partai pendukung, maka nekat melakukan makar. Sejak awal, anggota KAMI memang merencanakan pemakzulan Presiden. Namun sayang dilakukan dengan alasan subjektif.

Penghasutan untuk memecah-belah rakyat memang salah satu skenario makar. Jika banyak orang simpati terhadap KAMI, maka akan ikut berdemo dengan alasan menolak omnibus law. Rakyat dipengaruhi bahwa pemerintah tidak lagi memikirkan nasib mereka. Lantas mau saja diajak berunjuk rasa.  Juga dsebut bahwa orang yang berani berdemo adalah pahlawan.

Hal ini terbukti dari percakapan di grup WA anggota KAMI. Mereka berencana memberi logistik kepada pendemo pada tanggal 13 oktober. Juga mengarahkan arus unjuk rasa ke istana kepresidenan. Rupanya mereka ingin melajutkan rencana ganti presiden sejak 2019 lalu.

Jangan sampai ada lagi rakyat yang terpengaruh oleh hasutan KAMI dan mau saja diajak berdemo. Lihatlah terlebih dahulu alasan berunjuk rasa. Jangan asal ikut dan mengikutinya hanya dengan iming-iming nasi bungkus dan uang kontan. KAMI sudah jelas ingin merusak perdamaian, dan sebagai warga negara yang baik, kita tidak boleh mudah terprovokasi. )* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih