Kabar RinganPolemik PolitikSendi BangsaSosial BudayaWarta Strategis

Waspada Gerilya HTI Pasca Dibubarkan

Penulis : Ahmad Harris*

Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait pembubaran HTI oleh Kemenkumham merupakan hal yang sah dan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Pembubaran organisasi terlarang ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017. Sangat terlihat jelah bahwa nilai-nilai yang dianut HTI sangat bertentangan dengan tujuan, azas dan ciri Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Tak jarang organisasi ini menggaungkan sistem Khilafah sebagai sistem yang layak diterapkan di Indonesia.

Hizbut Tahrir merupakan salah satu gerakan transnasional yang tidak terbatas pada teritorial negara. Bukan rahasia umum bahwa organisasi ini menyebarkan paham khilafah dengan cara-cara politik dan tanpa menggunakan kekerasan. Meski terlihat tidak anarkis, nyatanya Hizbut Tahrir jauh lebih berbahaya karena bergerak secara underground. Pasalnya, Hizbut Tahrir cenderung menggunakan upaya penyusupan kader-kadernya ke dalam organisasi pemerintah maupun militer. Hal ini tentu menjadi hal yang berbahaya jika petinggi negara memiliki pandangan untuk meninggalkan Pancasila dan berpaling kepada sistem Khilafah.

Melihat dari pengalaman negara-negara yang pernah berhadapan dengan Hizbut Tahrir, rata-rata organisasi Hizbut Tahrir ini telah mengagendakan pergerakan kudeta terhadap negara-negara tersebut. Pada tahun 1974, kelompok Shabab Muhammad menyerang sekolah militer di Kairo, Mesir sekaligus mengumumkan berdirinya negara Islam dibawah kepemimpinan Hizbut Tahrir. Untungnya, kudeta tersebut gagal dan berhasil dihentikan. Sementara, pada tahun 2012, Hizbut Tahrir juga melakukan percobaan kudeta di Bangladesh yang melibatkan purnawirawan dan perwira militer aktif. Pergerakan Hizbut Tahrir yang lemah lembut tetapi mematikan akhirnya menjadi alasan 21 negara melarang pergerakan organisasi tersebut. Dan pada akhirnya Indonesia pun menjadi salah satu negara yang melarang Hizbut Tahrir pada tahun 2016 karena melihat organisasi tersebut semakin melenceng dari Dasar Negara, Pancasila.

Pembubaran HTI ini menjadi salah satu prestasi sekaligus langkah terbaik negara untuk meminimalisir dampak  kedepannya dari organisasi terlarang tersebut. Meski telah dibubarkan, paham dan kader HTI tidak semata-mata langsung berubah haluan dan mendukung Pancasila. Kenyataannya, mereka tidak berhenti sebagai suatu organisasi melainkan bertransformasi ke dalam bentuk yang lainnya. Salah satu contohnya, pada Reuni 2 Desember 2017, terdapat sekelompok orang yang mengibarkan bendera HTI dengan menggunakan balon padahal pada saat itu, HTI sudah menjadi organisasi yang dilarang. Selain itu, pada saat sidang Amien Rais di Polda Metro Jaya, alumni 212 dengan tegas menyerukan “Ganti Presiden. Ganti Sistem. Takbir!” Meski tidak secara terang-terangan, pernyataan tersebut setidaknya mengingatkan kita bahwa terdapat sekelompok orang seperti HTI yang masih menginginkan perubahan sistem di negara Indonesia.

Bukan tidak mungkin, HTI saat ini tengah menyusup ke dalam kelompok elit politik  untuk membalaskan dendam, khususnya pada Presiden Jokowi sebagai sosok yang berperan dalam membubarkan HTI. Mungkin HTI akan menerapkan salah satu pepatah perang yang mengatakan musuh dari musuhku ialah temanku. Salah satu caranya dengan bergabung dengan kubu oposisi dari Jokowi. Baik disadari maupun tidak disadari oleh kubu Prabowo, upaya HTI untuk menyusup dalam pihak oposisi, membuat HTI berada dalam posisi nyaman untuk dapat terus melawan dan menyerang pemerintahan Jokowi sekaligus menyebarkan pahamnya untuk menerapkan Khilafah di Indonesia. Mengutip pernyataan Denny Siregar, salah satu penulis bidang Politik, Pilpres 2019 bukan hanya perebutan kursi Presiden tetapi sejatinya ialah pertarungan Pro NKRI melawan Pro HTI.

Oleh karenanya, penting bagi pemerintah agar bekerjasama dengan masyarakat untuk menangkal gerilya HTI dalam Pilpres 2019 baik dari segi penyebaran paham Khilafah maupun 0upayanya dalam mengendarai Pilpres demi kepentingan organisasinya. Selain itu, kubu Prabowo dan Jokowi perlu bersinergi untuk membatasi gerakan HTI bukan malah memobilisasi organisasi tersebut untuk kepentingannya. Seluruh warga Indonesia perlu menanamkan dan menguatkan kembali nilai Pancasila sebagai dasar negara hal tersebut agar paham HTI tidak berkembang semakin luas di Indonesia.

*) Mahasiswa FISIP Universitas Dharma Agung

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih