Polemik Politik

Waspada Lonjakan Klaster Corona Baru Pasca Libur Panjang

Oleh : Reza PAhlevi )*

Setelah libur panjang lebaran, kita perlu mewaspadai lonjakan kasus corona. Berkaca dari kejadian di Kudus dan Bogor, jangan lengah sedikitpun untuk menerapkan protokol kesehatan. Jika masih zona merah maka tempat wisata jangan dibuka, karena kerumunan akan menjadi tempat penularan corona.

Masa pandemi memang membuat kita dilema. Di satu sisi, harus taat protokol dan mengurangi untuk keluar rumah, kecuali untuk urusan yang benar-benar penting. Namun setelah lebih dari setahun stay at home, rasanya jenuh juga. Sehingga saat pasca lebaran beberapa tempat wisata dibuka, banyak orang bergembira karena bisa berlibur.

Akan tetapi liburan malah membawa bencana karena membuat banyak orang kena corona. Seperti yang terjadi di Kudus, Jawa Tengah. Di kota kecil itu langsung di-lockdown karena kasus corona meningkat dan statusnya naik menjadi zona merah. Penyebabnya karena pengunjung di kawasan wisata ziarah membludak sehingga terjadi kerumunan dan virus covid-19 makin menyebar.

Begitu pula dengan di Bogor. Terbentuk klaster corona baru karena 90 orang kena corona di sebuah kompleks perumahan di Bogor Barat. Wakil Walikota Bogor Dedie A Rachim bahkan menetapkannya sebagai keadian luar biasa (KLB) dan mengingatkan semua pihak untuk tetap waspada.

Dedie menambahkan, pemerintah sudah membuat kebijakan-kebijakan yang seharusnya diikuti oleh masyarakat, tetapi kesadaran masyarakat harus ditumbuhkan. Jangan sampai pemerintah bekerja sendiri dengan vaksinasi, tindakan yang promotif dan preventif tetapi diabaikan masyarakat dan akhirnya banyak yang kena corona. Dalam artian, salahs atu contoh pengabaian adalah banyak yang nekat untuk pulang kampung.

Padahal menurut Dedie, pelarangan mudik sebenarnya untuk masyarakat sendiri. Karena jika tidak ada yang pulang kampung dan mobilitas manusia rendah, kasus corona akan menurun, dan sekolah bisa dibuka lagi karena Bogor bisa turun status menjadi zona oranye atau bahkan hijau. Namun saat banyak yang bandel dan akhirnya kembali jadi zona merah, ibu-ibu pusing karena harus mengajar sekolah online setelah pembelajaran tatap muka batal.

Berkaca dari 2 kasus tersebut, masyarakat masih perlu ditertibkan lagi saat menghadapi pandemi. Jangan sampai ingin segera beraktivitas dengan normal tetapi tidak menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Misalnya memakai masker asal-asalan atau bahkan hanya dikenakan saat ada razia. Padahal harga masker sangat murah dan bisa didapatkan dengan mudah.

Protokol kesehatan yang harus ditaati juga tak hanya 3M tetapi juga 5M. Selain memakai masker, juga wajib mencuci tangan dan menjaga jarak. Jangan sampai karena sudah akrab lalu seenaknya cipika-cipiki, padahal dia seorang OTG. Pasti semua orang paham bahwa tidak boleh bersalaman secara langsung dan cukup untuk menyapa dari jarak jauh.

Selain itu, taati juga 2M yang lain, yakni menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas. Karena jika di dalam keramaian, masih banyak yang tak pakai masker atau dipakai tapi tak menutupi hidung, sehingga resiko penularan corona melalui droplet masih tinggi. Jangan keluar rumah kecuali untuk bekerja atau sekolah (jika sudah tatap muka), dan belanja bisa via online saja.

Semua ini wajib ditaati agar tidak terbentuk klaster corona baru. Jangan menggerutu karena demi keselamatan kita sendiri. Menaati protokol kesehatan tidak sesulit itu, dan sebenarnya selama setahun ini kita sudah terbiasa memakai masker ke mana-mana dan membawa hand sanitizer di dalam tas.

Untuk menghindar lonjakan kasus corona baru, maka semua orang harus disiplin menaati protokol kesehatan. Jangan lengah sedikitpun dan tetap taati aturan yang berlaku. Jika semua orang disiplin maka penularan corona akan terhenti dan pandemi bisa lekas berakhir.

)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih