Waspada Penyebaran Radikalisme di Lingkungan Pendidikan
Radikalisme sangat berbahaya dan bahkan sudah tersebar di lingkungan pendidikan. Kita wajib mewaspadainya dan berusaha agar paham tersebut tidak meracuni pikiran peserta didik maupun pengajar.
Kelompok radikal tak hanya menancapkan kukunya lewat kaderisasi secara langsung, tetapi juga secara halus. Bahkan mereka sudah mengincar lingkungan pesantren dan pendidikan, karena tahu bahwa generasi muda adalah sasaran empuk radikalisme. Hal ini tentu berbahaya karena merekalah calon pemimpin bangsa, tetapi malah dikotori pikirannya oleh radikalisme dan terorisme.
Bupati Jepara Dian Kristiandi menyatakan bahwa intoleransi dan radikalisme sudah masuk ke sekolah negeri maupun swasta. Ia memaparkan hasil dari sebuah lembaga survei bahwa 10% siswa teracuni oleh radikalisme. Angka ini tentu mengerikan karena bisa jadi yang terpengaruh radikalisme lebih banyak lagi, karena hasil survei tidak 100% akurat.
Bupati Dian melanjutkan, rata-rata para siswa terjebak radikalisme karena pengaruh media sosial. Ia menyarankan agar mereka minta saran dan pendapat dari guru jika memang tidak bisa mendebat ketika berhadapan dengan kelompok radikal. Dalam artian, kelompok radikal sudah masuk di media sosial dan mencari mangsa-mangsa baru, dan jangan sampai para murid menjadi korbannya.
Para murid memang sering mengakses media sosial karena mereka ingin eksis dan menunjukkan ketampanannya di dunia maya. Namun mereka perlu diperingatkan agar jangan mem-follow akun sembarangan karena bisa jadi dikelola oleh anggota kelompok radikal. Jika sudah terlanjur mengikutinya maka berbahaya karena bisa didekati, agar ditarik jadi kader radikal baru.
Selain murid, guru-gurunya juga patut diingatkan agar tidak terjebak radikalisme, terutama bagi mereka yang berstatus sebagai ASN. Sebagai abdi negara maka haram hukumnya jika menjadi anggota kelompok radikal, karena sama saja menjadi penghianat negara. Ancaman hukumannya mulai dari teguran keras hingga pemecatan. Hal ini wajar karena jika gurunya mengajar radikalisme maka banyak murid yang terpengaruh.
Radikalisme di lingkungan pesantren juga patut diwaspadai karena jangan sampai santri yang jadi calon ulama di masa depan malah jadi penceramah dengan isi pidato radikal. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggandeng Ikatan Pesantren Indonesia (IPI) untuk menanggulangi radikalisme dan terorisme. BNPT berharap peasntren menjadi garda terdepan dalam menangani radikalisme.
Kepala BNPT dan Ketua IPI optimis dengan adanya sinergi lembaga pemerintahan dan civil society ini, masyarakat khususnya generasi muda tidak terjebak dengan propaganda kelompok teror yang kerap menggunakan narasi keagamaan.
Dalam artian, jangan sampai agama disalahgunakan, karena seharusnya ia mengajarkan tentang perdamaian dan cinta kasih. Di dalam pesantren para santri belajar agama, oleh karena itu mereka wajib diajari tak hanya tata cara beribadah tetapi juga beragama dengan bijak dan penuh dengan rasa sayang.
Kelompok radikal dan teroris sering menyalahgunakan dan membuat narasi yang salah. Oleh karena itu jangan biarkan mereka masuk ke lingkungan pesantren. Semua orang mulai dari santri sampai ustad harus waspada. Penyebabnya karena radikalisme bisa masuk tak hanya lewat pertemuan langsung dengan anggota kelompok radikal, tetapi juga via dunia maya.
Pesantren adalah tempat suci untuk belajar dan mendekatkan diri kepada-Nya. Santri sebagai calon ulama di masa depan wajib belajar untuk moderasi beragama, agar mengajarkan dengan moderat dan penuh perdamaian. Penyebaran paham radikal di lingkungan sekolah dan pesantren harus diwaspadai. Jangan sampai di kedua tempat pendidikan tersebut malah teracuni oleh kelompok radikal. Semua orang mulai dari murid, guru, santri, dan ustad, harus bekerja sama dalam menangkal terorisme
Oleh : Muhammad Yasin
Penulis adalah kontributor Lingkar pers dan mahasiswa Cikini