Waspada Provokasi Golput Jelang Pilkada 2024
Oleh: Silvia AP )*
Menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak tanggal 27 November 2024, dinamika politik di Indonesia sangat dinamis. Berbagai isu terus bermunculan di platform media online media cetak dan media sosial. Salah satu isu yang kerap muncul dalam setiap ajang pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah adalah upaya provokasi untuk golongan putih (Golput) atau tidak menggunakan hak pilih.
Golput adalah istilah yang merujuk kepada orang-orang yang sengaja memilih untuk tidak memberikan suara dalam Pemilu. Pilihan ini sering kali dianggap sebagai bentuk protes terhadap proses politik yang dianggap tidak mencerminkan harapan rakyat. Namun, dalam konteks Pilkada, pilihan Golput bisa berdampak negatif terhadap keberlangsungan demokrasi dan masa depan pembangunan daerah. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk waspada terhadap segala bentuk provokasi yang mendorong golput.
Dalam konteks Pilkada, Golput bisa memiliki dampak yang signifikan terhadap hasil pemilihan. Ketika sebagian besar masyarakat memilih untuk Golput, kandidat yang terpilih mungkin tidak mencerminkan keinginan mayoritas penduduk dan bisa mengakibatkan pemerintahan tidak memiliki legitimasi kuat serta mengganggu proses pembangunan di daerah.
Selain itu, rendahnya partisipasi pemilih dapat mempengaruhi stabilitas politik di daerah. Dengan legitimasi yang lemah, pemerintahan terpilih berpotensi menghadapi tantangan yang lebih besar dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang efektif. Ketidakstabilan politik ini bisa berujung pada konflik sosial, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat itu sendiri.
Partisipasi aktif dalam Pilkada juga penting untuk memastikan bahwa pembangunan daerah berjalan dengan baik. Setiap suara yang diberikan dalam pemilihan berkontribusi pada penentuan pemimpin yang akan mengarahkan kebijakan-kebijakan penting di daerah, mulai dari pembangunan infrastruktur hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam setiap ajang pemilihan, selalu ada pihak-pihak yang berusaha untuk memengaruhi hasil Pemilu dengan berbagai cara, salah satunya melalui provokasi Golput. Provokasi ini bisa datang dari berbagai arah, baik dari kelompok-kelompok yang merasa tidak puas dengan sistem politik, maupun dari aktor-aktor politik yang memiliki agenda tersendiri.
Provokasi Golput sering kali dilakukan melalui kampanye-kampanye negatif yang meremehkan pentingnya pemilu dan menyebarkan pesimisme terhadap kandidat yang bertarung. Tujuannya adalah untuk membuat masyarakat merasa bahwa tidak ada gunanya memberikan suara, karena siapa pun yang terpilih tidak akan membawa perubahan yang berarti. Taktik ini sangat berbahaya, karena bisa memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi itu sendiri.
Media sosial juga menjadi salah satu sarana utama dalam penyebaran provokasi Golput. Dengan jangkauan yang luas dan kemampuan untuk menyebarkan informasi secara cepat, media sosial sering kali digunakan untuk menyebarkan narasi-narasi yang meremehkan pemilu.
Selain itu, provokasi Golput juga bisa digunakan sebagai taktik politik oleh kelompok-kelompok yang merasa tidak memiliki peluang untuk memenangkan pemilihan. Dengan mendorong Golput, kelompok berharap dapat mengurangi legitimasi kandidat yang terpilih dan menciptakan ketidakstabilan politik. Taktik ini sangat merugikan proses demokrasi, karena mengabaikan pentingnya partisipasi aktif dalam Pemilu sebagai sarana untuk menyuarakan aspirasi rakyat.
Untuk mengatasi provokasi Golput, kesadaran masyarakat akan pentingnya partisipasi politik harus ditingkatkan. Setiap individu memiliki peran penting dalam menentukan masa depan daerahnya melalui hak pilih yang dimiliki. Dengan memberikan suara, masyarakat dapat memastikan bahwa calon pemimpin yang terpilih adalah orang yang memiliki visi dan misi yang sesuai dengan kebutuhan daerah.
Komisioner KPUD DKI Jakarta, Astri Megatari, mengungkapkan pihaknya optimistis warga DKI Jakarta kini cerdas, kritis, dan dapat menilai ketiga paslon dengan pikiran dan pandangan yang terbuka. Terlebih, dia mengatakan bahwa warga DKI Jakarta juga melek digital sehingga semakin kritis dalam menentukan pilihannya.
Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat adalah melalui pendidikan politik yang lebih baik. Pendidikan politik harus dimulai sejak dini, baik di lingkungan sekolah maupun di komunitas-komunitas masyarakat. Melalui pendidikan politik, masyarakat dapat memahami pentingnya proses pemilu dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.
Selain itu, media juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat. Media harus menyajikan informasi yang objektif dan mendidik tentang pentingnya Pemilu dan partisipasi politik. Dengan demikian, masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh kampanye-kampanye negatif yang mendorong Golput.
Pengawasan terhadap kampanye politik juga harus lebih diperketat, terutama yang dilakukan di media sosial. Saat ini, banyak kampanye hitam yang menyebarkan informasi palsu untuk mendorong Golput. Pengawasan yang lebih ketat terhadap kampanye semacam ini dapat membantu mengurangi pengaruh negatifnya terhadap masyarakat.
Sekretaris MUI Kota Serang KH Amas Tadjuddin mengatakan, masyarakat wajib menentukan pilihan calon pemimpinnya pada Pilkada, karena MUI berfatwa tidak boleh ada Golput. Pihaknya menyatakan harus menjaga netralitas dan marwah MUI secara kelembagaan. Amas juga mengajak kepada seluruh masyarakat Kota Serang untuk menjaga kerukunan, sehingga Pilkada Kota Serang yang bakal digelar pada Rabu 27 November 2024 berlangsung damai.
Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait juga perlu aktif dalam menyosialisasikan pentingnya partisipasi dalam Pilkada. Kampanye-kampanye yang mendorong masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya harus lebih intensif dilakukan, terutama di daerah-daerah yang memiliki tingkat partisipasi pemilih yang rendah. Kampanye ini harus mencakup semua lapisan masyarakat, mulai dari pemilih muda hingga pemilih lanjut usia, untuk memastikan bahwa semua kelompok masyarakat terlibat dalam proses demokrasi.
)* Penulis adalah tim redaksi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Ideas