Waspada Provokasi KAMI Membenturkan Buruh vs Pemerintah
Oleh : Dea Ramadhani )*
Pernyataan KAMI yang mendukung demo buruh memperlihatkan langkah mereka untuk terus memprovokasi rakyat. Mumpung isu penolakan omnibus law sedang panas, mereka ikut aji mumpung dan menyatakan pro buruh. Padahal yang ada adalah adu domba antara buruh dengan pemerintah.
KAMI melalui presidiumnya, Gatot Nurmantyo, menyatakan dukungannya kepada para buruh untuk berdemo. Dalam pernyataan resminya, KAMI mendukung langkah konstitusional buruh untuk mogok massal tanggal 6-8 oktober. Selain itu, mereka juga ikut mengecam omnibus law yang dianggap merugikan rakyat.
Namun para buruh jangan senang dulu dengan dukungan KAMI, karena ini hanya permainan politik. Di mana buruh sengaja dibenturkan dengan pemerintah. KAMI paham mayoritas warga negara Indonesia adalah buruh, baik kerah putih maupun kerah biru. Ketika pekerja bergolak, saatnya memanasi mereka untuk terus menentang pemerintah.
Kenyataannya, tak semua buruh mendukung mogok massal dan demo menentang omnibus law. Namun bisa jadi ada provokator KAMI yang menghasut mereka untuk melakukan unjuk rasa. Ketika semua terpengaruh, maka organisasi itu tinggal terbahak, karena pemerintah bsa disudutkan oleh rakyatnya.
Pembentukan KAMI memang disengaja untuk membuat masyarakat membenci pemerintah yang sekarang. Karena organisasi ini memang selalu mencari muka dan menemukan cara agar menarik simpati masyarakat, dengan berpura-pura ikut menderita bersama rakyat. Padahal tujuan utamanya adalah mengincar kursi RI-1 tahun 20204.
Menurut penulis sekaligus aktivis Denny Siregar, KAMI memang sengaja menunggangi aksi buruh. Ia juga bertanya, kepada siapa harus memihak? Maksudnya, kepada KAMI atau pihak lain. Kredibilitas KAMI pun dipertanyakan oleh Denny. Dalam artian, mereka ingin menyelamatkan atau menghancurkan Indonesia dan jadi provokator?
Modus KAMI untuk mendukung para buruh adalah memprovokasi mereka untuk melawan pemerintah yang dianggap kurang adil. Setelah menyatakan dukungan untuk buruh dan berhasil mendapat simpati masyarakat, mereka senang karena akhirnya rakyat berbalik. Dari yang sebelumnya pro pemerintah menjadi benci seketika.
Padahal KAMI hanya numpang beken dalam aksi buruh, agar mendapat publisitas. Nyatanya, mereka memanfaatkan momen demo itu agar demo makin membara dan jumlah pekerja yang unjuk rasa semakin banyak. Jika aksi long march dilakukan 3 hari berturut-turut, maka massa diperkirakan bisa mengamuk dan merangsek sampai ke gedung MPR.
Jika para buruh sudah mulai panas dan melakukan tindakan anarki, maka provokator tinggal disusupkan ke tengah-tengah. Skenarionya, mereka membuat massa makin mengamuk dan menyebutkan kesalahan pemerintah. Diperkirakan akan ada demo seperti tahun 1998 yang berhasil menumbangkan rezim orde baru dan sekarang ada rencana penggulingan kursi kekuasaan.
Pada awalnya, langkah KAMI untuk membuat rakyat membenci pemerintah adalah dengan membuat 8 tuntutan dan memaksa ada pemakzulan. Namun ketika gagal, mereka mendapat jalan ketika ada demo buruh. KAMI malah merasa senang karena tak perlu mengotori tangan untuk meneruskan program ganti presiden.
Buruh jangan mau dimanfaatkan oleh KAMI yang mempengaruhi mereka, agar terus membenci pemerintah. Karena kenyataannya, justru para rakyat kecil yang berdemo, dijadikan perpanjangan tangan untuk mengambil kursi presiden. KAMI tinggal memberi dukungan lalu mencuci tangan, dan memetik hasilnya untuk berkuasa.
Apa yang didapat oleh para buruh? Tidak ada sama sekali. Justru KAMI yang tertawa karena skenarionya berhasil. Padahal mereka hanya menang di umur, sedangkan pemimpin yang sudah tua biasanya kurang inovatif. Apa mau Indonesia dipimpin lagi oleh kaum konservatif? Bisa-bisa kita makin terjungkal dalam resesi, karena tidak ada pembaharuan dalam manajemen negara.
Oleh karena itu, jangan mudah tersulut oleh provokasi KAMI. Apalagi berdemo hanya untuk ikut-ikutan, sebagai bentuk solidaritas. Karena seharusnya kita membaca draft omnibus law baik-baik dan membatalkan niatan berdemo. Sehingga KAMI gigit jari dan gagal mengadu antara buruh dengan pemerintah.
)* Penulis aktif dalam Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini