Waspada Provokasi OPM di Media Sosial
Oleh : Rebecca Marian )*
Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyalahgunakan media sosial untuk memprovokasi masyarakat, baik yang berada di Papua maupun di luar Papua. Rakyat Indonesia, terutama yang bermukim di Bumi Cendrawasih, wajib mewaspadai manuver OPM di Medsos karena rentan menyebarkan hoaks dan fitnah.
Media sosial amat digemari di Indonesia karena masyarakat bisa mengekspresikan perasaannya, baik melalui status maupun foto. Begitu juga di Papua, rakyatnya juga banyak yang memiliki akun media sosial dan di sana jaringan internetnya sudah cukup bagus. Namun sayang keberadaan media sosial malah disalahgunakan oleh OPM untuk memfitnah pemerintah dan memprovokasi warga Papua agar mereka ikut membelot.
Di media sosial Instagram terdapat tanda pagar (hashtag) #Papuamerdeka. Hal ini amat mengejutkan karena menunjukkan bahwa ada yang membuat hashtag ini dan pelakunya pasti OPM, yang sejak puluhan tahun lalu ingin membuat Republik Federal Papua Barat. Mereka sengaja membuatnya dan memprovokasi masyarakat agar tidak memiliki rasa nasionalisme ke Indonesia dan mengajak agar sama-sama memberontak.
Bupati Manokwari Hermus Indou menyatakan bahwa masyarakat jangan mudah terpengaruh oleh provokasi yang dibuat oleh OPM. Terutama provokasi mengenai isu rasisme dan isu lainnya. Dalam artian, OPM berbuat licik dengan membuat konten-konten yang sengaja mengobarkan api di hati masyarakat Papua dan mengajak mereka untuk memerdekakan diri.
Sayangnya, masih ada kalangan masyarakat di Bumi Cendrawasih yang mudah terpengaruh oleh hoaks dan provokasi di media sosial. Biasanya mereka dari kaum tua yang baru saja bisa mengoperasikan smartphone lalu menganggap semua berita benar adanya. Padahal yang ia baca hanya konten hoaks dan propaganda yang dibuat oleh OPM.
Salah satu konten yang dibuat oleh OPM adalah isu rasisme dan dari tahun ke tahun, mereka selalu menggunakannya sebagai senjata. Dikatakan bahwa pemerintah pusat sangat rasis dan ingin membasmi ras Melanesia yang terdapat di Papua. Buktinya adalah jumlah aparat keamanan yang ditingkatkan di Papua.
Padahal hoaks tersebut salah besar karena tidak ada program pemberantasan ras tertentu, karena jelas melanggar hak asasi manusia (HAM). Jika ada aparat di Papua maka mereka hadir untuk mengamankan masyarakat dari gangguan OPM dan KST (Kelompok Separatis dan Teroris). Tidak untuk tujuan lain yang negatif.
OPM tidak suka jika aparat keamanan ditambah terus personelnya, oleh karena itu mereka mengembuskan isu tersebut agar masyarakat ikut-ikutan membencinya. Oleh karena itu rakyat Papua jangan mudah percaya akan propaganda dan hoaks, dan membacanya dengan kepala dingin. Tidak mungkin pemerintah pusat berbuat melebihi batas dan mengedepankan isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).
Hoaks lain yang diembuskan oleh OPM adalah pernyataan dari Selpius Bobbi bahwa tidak ada masa depan di Papua. Padahal masyarakat Papua sudah paham bahwa ada banyak sekali pembangunan infrastruktur di Bumi Cendrawasih, seperti Bandara Internasional Sentani dan Jalan Trans Papua, yang sangat berguna bagi masyarakat mereka.
Selpius Bobbi yang merupakan anggota veteran OPM menyebutkan ‘tak ada masa depan’ karena ia sudah putus asa dalam upaya pembelotan. Hal ini terjadi karena ada pemekaran provinsi, di mana jumlah provinsi ditambah dan jumlah aparat ditambah juga. Ruang geraknya makin terbatas dan ia terdesak, lalu melontarkan pernyataan sinis seperti itu.
Masyarakat Papua perlu memberi pengertian kepada mereka yang masih percaya hoaks, bahwa yang dikatakan oleh OPM itu salah besar. Propaganda sengaja dibuat agar memecah-belah pedamaian di Bumi Cendrawasih. Jangan mudah percaya akan suatu konten di media sosial sebelum mengecek kebenarannya.
Selain itu, OPM juga mempermasalahkan ketika ada Lyodra Ginting yang bernyanyi di acara tujuh belasan di Istana. Ia mengatakan Papua, merdeka! Merdeka dalam konteks Indonesia merdeka. Bukannya mendukung agar Papua merdeka. Hal ini malah dijadikan hoaks, seolah-olah ia mendukung kemerdekaan Papua di hadapan Presiden Jokowi, padahal salah besar.
OPM berani membuat berbagai hoaks karena mereka juga mendapat dukungan dari oknum negara lain yang sama-sama berasal dari ras Melanesia. Seharusnya negara lain tidak mendukung OPM dan tidak mencampuri urusan internal Indonesia. Mereka sudah melanggar batas dan seharusnya disemprit oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi bagaimana cerdas berliterasi di media sosial. Tujuannya agar tidak ada lagi orang awam yang terpengaruh akan hoaks-hoaks yang bertebaran, baik di Instagram maupun media sosial lain. Mereka akan paham bahwa hoaks tersebut hanya buatan dari OPM yang ingin agar Papua merdeka, padahal rakyat Papua sangat cinta Indonesia.
Masyarakat, terutama yang bermukim di Papua, wajib untuk mewaspadai provokasi yang dibuat oleh OPM di media sosial (kebanyakan di Instagram). Jangan sampai malah terpengaruh dan ikut-ikutan membelot. Ingatlah bahwa OPM selalu mencari celah agar mendapatkan dukungan dari rakyat. Padahal merekalah yang salah karena ingin memerdekakan diri dan melanggar peraturan.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute