Waspada Provokasi, Rajut Kembali Persatuan dan Kedamaian di Papua
Oleh : Rebecca Marian )*
Kerusuhan antara ormas dan Mahasiswa asal Papua yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur ternyata berdampak pada keamanan di Papua secara umum. Beragam provokasi melalui sosial media ternyata mampu menghipnotis massa aksi yang awalnya berjalan damai namun berakhir dengan blokade jalan dan pembakaran gedungg DPRD.
Selain imbas dari video yang viral di sosial media, kerusuhan yang terjadi diduga merupakan campur tangan dari kelompok bersenjata politik yang tidak senang dengan kemajuan Papua.
Dalam artian kelompok tersebut merasa cemas karena pemerintah pusat telah berupaya untuk melakukan pembangunan infrastruktur demi memajukan Indonesia Timur khususnya di Bumi Cenderawasih.
Ribuan massa yang turun ke jalan dalam kerusuhan tersebut, nyatanya tampak beberapa peserta yang mengibarkan bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM). Melalui video amatir yang beredar, kendaraan yang berada di dalam lingkungan Gedung DPRD juga tak luput dari bulan – bulanan massa yang mengamuk.
Kericuhan pun senantiasa tak terbendung, ketika gelombang aksi ribuan massa di Manokwari yang merasa tersinggung dengan pernyataan rasisme oknum warga Surabaya. Aksi blokade jalan merembet pada pembakaran sejumlah pertokoan milik pendatang.
Moeldoko selaku Kepala Staf Kepresidenan mengungkapkan bahwa kelompok bersenjata tersebut tidak ingin Papua menjadi wilayah yangg maju, sehingga mereka sering mengganggu stabilitas keamanan di Papua, Mulai dari serangan di Nduga Papua sampai pada kerusuhan yang melanda sejumlah wilayah di Papua Barat.
Kelompok bersenjata tersebut merasa memiliki wahana permainan sendiri ketika kerusuhan di Papua, dipandang sebagai momen yang tepat untuk mengibarkan bendera bintang kejora. Namun ternyata dengan kesadaran penuh masyarakat tidak terjebak masuk dalam skenario mereka.
Pada kesempatan berbeda, Gubernur Papua Lukas Enembe menegaskan bahwa Papua merupakan bagian dari Indonesia. Hal itu akan terus berlanjut hingga nanti.
Setelah melakukan ramah tamah di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rombongan Gubernur Papua dan Gubernur Jawa Timur, mengunjungi asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan No. 10 Surabaya.
Namun sesampainya di lokasi tersebut, kedatangan rombongan mendapatkan penolakan dari Mahasiswa Papua. Bahkan para penghuni meneriakkan “Lepas Garuda”. Mereka juga menggaungkan untuk “Papua Merdeka”
Lukas menilai bahwa penolakan tersebut lantaran tidak ada koordinasi saat akan berkunjung ke sana. Ia juga berencana akan menjadwal ulang untuk kunjungan ke asrama Mahasiswa Papua di Surabaya. Karena penolakan juga terjadi kepada para staff Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat.
Ia juga mengatakan kalau kunjungannya ke asrama Mahasiswa Papua di Surabaya juga melibatkan orang tua beberapa Mahasiswa. Tapi, upaya tersebut rupanya tidak berhasil. Dia melihat, para mahasiswa terlalu emosi dengan banyaknya rombongan yang mendatanginya.
Meski terdapat spanduk yang membentang meminta referendum, Lukas menegaskan hal tersebut merupakan ranah Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara. Pihaknya juga telah melaporkan hal tersebut kepada Presiden Jokowi.
Permasalahan terkait Papua tentu merupakan masalah yang serius, dalam menyelesaikan masalah tersebut tentu membutuhkan pendekatan kultural yang melibatkan masyarakat Papua, dan semua masyarakat Indonesia harus berperan aktif dalam menyelesaikan masalah Papua.
Kita memiliki peran untuk tidak bertindak rasis agar masyarakat Papua dapat merasakan bahwa mereka adalah bagian integral dari masyarakat dan bangsa Indonesia.
Namun akan menjadi hal yang sebaliknya apabila segala bentuk stigma, diskriminasi dan kekerasan terhadap masyarakat Papua hanya akan melahirkan lingkaran kekerasan dan kebencian, dan sudah pasti akan melukai rasa kemanusiaan.
Kita tentu sepakat bahwa kekerasan, diskriminasi dan sikap rasis bukanlah jati diri masyarakat Indonesia. Penyelesaian masalah ini tentu tidak hanya dengan penegakkan hukum saja.
Tentu langkah mudah yang bisa kita lakukan adalah dengan menyampaikan pesan perdamaian melalui lini masa sosial media yang kita miliki, tak ada salahnya juga untuk kembali menggaungkan tagar #PapuaUntukNKRI.
Pesan perdamaian tersebut tentu akan menjadi salah satu langkah kita dalam mengubur berita hoax nan provokatif terhadap kasus rasisme tersebut.
Semangat persatuan juga harus kita junjung demi terwujudnya NKRI yang semakin solid, jangan sampai isu rasisme ini menjadi tunggangan pihak ketiga yang ingin menyerukan gerakan separatis.
)* Penulis adalah Mahasiswi Papua, tinggal di Jakarta