Waspadai Hoaks Demi Ciptakan Pemilu Adil dan Damai
Oleh : Aditya Anggara )*
Mewaspadai hoaks (informasi palsu atau tidak benar yang disebarkan dengan maksud menyesatkan) jelang pemilu sangat penting untuk menjaga integritas pemilu dan mendukung proses demokrasi yang sehat. Hoaks dapat mempengaruhi pemilih dengan cara yang salah atau memperburuk pemahaman publik tentang isu-isu politik dan juga calon peserta pemilihan umum. Sehingga hal ini dapat mengubah cara orang untuk memilih. Selain itu, penyebaran hoaks sering kali meningkatkan polarisasi politik dengan memperkuat keyakinan dan pandangan yang ekstrem. Hal ini tentunya berpotensi dapat menyebabkan konflik dan ketegangan dalam masyarakat.
Dampak negatif lain dari hoaks adalah dapat merusak integritas pemilu dengan menimbulkan keraguan terhadap keabsahan hasil pemilu. Orang mungkin merasa bahwa hasil pemilu telah dimanipulasi. Selain itu, hoaks dapat mengganggu proses pemilu dengan menyebabkan kebingungan, konflik, dan juga ketidakpercayaan pada lembaga-lembaga penyelenggara pemilu. Dalam kasus yang ekstrem, hoaks yang tersebar luas dapat menyebabkan konflik fisik dan kerusuhan, terutama jika emosi berkobar di antara pendukung kandidat yang berbeda.
Menghindari hoaks dan berkontribusi dalam menciptakan pemilu yang adil dan damai adalah tanggung jawab bersama. Masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam mewaspadai hoaks selama pemilu. Mewaspadai hoaks merupakan tugas bersama untuk memastikan bahwa pemilihan berjalan dengan aman dan integritas serta pemilih dapat membuat keputusan atau informasi yang benar.
Dalam mewujudkan pemilu damai 2024, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah membentuk Satuan Tugas Anti Hoaks (Satgas Anti Hoaks). Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi menjelaskan Satgas Anti Hoaks nantinya akan memberikan penjelasan mengenai berita-berita palsu kepada masyarakat. Langkah tersebut dilakukan untuk memudahkan masyarakat dalam menangkap verifikasi berita palsu yang dilakukan, seluruh informasi keliru, baik itu hoaks, disinformasi, maupun misinformasi, akan dilabeli dengan stampel hoaks.
Penyebaran hoaks selama pemilu dapat menciptakan ketidakpercayaan terhadap proses pemilihan dan juga lembaga penyelenggara pemilu. Hal ini tentunya dapat merusak fondasi dari demokrasi itu sendiri. Sehingga pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir penyebaran hoaks atau berita palsu agar pelaksanaan pemilu dapat berjalan dengan kondusif dan damai.
Selain itu, masyarakat juga dapat berperan aktif dalam mendukung pemilu yang damai dengan berpartisipasi dalam diskusi politik yang sehat dan menjaga dialog yang sopan, meskipun memiliki pandangan politik yang berbeda. Dengan kewaspadaan dan kerjasama dari seluruh masyarakat, dapat membantu mencegah dampak negatif hoaks selama pemilu dan menjaga proses pemilu yang bersih dan adil.
Untuk mencegah dampak negatif hoaks selama pemilu dan menjaga proses pemilu yang bersih dan adil, diharapkan kepada seluruh masyarakat sebelum menyebarkan informasi, pastikan untuk memeriksa kebenaran dan keaslian informasi tersebut. Selain itu, diharapkan menggunakan sumber berita yang terpercaya, apabila menemukan berita hoaks, laporkan kepada platform media sosial atau situs web fakta yang relevan, dan dorong orang lain untuk melaporkannya juga.
Selain itu, masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam kampanye politik yang bersifat positif dan konstruktif. Serta fokus pada isu-isu yang sebenarnya dan bukan melakukan serangan pribadi. Berpartisipasi dalam kampanye yang positif bertujuan untuk memerangi hoaks dan menyebarkan informasi yang benar selama masa pemilu.
Berita hoaks jelang pelaksanaan pemilu dapat menjadi salah satu faktor yang berkontribusi pada polarisasi dalam masyarakat. Polarisasi politik adalah suatu kondisi di mana pandangan, sikap, dan pilihan politik masyarakat terpecah menjadi dua kelompok atau lebih yang sangat berlawanan dan bertentangan.
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Rahmat Bagja mengatakan hoaks atau berita bohong merupakan variabel titik rawan dalam pemilu dan pemilihan yang tidak terhindarkan di masa digitalisasi. Dampak penyebaran hoaks utamanya adalah polarisasi di masyarakat. Untuk mencegah polarisasi, Bagja mengajak masyarakat untuk lebih mewaspadai penyebaran hoaks. Karena selain dapat menyebabkan polarisasi di tengah masyarakat, hoaks juga dapat memberikan dampak lain, seperti kredibilitas dan integritas penyelenggara pemilu yang dapat menurun.
Polarisasi politik yang parah dapat mengganggu proses politik, mempersulit kompromi, dan berdampak negatif pada stabilitas sosial. Oleh karena itu, penting untuk mewaspadai hoaks dan berusaha memerangi penyebaran informasi palsu agar tidak memperburuk polarisasi dalam masyarakat. Hal ini melibatkan edukasi masyarakat tentang literasi media, pemahaman kritis, dan keterbukaan terhadap pandangan yang berbeda, serta mendukung sumber-sumber berita yang dapat dipercaya dan profesional.
Pada pemilu 2024 mendatang, yang sekarang ini tahapannya sudah berlangsung, fenomena yang sama besar kemungkinan akan kembali terjadi. Partai politik, politikus, pendukung kandidat, dan masyarakat berpotensi terpapar ataupun ikut memproduksi disinformasi untuk beragam tujuan. Hal ini seperti menyerang kandidat tertentu, kredibilitas penyelenggara pemilu, atau proses pemilu itu sendiri.
Maka dari itu, untuk mencegah penyebaran hoaks selama pemilu memerlukan kerja sama dari seluruh elemen masyarakat, media, pemerintah, dan platform media sosial. Dengan upaya bersama, kita dapat menjaga integritas proses pemilu dan memastikan pemilu yang bersih dan adil. Selain itu, menciptakan pemilu yang damai juga memerlukan upaya bersama. Dengan edukasi, kewaspadaan, dan tanggung jawab bersama, kita dapat membantu mencegah penyebaran hoaks dan memastikan proses pemilu yang lebih adil dan demokratis.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara