Waspadai Penyebaran Radikalisme di Media Sosial
Oleh : Eva Kalyna Audrey )*
Media Sosial diduga masih menjadi inkubator radikalisme, sehingga perlu untuk terus diwaspadai masyarakat khususnya menjelang Pemilu 2024. Dengan adanya kewaspadaan semua pihak, Pemilu diharapkan dapat berjalan aman dan lancar dan radikalisme dapat ditekan
Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri telah menangkap satu tersangka teroris berinisial DE di Kawasan Bekasi, Jawa Barat. DE ditangkap di Jalan Raya Bulak Sentul, RT 07/RW 027, Harapan Jaya, Bekasi Utara. Setelah diselidiki DE ternayat adalah karyawan BUMN PT KAI.
Berdasarkan hasil pendalaman Tim Densus 88 Polri, DE diketahui merupakan pendukung Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS). DE bahkan juga aktif dalam melakukan propaganda jihad melalui media sosialnya dengan cara memberikan motivasi untuk berjihad dan menyerukan agar bersatu dalam tujuan jihad melalui laman facebooknya.
DE juga tergabung dalam grup media sosial Telegram bernama BELL4J4R PEDUL1 MUH4JIR. Grup tersebut merupakan grup penggalangan dana, di mana DE diketahui menjadi admin dan pembuat beberapa chanel atau saluran Telegram ‘Arsip Film Dokumenter dan Breaking News’ yang merupakan channel perkembangan teror global yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Tidak hanya aktif bermedia sosial, DE juga memiliki senjata api rakitan dan bendera ISIS yang didominasi berwarna hitam dengan tulisan berbahasa Arab. Selain itu, ditemukan pula beberapa barang seperti buku tebal, satu buah laptop, sejumlah ponsel dan kamera yang diduga menjadi alat untuk melakuka propaganda di media sosial. Selain mengamankan barang-barang tersebut, penyidik Densus 88 juga menyita sejumlah barang bukti, yakni satu buah dompet berwarna biru dongker dan KTP atas nama DE.
Terkait penangkapan tersebut, PT KAI mengaku siap untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum atas penangkapan pegawainya yang menjadi tersangka teroris. PT KAI juga menghargai proses hukum yang sedang berjalan serta akan mendukung berbagai upaya dalam memberantas terorisme. Dalam kasus ini, PT KAI tidak akan memberikan toleransi akan tindakan yang bertentangan dengan hukum, terlebih pada kasus terorisme.
PT KAI juga telah berkomitmen untuk turut memberantas kejahatan terorisme di lingkungan perusahaan dengan terus mengingatkan seluruh jajaran mengenai integritas dan nasionalisme, serta melakukan peningkatan pengawasan oleh fungsi terkait.
Kabag Ops Densus 88 Antiteror Polri Komisaris Besar Aswin Siregar dalam kesempatan konferensi persnya mengatakan, pada 2014, DE pertama kali menyatakan baiat kepada amir ISIS. Sejak saat itu pria berusia 28 tahun tersebut semakin serius dalam mempersiapkan diri untuk berjihad. DE berlatih dan mengumpulkan barang-barang terkait dengan rencana jihadnya.
DE ternyata juga pernah bergabung dalam kelompok Mujahidin Indonesia Barat (MIB). Hal tersebut terjadi pada 13 tahun silam. Setelah MIB bubar, DE kemudian aktif dan berbaiat ke ISIS pada 2014. Diketahui DE berbaiat kepada ISIS sebelum bekerja sebagai karyawan PT KAI, sedangan DE menjadi karyawan PT KAI sejak 2016.
Aswin juga menerangkan bahwa DE memiliki semangat untuk melakukan tindak pidana terorisme dengan berencana melakukan penyerangan kepada petugas di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok pada Mei 2018 guna membebaskan para narapidana terorisme (napiter). Setelah itu, DE melakukan latihan-latihan untuk bisa melancarkan aksi terorisme. Selain menyerang polisi, DE juga disebut hendak menyerang markas TNI. Pemikiran DE juga terpengaruh oleh film pertempuran ghuwairan (pembebasan napiter di Syam) terkait aksi terorisme.
Pihak kepolisian juga telah mengamankan 16 pucuk senjata dalam penangkapan DE. Senjata yang diamankan tersebut merupakan senjata jenis pabrikan dan senjata rakitan. Tercatat ada 11 senjata laras pendek dan 5 senjata laras panjang. Selain itu, aparat kepolisian juga mengamankan sejumlah magasin beserta amunisinya.
Direktur Utama PT KAI Didiek Hartyanto menyebutkan bahwa DE merupakan juru langsir di stasius Jakarta Kota. Dia menyatakan PT KAI sudah berupaya maksimal untuk mendeteksi sejak dini potensi terorisme, salah satunya adalah melalui kerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Penangkapan terhadap DE tentu menjadi bukti bahwa pelaku terorisme masih ada di masyarakat, sehingga sudah sepatutnya kita semua bersikap waspada secara proporsional. Apalagi bahaya terorisme serta penyebaran paham radikal masih berkeliaran di sekitar kita.
Pemerintah juga harus lebih selektif dalam menseleksi pegawai, baik untuk ASN ataupun pegawai di BUMN. Screening akan sikap nasionalisme calon pegawai jelas diperlukan agar lingkukan ASN bersih dari virus radikalisme.
Kewaspadaan terhadap penyebaran Radikalisme harus terus dijaga, meskipun organisasi berpaham radikal telah dibubarkan, bukan berarti paham radikal turut lenyap, justru mereka yang berpaham radikal bisa memilih untuk bergabung dengan organisasi radikal lainnya sehingga membuat paham radikal bisa menyasar siapa saja.
)* Penulis merupakan kontributor pada Lembaga Lintas Nusamedia