Wujudkan Kedamaian di Papua jelang Natal dan Tahun Baru
Oleh : Abner Wanggai )*
Papua adalah wilayah dengan keberagaman suku dan agama. Jelang hari raya Natal yang dirayakan dengan sukacita oleh umat kristiani, masyarakat diminta untuk mewujudkan perdamaian. Juga tidak termakan oleh hoax yang mengobarkan permusuhan. Karena di wilayah yang multi-agama, akan lebih indah jika tidak ada bentrokan antar umat.
Bulan desember sangat dinanti oleh umat kristiani, karena mereka merayakan hari raya Natal tanggal 25. Di hari raya itu, jadi ajang berkumpul dengan keluarga dan sahabat. Sambil menikmati hidangan dan minuman, mereka berbahagia, karena bisa jadi hanya sekali setahun bertemu dengan saudara. Juga menyambut tahun baru dengan gembira.
Keriaan Natal tidak boleh teracuni oleh kekacauan. Di Papua memang masyarakatnya mayoritas beragama kristen. Namun juga ada penduduk yang beragama lain. Sebenarnya mereka sadar bahwa perbedaan itu indah dan tetap menghormati hari raya masing-masing. Namun sayang ada oknum yang ingin menyulut kekacauan dan menebar hoax, agar ada perpecahan antar umat di Papua.
Henry Dosenaen, sekretaris Daerah Papua menghimbau agar masyarakat menjaga keutuhan dan kedamaian jelang hari raya Natal. Sebelum tanggal 25 desember, aktivitas masyarakat lebih tinggi. Sehingga mereka tak boleh lalai dan akhirnya termakan oleh berita palsu dan akhirnya mengacaukan situasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Memang biasanya jelang Natal penduduk lebih intens berbelanja bahan makanan, untuk persiapan hari raya. Mereka juga mendekor rumah dengan pernak-pernik dan mendirikan pohon Natal yang dihias cantik. Juga bersiap merayakan pergantian tahun dengan mengundang keluarga. Alangkah indahnya jika dalam suasana riang ini, tidak ada yang heboh karena ada hoax yang meresahkan.
Hoax yang paling santer adalah kabar tentang warga di Kabupaten Nduga yang terpaksa Natalan di dalam hutan, karena mereka mengungsi akibat ada peperangan. Padahal kenyataannya, mereka baik-baik saja. Berita palsu ini sengaja diembuskan oleh kelompok separatis, karena mereka ingin mengobarkan permusuhan antara warga sipil dengan aparat.
Kelompok separatis memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dan mau mengadu domba antara rakyat asli Papua dengan aparat. Padahal polisi dan tentara adalah sahabat rakyat dan tidak mungkin mengusir warga. Justru keberadaan mereka di Nduga dan daerah lain adalah untuk menjaga perdamaian dan bersiaga dari serangan kelompok separatis.
Ketika hoax beredar ke publik, maka masyarakat yang tinggal di luar Papua juga bisa membacanya. Mereka diharap tidak ikut termakan berita palsu tersebut, dan percaya pada pemerintah daerah dan aparat yang menjaga Papua dengan sepenuh hati. Kedamaian di Papua tidak mungkin dirusak oleh sekelompok oknum separatis.
Tony Wanggai, Ketua Wilayah Pengurus MUI Papua juga berharap hari raya Natal di Bumi Cendrawasih dirayakan dengan aman dan damai. Ia juga mengajak semua kelompok dan lembaga keagamaan untuk menjaga situasi agar selalu kondusif. Karena masyarakat bisa merayakan Natal dengan aman, jika tidak ada perpecahan antar umat.
Walau di Papua ada penduduk yang tidak merayakan Natal karena bukan umat kristiani, namun mereka tetap menghormati hari raya tersebut. Mereka menjalankan amanat dari Tony Wanggai untuk menjaga perdamaian di Bumi Cendrawasih. Caranya dengan mengucapkan selamat dan tetap bersahabat, meski berbeda agama.
Perdamaian di Papua memang wajib dijaga agar tidak ada perpecahan antar umat. Karena masyarakat tentu menjega filosofi bhinneka tunggal ika, berbeda-beda namun tetap satu jua. Indonesia adalah negara multikultural dan multi-agama. Begitu juga di Papua.
Sehingga perbedaan ini bukan untuk dipermasalahkan.
Mari rayakan hari raya Natal dan menanti tahun baru dengan damai dan penuh kasih. Tidak ada lagi hoax yang beredar untuk memecah perdamaian antar umat dan membentrokkan antara masyarakat dengan aparat. Warga sipil bisa menikmati suasana Natal yang harmonis dan mereka merayakannya tanpa kendala.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta