Polemik Politik

Ironi Kampanye Hitam Emak – Emak Karawang

Oleh : Dodik Prasetyo )*

Sebelumya sempat beredar di media sosial mengenai sosialisasi dua perempuan yang berkampanye dari pintu ke pintu. Keduanya berkampanye dari pintu ke pintu dan menyampaikan kepada warga sejumlah hal yang akan terjadi apabila Capres nomor 01 Joko Widodo menang dalam pilpres. Video tersebut disampaikan dalam bahasa sunda.

            “Lamun Jokowi dua periode moal aya deui sora azan, moal aya budak ngaji, moal aya deui nu make tieung. Awewe jeung awewe meunang kawin, lalaki jeung lalaki meunang kawin,” ucap perempuan dalam video tersebut.

            Artinya, “Jika Jokowi dua periode tak akan ada lagi suara adzan, tak ada lagi anak – anak mengaji, tak ada lagi yang memakai kerudung, perempuan dan perempuan boleh kawin, lelaki dan lelaki boleh kawin.”

            Aksi ibu – ibu ini direkam dan diedarkan oleh pengguna twitter dengan nama akun @citrawida5. Video itu diduga dibuat pada 13 Februari 2019. Pada video itu terlihat alamat rumah Perumahan Gading Elok 1, Blok 014 nomor 12A, RT 004 RW 029, Karawang. Dalam video itu ibu – ibu door to door mempengaruhi warga agar tidak memilih paslon nomor urut 01 karena alasan yang mengada – ada. Memang Jokowi sangat sering mendapatkan fitnah berbau SARA. Salah satu contohnya adalah Jokowi keturunan PKI.

            Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) meminta pihak kepolisian untuk segera mengungkap aktor utama penggerak sejumlah “emak – emak” berkampanye hitam terhadap salah satu pasangan calon presiden di Karawang Jabar.

            Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan meminta agar polisi memfokuskan penyidikan terhadap pihak lain yang memberikan perintah melakukan kampanye hitam.         Menurut Edi, aksi oknum emak – emak berkampanye secara door to door itu meresahkan masyarakat setempat menjelang pemilihan presiden yang akan digelar pada 17 April 2019.

            Lemkapi juga memberikan apresiasi kepada Polda Jawa Barat yang bergerak cepat menyelidiki aksi oknum para ibu itu yang tersebar melalui media sosial. Mantan Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu menganggap para “emak – emak” tersebut diduga melanggar undang – undang tentang pemilu serta UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Edi pun menghimbau agar seluru elemen masyarakat menyampaikan pesan damai dan santun saat mengkampanyekan para pasangan capres – cawapres.

            “Agar tercipta kondisi yang aman di Indonesia,” Ucapnya.

            Sebelumnya, polisi mengamankan tiga orang wanita yang diduga berkampanye hitam di Karawang, Jawa Barat pada Minggu 24 Februari 2019 jelang tengah malam. Diketahui ketiga ibu – ibu tersebut dalam videonya melakukan sosialisasi berisi kampanye hitam terhadap salah satu pasangan capres – cawapres.

            Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan tidak akan beri toleransi terhadap orang yang menggunakan black campaign dalam rangkaian Pileg dan Pilpres 2019 mendatang. “Polri tidak akan toleransi (pelaku) black campaign. Black campaign itu merupakan pidana, akan kita tindak karena merupakan pelanggaran informasi dan Transaksi Elektronik ITE,” Ujar Tito.

            Maka, lanjut dia, Direktorat Tindak pidana kejahatan siber Polri juga akan memantau sosial media. Tito menyatakan segala sesuatu yang tidak sesuai fakta, pencemaran nama baik dan fitnah termasuk kategori black campaign.

            Selain itu, Badan Intelijen Negara (BIN) telah memprediksi kemungkinan banyaknya black campaign menggunakan isu Partai Komunis Indonesia (PKI) dan agama pada pilkada, pileg dan pilpres. Kepala BIN Budi Gunawan mengatakan masyarakat harus lebih waspada dan peka sepanjang 2018 dan 2019. Jika masyarakat mudah terprovokasi, kemungkinan mereka ikut dipolitisasi akan lebih terbuka lebar.

            Seperti pada kasus yang menjerat tiga ibu – ibu yang melakukan kampanye hitam terhadap Jokowi. Ketiganya sudah ditangkap karena disinyalir melanggar Pasal 14 ayat (1) UU nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan Hukum Pidana tentang menyebarkan berita bohong. Tentunya dengan ditegakkannya aturan ini agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku, sehingga para pendukung garis keras akan berpikir ulang jika akan melakukan black campaign.

            Ketiga ibu – ibu tersebut berasal dari kelompok bernama Partai Emak – Emak Pendukung Prabowo – Sandi (Pepes). Hal ini dibenarkan sendiri oleh juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Ferdinan Hutahaean.

            Memang sejauh ini belum diketahui seberapa sering ibu – ibu ini melakukan aksinya. Juga belum jelas seberapa efektif aksi – aksi ini membuat warga memilih oposisi. Tapi jika merujuk pada survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jawa Barat adalah satu dari tiga wilayah yang masyarakatnya paling rentan menerima kabar hoax sebagai kebenaran, yaitu terkait isu bangkitnya komunisme, kriminalisasi pemuka agama islam, dan masuknya jutaan tenaga kerja asal China.

            Faktanya Jawa Barat adalah ‘kunci’. Di wilayah inilah pemilih terbanyak berasal, jumlahnya mencapai 32.636.846, lebih besar dari Jatim (30.554.761), Jateng (27.430.269). Banten (7.452.971) dan Jakarta (7.211.891).

            Ujang Komarudin selaku Direktur Eksekutif Indonesia Political Review juga turut angkat bicara, penerimaan terhadap hoax harus segera ditanggulangi. Jika tidak, Hoax akan menjadi kebenaran dan bahaya.

            Dalam hal ini juga kita teringat pada hoax yang ditulis pada tabloid Obor Rakyat, dimana pada Tabloid tersebut menceritakan bahwa Jokowi merupakan anak Tionghoa, hal ini juga telah diklarifikasi oleh Jokowi bahwa tudingan tersebut tidak benar.

) *Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih