Jokowi Otoriter, Siapa Bilang?
Oleh : Ananda Rasti )*
Dewan Pengarah BPN Prabowo – Sandiaga, Amien Rais menganggap Pemerintahan Joko Widodo merupakan rezim otoriter. Menurut Amien, prinsip demokrasi yang diinginkan saat era reformasi 1998 dulu telah berubah isi dan arahnya. Bahkan, ia sebut perubahan arah demokrasi itu sangat berbahaya dan sulit diselamatkan. Menurutnya, ada tiga ciri pemerintahan otoriter yang terlihat saat ini.
“Demokrasi yang kita idamkan dulu selama empat tahun rezim Jokowi sudah berubah wajah, berubah isi, berubah arah dan amat sangat berbahaya,” ujar Amien dalam sebuah diskusi di kantor Seknas Prabowo – Sandiaga, Menteng, Jakarta Pusat.
“Jadi untuk selamatkan demokrasi sudah berat sekali karena ada tiga ciri otoriterisme. Jadi Pak Jokowi itu emoh demokrasi, memang tidak mau,” lanjut Amien.
Pihaknya menilai, pemerintahan Presiden Jokowi saat ini berupaya untuk memecah belah partai – partai oposisi pemerintah. Ciri kedua, lanjut Amien, adanya upaya untuk menguasai mayoritas media massa sehingga dapat digunakan untuk membentuk opini masyarakat. Dan ketiga, adanya kasus – kasus korupsi berskala besar yang melibatkan unsur Pemerintah. Amien berujar, makin tinggi sebuah kekuasaan maka makin tinggi pula tingkat korupsinya.
Menanggapi pernyataan ini, PKB mendoakan semoga politikus senior PAN Amien Rais senantiasa sehat lahir dan bathin.
“Kita doakan saja semoga Pak Amien selalu sehat lahir bathin. Apa yang disampaikan Pak Amien tentu tidak benar,” kata Wasekjen PKB Daniel Johan.
Daniel juga mengatakan, bahwa sulit menguasai media di era keterbukaan informasi saat ini. Ia mengatakan publik tak bisa lagi dibungkam seperti zaman orde baru.
“Media mana bisa dikooptasi di zaman terbukanya arus informasi seperti saat ini. Masyarakat tidak bisa lagi dibungkam seperti zaman Orde Baru. Semua media berhak menyuarakan apapun asalkan itu benar dan fakta. Yang menyampaikan Hoax akan ada sanksi, hukum yang bertindak,” sebutnya.
Soal korupsi, Daniel mengatakan bahwa Jokowi tegas dalam melawan korupsi. Menurut dia, hal itu dibuktikan Jokowi dengan tindakannya.
“Untuk korupsi, Jokowi tegas untuk no corruption dan itu dibuktikan dimulai dari diri dan keluarganya. Saya kira ini contoh pemimpin yang teladan,” Pungkas Daniel.
Opini dari mantan Ketua MPR itu juga dibantah oleh Wapres Jusuf Kalla (JK). JK mengatakan bahwa tidak terdapat unsur otoriter maupun nepotisme dalam sosok Joko Widodo. JK selaku Ketua Dewan Pengarah Kubu Jokowi – Ma’ruf menyatakan, pemerintahan di bawah kepemimpinan Jokowi tidak menerapkan sifat otoriter dalam mengambil kebijakan. Pasalnya setiap kebijakan yang dikeluarkan merupakan hasil keputusan bersama kabinet dalam rapat koordinasi.
“Saya jamin berdasarkan pengalaman 4 tahun dengan Jokowi, beliau tidak pernah terpikirkan otoriter, yang ada repot, kita apa saja dirapatkan. Sampah saja dirapatkan, itu ekonomi sampah apalagi ekonomi soal pertumbuhan,” katanya dalam acara CNBC Economy Outlook 2019 di Hotel Westin, Jakarta.
Menurutnya, Jokowi merupakan pemimpin negara yang sering menyelenggarakan rapat dalam kabinetnya. Katanya, Kabinet kerja bahkan bisa melakukan rapat hingga 5 kali dalam seminggu, berbeda pada zaman orde baru yang bersifat otoriter dimana rapat hanya 1 kali dalam sebulan.
“Kalau kita liat sejarah, negara – negara yang jatuh itu dua, otoriter dan nepotisme. Jokowi sama sekali tidak ada di situ,” ujar JK.
“Kadang – kadang Menteri keuangan Sri Mulyani sibuk mencatat sampai lupa. Kalau zaman Pak Soeharto itu rapat sebulan sekali. Ini sekarang kadang – kadang 5 kali seminggu. Terkecuali saat ini memang sedang tidak sering rapat, karena beliau sering keluar daerah jadi aman – aman saja kita, sekarang agak santai,” jelasnya sambil berseloroh.
Dengan demikian, hal itu menunjukkan bahwa Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut tak menggunakan wewenangnya untuk mengambil keputusan secara sembarangan “Artinya beliau tidak pernah berpikir otoriter, semua keputusan dia rapatkan. Kalau otoriter mana ada rapat, langsung dia ambil saja keputusannya,” tuturnya.
Menurut JK, pasangannya dalam memimpin Indonesia itu juga tidak memiliki nilai nepotisme. Hal ini mengingat dari anak – anak Jokowi tidak berkecimpung dalam dunia politik, melainkan membuka usaha.
“Jadi apakah beliau berpikir nepotisme? Zaman sekarang anak kita muncul ke kantor sudah dibicarakan (orang) ada urusan apa. Nah anak Pak Jokowi itu, yang satu jual martabak dan satu jual pisang goreng,” jelas JK.
Hal serupa juga diungkapkan JK saat dirinya memberikan arahan pada rapat koordinasi nasional Jenggala Center di hotel JS Luwansa, Jakarta. Rapat yang dihadiri menteri PAN – RB Syafrudin, Menteri Sosial Agus Gumiwang, dan ketua TKN Jokowi Ma’ruf, Erick Thohir, itu digelar tertutup untuk media. Dalam pertemuan itu, JK mengatakan masyarakat harus waspada terhadap gaya kepemimpinan otoriter dan juga praktik nepotisme.
Dampak buruk pemerintahan otoriter dapat dilihat di negara Venezuela yang akhirnya terpuruk. JK juga mencontohkan masa ketika Orde Baru. “Nah yang paling bersih dari situ, calon ini ya Pak Jokowi. Itu kita harus arif melihatnya,” sambung JK.
Sebelum JK memberikan arahan itu, tim nasional Jenggala Center sendiri sudah mendeklarasikan dukungan mereka pada pasangan nomor urut 2, Jokowi – Ma’ruf Amin. Ketua Tim Nasional Jenggala Center Iskandar Mandji percaya mereka akan menghasilkan berbagai keputusan – keputusan penting yang akan mendukung proses pemenangan Jokowi – Ma’ruf.
)* Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial Politik