Menerima Keputusan Hasil Pemilu dengan Legowo
Oleh : Satria Ramadhan )*
Rapat pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sleman Yogyakarta pada Selasa (7/5) lalu sempat menghangat, dimana Partai Persatuan Pembangunan (PPP) telah mengajukan protes dikarenakan terdapat dugaan ribuan suara mereka hilang.
“Hasil penghitungan di PPK Kecamatan Depok, suara PPP 2.929. Tapi ketika sampa sini, suara PPP hilang 1.508 suara,” tutur Ketua DPC PPP Sleman, HM Nasikhin dalam memberikan penjelasannya.
Untuk hitungan kabupaten, 1.508 suara tentu bukanlah angka yang sedikit. Angka tersebut bisa menentukan perolehan kursi. Apalagi, dalam kompetisi yang ketat, bahkan 1 suara sangatlah bermakna.
KPU Kabupaten Sleman merespons protes itu dengan membuka kembali dokumen penghitungan suara. Meski membuat jadwal terlambat dari target awal, proses ini menciptakan transparansi dan mengembalikan kepercayaan peserta pemilu. Hingga akhirnya KPU mengembalikan jumlah suara hilang, dan menyerahkan hasil penghitungan ke KPU DIY, untuk kemudian dibawa ke pleno nasional di Jakarta.
Apa yang dialami oleh PPP di Sleman tentu hanya satu dari sekian banyak kesalahan selama proses penghitungan suara. Dalam kasus ini, dugaan kesengajaan pemindahan suara sedang diselidiki oleh Bawaslu setempat.
Pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tunjung Sulaksono mengatakan, bahwa Indonesia sedang belajar berdemokrasi, dan salah satu prasyarat utama sebuah negara agar dapat disebut sebagai negara yang terkonsolidasi demokrasinya, adalah ketika masyarakat memandang Pemilu atau demokrasi, sebagai satu – satunya aturan main.
Menurutnya, Apa yang belakangan terjadi seperti penolakan hasil Pemilu atau seruan people power, menunjukkan bahwa Indonesia belum sampai pada tahap consolidated democracy.
Bergerak dari negara otoriter, Indonesia masuk ke iklim demokrasi sejak 1998. Semua persoalan yang dihadapi dalam rentang waktu sampai saat ini membuktikan bahwa proses menjadi negara yang demokrasinya terkonsolidasi tidaklah mudah. Bahkan Tunjung mengungkapkan bahwa masih banyak proses kelembagaan yang hasilnya tidak cukup 1 – 2 tahun, bahkan 10 tahun. Semua itu karena Indonesia sedang mencari bentuk demokrasi yang paling baik di Indonesia.
Tentunya hasil penghitungan manual KPU (real count) akan menjadi penutup dari seluruh rangkaian rekrutmen politik di Indonesia. Apapun hasilnya nanti, seperti itulah proses demokrasi yang ada di Indonesia.
Pada kesempatan yang lain, Istri Almarhum Gus Dur, Sinta Nuriyah, menghimbau agar para kandidat yang kalah di pemilu hendaknya bersikap legowo.
“Yang menang harus bijak terhadap kemenangannya dan yang kalah menerima kekalahannya,” tutur Sinta
Dalam kontes demokrasi, siapapun yang ikut tentu harus siap menang dan siap kalah. Karena menang kalah merupakan hal yang wajar. Hal ini perlu disadari karena penentu suara terbanyak di Pemilu adalah rakyat. Sehingga tidak perlu mengadakan gerakan semacam people power untuk merespon hasil pemilu.
Pengamat politik Ujang komarudin, mengharapkan agar semua pihak menggunakan kepala dingin dalam menyikapi hasi Pemilu 2019. Kedua pasangan Capres – Cawapres maupun tim sukses, juga diminta untuk legowo dan menerima apapun hasil pilpres 2019.
“Siapapun yang menang nanti, baik incumbent atau penantang tidak boleh ada yang melakukan tindakan anarkistis. Apalagi menyalahkan yang menang,” ujar Ujang.
Ungkapan tersebut tentu bisa dimaknai bahwa Pemilu tidak boleh menjadikan Bangsa Indonesia mundur ke belakang karena kekacauan, pleh karena itu diperlukanlah, sikap yang cerdas dan dewasa dalam proses Pemilu serentak 2019.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ternyata telah menunjukkan itikad yang baik, Ketua Umum PSI Grace Natalie mengatakan, sambil menunggu real count sebagai standar konstitusional, pihaknya sudah bisa mengambil kesimpulan mengenai hasil pemilu kali ini.
“Menurut Quick Count, PSI mendapat 2 persen atau sekitar 3 juta suara. Dengan perolehan itu PSI tidak akan berada di senayan pada lima tahun ke depan,” terang Grace Natalie.
Meski tidak masuk parlemen, PSI juga bertekad akan memperjuangkan aspirasi dengan berkolaborasi bersama civil society dan teman – teman media untuk memperjuangkan aspirasi pemilih.
Dengan menunjukkan sikap legowo, maka hal tersebut merupakan salah satu langkah dalam menghormati proses pemilu yang telah berlangsung. Termasuk juga menerima hasil pemilu tanpa perlu melakukan tindakan yang tidak berlandaskan hukum.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik