Simpul Persaudaraan Dalam Bingkai Kemeriahan Ramadhan
Oleh : Dodik Prasetyo
)*
Bulan Ramadhan sudah sepantasnya disambut dengan penuh sukacita, khususnya bagi umat muslim. Hal ini dikarenakan Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah, dimana amalan – amalan kebaikan yang dilakukan, akan bernilai pahala berlipat dibandingkan bulan – bulan yang lain.
Menjadi sebuah suratan takdir, Bulan Ramadhan tahun ini jatuh setelah Pemilu 2019 terselenggara. Dengan berbagai hiruk pikuk hoax maupun ujaran kebencian yang beredar tak tahu waktu, tentu berakibat pada renggangnya hubungan persaudaraan dengan orang lain yang berbeda pilihan.
Momen Ramadhan, sudah sepatutnya menjadi moment untuk saling meningkatkan Ukhuwah Islamiyah, setelah pencoblosan pada 17 April lalu, masyarakat tentu dapat menenangkan diri dan terus menjaga persatuan bangsa, sehingga berbagai hal panas di sosial media dapat disikapi dengan bijak agar tidak mudah terprovokasi.
Memang politik sudah pasti meninggalkan residu berupa polarisasi yang membuat hubungan antar masyarakat semakin renggang. Namun Pemilu telah usai sudah saatnya untuk meredam hasrat berpolitis dan fokus pada pengamalan sila ke – 3 yaitu persatuan Indonesia.
Sudah bukan saatnya lagi, kita terjebak dalam atmosfer politik identitas yang hanya memberikan kenikmatan semu, dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara tentu semua pihak memiliki peran untuk bersatu merajut persaudaraan, mulai dengan saling sapa atau duduk bersama dan saling menanyakan kabar.
Ramadhan tentu akan menjadi saat yang tepat bagi kaum muslim untuk menenangkan diri. Kita harus sadar bahwa perbedaan dalam pemilu merupakan suatu keniscayaan. Namun bukan berarti hal tersebut lantas melahirkan perpecahan diantara sesama warga negara Indonesia.
Imam Besar Masjid Istiqlal juga sempat mengajak umat muslim untuk menyambut bulan ramadhan dengan penuh ketenangan, kebahagiaan dan kedamaian.
“Jangan pernah menghujat orang, ulama sejati tidak akan pernah menghujat orang. Ulama sejati tdak akan pernah meremehkan orang lain, sementara kita sedang berpuasa,” tutur Nasarudin.
Dirinya menegaskan, bahwa masyarakat Indonesia patut bersyukur dengan sistem demokrasi yang berlaku di Indonesia. Sebab, menurutnya, banyak negara yang tidak memberi ruang bagi warganya untuk menyampaikan aspirasi.
Persatuan tentu akan bisa terwujud apabila masing – masing pihak saling meredam amarah, dan tidak saling hujat hanya karena berbeda pilihan ataupun ideologi politis.
Perbedaan yang ada justru harus menjadi kekuatan sebagaimana yang sudah digariskan oleh para pendiri bangsa dalam semangat Bhineka Tunggal Ika, dan sudah sepantasnya jika terdapat kekurangan dalam penyelanggaraan pemilu, sudah tentu menjadi tugas kita bersama dalam memperbaikinya.
Kekurangan tersebut hendaknya jangan sampai menghancurkan pondasi dan soko guru bangunan demokrasi yang sudah terbangun dengan baik. Kekurangan yang ada tentu harus menjadi bahan introspeksi kita semua, untuk kita perbaiki dalam ranah konstitusi.
Datangnya ramadhan tentu menjadi moment bagi setiap umat muslim untuk meredam nafsu duniawi. Selain itu Ramadhan juga mesti dijadikan ladang pahala bagi umat muslim tanpa terkecuali.
Pengendalian nafsu yang bersumber dari panca indera akan membentuk perilaku terpuji. Menahan diri dari lapar dan haus menuntun kita membangun solidaritas kepada mereka yang kurang beruntung.
Puasa juga tidak hanya menahan lapar dan dahaga, karena puasa juga mewajibkan kita untuk menghindari diri dari perilaku tercela semacam berbohong, bergunjing, bersumpah palsu, mengadu domba, memfitnah dan menyebarkan hoax.
Memahami kembali makna hakikat dasar puasa menjadi penting saat ini, manakala masyarakat terutama pengguna media sosial dilanda oleh derasnya berita bohong maupun ujaran, termasuk juga misinformasi dan disinformasi yang semakin meresahkan.
Ironisnya masyarakat yang notabene kaum terdidikpun tidak memiliki imun terhadap kontaminasi gejala tersebut. Terkait dengan pemilu yang baru saja usai dan sekarang tahap penghitungan masih dilakukan oleh KPU, tentu kita berharap agar semua pihak dapat menahan diri, sesuai dengan intisari berpuasa di bulan suci.
Tokoh Intelek Muslim, Komarudin Hidayat berpendapat bahwa Tuhan memiliki rencana lain di balik kisruhnya perdebatan antara kedua pendukung capres dan cawapres pada pilpres 2019.
Menurutnya, Tuhan telah menakdirkan Pemilu serentak dilaksanakan berdekatan dengan bulan Suci Ramadhan. Kita tentu berharap, agar dengan datangnya bulan Ramadhan, seluruh simpatisan yang terlibat dalam pemilu 2019 dapat saling memaafkan satu sama lainnya.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)