ASN Wajib Mematuhi Larangan Penggunaan Cadar
Oleh : Sufi Firmansyah )*
Pemakaian cadar untuk kaum muslimah merupakan hak seseorang dalam berpakaian, hal ini seakan menjadi polemik secara meluas ketika Menteri Agama Fachrul Razi mewacanakan pelarangan Cadar di lingkungan ASN. Padahal, larangan tersebut hanya berlaku bagi ASN dan bukan bagi seluruh muslimah.
Pemerintah dalam hal ini Kemenag hanya mengusulkan pelarangan penggunaan cadar di lingkungan ASN, sebab ASN sudah memiliki peraturan tersendiri sehingga harus dilaksanakan dalam upaya penegakkan disiplin. Muslimah juga diwajibkan memakai kerudung atau hijab dan bukan cadar.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar ASN tetap mentaati peraturan disiplin tersebut. Menyinggung soal radikalisme, MUI mengatakan bahwa tidak ada relevansi antara pakaian dengan radikalisme. Sejauh ini, pemerintah juga telah berkomitmen untuk menangani radikalisme untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
MUI juga meyakini, larangan ASN dalam penggunaan cadar hanyalah sebuah penegakkan disiplin, karena para ASN telah memiliki peraturan khusus terkait dengan busana yang mesti dipakai ketika jam dinas.
Sebelumnya, larangan penggunaan cadar sudah diterapkan di lingkungan Kemenpan-RB. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, melarang ASN untuk mengenakan cadar di lingkungan yang dipimpinnya. Meski begitu, Tjahjo tidak menjadikan hal tersebut sebagai himbauan di instansi pemerintahan lainnya.
Tjahjo secara tegas mengungkap, di lingkungan Kemenpan RB, ASN perempuan memang tidak diperkenankan menggunakan cadar. Namun ia memperbolehkannya setelah pulang kantor, karena hal itu termasuk hak masing-masing setiap warga negara.
Menpan menuturkan, setiap instansi memiliki kewenangan untuk mengatur ASN termasuk Kementrian Agama yang beberapa hari terakhir melarang penggunakan celana cingkrang dan cadar.
Tentu saja masyarakat perlu berhati-hati dalam menafsirkan berita yang ada, pelarangan cadar di kalangan ASN jangan sampai dipandang sebagai bentuk pelarangan umat beragama dalam menjalankan akidahnya.
Pelarangan penggunaan cadar haruslah dibaca sebagai kewenangan setiap kementrian atau lembaga untuk menciptakan seragam bagi ASN di kementrian dan lembaganya masing-masing.
Kita sudah semestinya sepakat bahwa setiap lembaga dan kementrian telah diserahi wewenang oleh peraturan perundang-undangan, dan sudah seharusnya peraturan tersebut dipatuhi tanpa membuat penafsiran-penafsiran lain yang dapat membuat terjadinya situasi psikologi sosial yang seakan-akan mengaitkan apalagi membenturkan antara pemerintah atau kementerian dan lembaga tersebut kepada ajaran agama tertentu.
Kita semua sudah tahu, memang sudah bertahun-tahun seragam yang digunakan oleh ASN sudah menjadi konvensi, bahwa ASN, terutama ASN dari kaum perempuan muslim
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan rencana Menteri Agama terkait dengan pelarangan Jilbab tidak bertentangan dengan Islam dan tidak melanggar HAM.
Dirinya mengatakan, ada 2 hal yang harus dilihat secara seksama terkait dengan rencana kebijakan kemenag yang melarang pemakaian cadar di kantor pemerintah.
Pertama, pelarangan tersebut berkaitan dengan kode etik kepegawaian. Ia menuturkan kode etik kepegawaian sudah sepantasnya dipatuhi oleh seluruh ASN diberbagai instansi pemerintahan, karena hal tersebut merupakan bagian dari penilaian kinerja dan loyalitas kepada institusi..
Kepatuhan tersebut, juga tidak hanya berlaku bagi mereka yang bercadar tetapi juga pegawai yang berpakaian tidak sopan, atau yang tidak sesuai dengan norma agama, susila dan budaya bangsa Indonesia.
Sementara itu PP Muhammadiyah berpendapat bahwa Islam tidak mewajibkan perempuan untuk mengenakan cadar. Oleh karena itu, ia menegaskan kembali bahwa rencana kebijakan Menteri Agama untuk melarang perempuan bercadar tidaklah bertentangan dengan Islam.
Polemik yang sudah terlanjur naik ke permukaan, sudah sepantasnya diselesaikan dengan adu pendapat atau tatap muka, daripada melalui jalur lain yang justru bersifat kontraproduktif tanpa berujung pada penyelesaian persoalan.
Muhammadiyah memang tidak menyarankan terkait dengan pengenaan cadar bagi wanita muslim. Kendati demikian, Ormas yang dicetuskan oleh KH Ahmad Dahlan tersebut juga tidak melarang muslimah yang ingin mengenakan penutup muka tersebut.
Bisa dibayangkan jika ASN mengenakan cadar di kantor, tentu akan sulit dipastikan apakah dirinya benar-benar ASN atau orang lain yang menyamar untuk melakukan perbuatan yang tidak baik.
Pelarangan penggunaan cadar tidaklah mengganggu akidah, karena hal tersebut merupakan peraturan di kalangan ASN/ASN, tentu saja bagi siapapun yang telah menjadi pegawai di instansi pemerintahan, mereka wajib mengikuti segala peraturan yang berlaku, termasuk pelarangan cadar pada jam kerja.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik