Aturan Perpres TKA Era Jokowi Lebih Ketat
Jakarta, LSISI.ID – Kekhawatiran bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) akan membuat Indonesia dibanjiri tenaga asing, khususnya dari Tiongkok, dan membuat tenaga kerja lokal terpinggirkan dinilai merupakan hal yang berlebihan.
Pasalnya perpres yang dirilis pada era pemerintahan Joko Widodo itu justru mengatur jauh lebih ketat prosedur masuknya TKA ke Indonesia.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri menegaskan, jika dibandingkan dengan Perpres Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan TKA yang dibuat pada era Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY, di Perpres TKA di era Jokowi justru lebih banyak prosedur yang diperbaiki.
“Kita memastikan agar prosedur dan mekanisme perizinan penggunaan TKA menjadi lebih cepat, lebih efisien,” kata Hanif, kemarin.
Hanif menambahkan, dari syarat kualitatif, masuknya TKA ke Indonesia yang diatur dalam Perpres TKA era Jokowi juga lebih diperketat daripada peraturan sebelumnya. “Misalnya, perusahaan wajib melakukan pelatihan bahasa Indonesia kepada TKA. Itu tidak ada di perpres lama dan ada di perpres baru.”
Hanif menyebut pemberi kerja TKA dalam perpres juga diharuskan membayar kompensasi. “Harus ada masa kerja tertentu, hanya berlaku untuk jabatan tertentu. Jadi, tidak bisa seenaknya. Pekerja kasar, yang dulu dilarang, sekarang tetap dilarang. Pengawasan di lapangan juga terus diperkuat.”
Karena itu, Hanif menegaskan bahwa Perpres TKA era Jokowi tidak memudahkan masuknya TKA. Sebelumnya, saat berdialog dengan ulama, umara, dan tokoh masyarakat di Kota Cilegon, Banten, Minggu (22/4), SBY meminta pemerintah menjelaskan soal kabar serbuan TKA yang masuk ke Indonesia.
“Karena ini pemerintahan rakyat, yang berdaulat rakyat, tolong pemerintah menjelaskan dengan gamblang, yang transparan, yang jujur. Sebetulnya berapa sih tenaga kerja asing itu? Berapa puluh ribu, atau belasan ribu atau ratusan ribu, kita tidak tahu,” kata SBY.
Kepala BKPM Thomas Lembong mengungkapkan banyaknya TKA terutama asal Tiongkok di sejumlah wilayah ialah hal lumrah. Itu terjadi karena penanam modal ingin investasi yang dilakukan di Indonesia berjalan dengan baik tanpa ada hambatan.
“Perusahaan Tiongkok investasi puluhan triliun untuk membangun smelter. Saat membangun smelter, mereka membawa mesin-mesin dari negara mereka. Itu dirakit dengan panduan bahasa Mandarin. Jadi, wajar kalau mereka membawa teknisi untuk merakit mesin. Akan tetapi, pelan-pelan panduan itu diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Dengan terjemahan itu kita pakai tenaga lokal, asing dipulangkan,” ujar Thomas, kemarin.
Anggota Komisi IX DPR, Amelia Anggraini, menilai kegaduhan terkait dengan Perpres Penggunaan TKA hanya sementara. “Yang ribut itu misalnya perusahaan karena mungkin dia dulunya diuntungkan dari tenaga kerja ini, apalagi tenaga kerja buruh kasar, karena memang kerjanya lebih cepat. Tapi buat apa tenaga kerja kasar ini? Aturan yang tegas ini harus ada,” cetusnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan terbitnya Perpres TKA disusul membanjirnya TKA di Indonesia merupakan kondisi luar biasa. Menurutnya, kedatangan TKA itu mengancam kesempatan tenaga kerja lokal.
Sumber : Media Indonesia