Belajar Dari Kerusuhan 22 Mei dan Jelang Pengumuman Sidang MK Menjadi Ujian Bagi Persatuan Indonesia
Oleh : Rendi Dwi Saputra )*
Inilah yang menjadi bencana besar bagi bangsa ketika kurang memahami sejarah peradaban sebuah negara. Meraka akan mudah terinjeksi demagogik untuk menampilkan aksi akrobatik dalam sinetron Aksi kedaulatan rakyat.
Kepolisian RI baru saja merilis peran tersangka Mayjen (Purn) Kivlan Zen dalam kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal dan rencana pembunuhan terhadap empat pejabat negara. Purnawirawan Jenderal TNI bintang dua ini diyakini sebagai otak kejahatan. Polisi juga menduga bahwa Kivlan turut andil menjadi dalang kerusuhan berdarah di Jakarta, pada 21-22 Mei lalu.
Para elit politik penting untuk mengingat kembali pesan dari bapak pluralis dan Presiden RI keempat, yakni Gusdur yang mengatakan “yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan”. Kata itu terbukti ketika Gus Dur memundurkan diri sebagai presiden meski tidak bersalah secara konstitusi. Kemundurun sang deklarator PKB itu tidak menyebabkan satupun luka dan nyawa masyarakat
Dalam payung Bhinneka Tunggal Ika, NKRI pertama-tama dipahami sebagai satu kesatuan manusia (unitary people), bukan sebagai satu kesatuan wilayah (unitary territory). Sentral dari NKRI adalah tiap manusia di masyarakat pluralis di negeri ini, bukan onggokan pulau atau tumpukan wilayah.
Kelogisan filsafat berpikir adalah, bila tiap manusia yang hidup di berbagai daerah berbeda dengan berbagai latar belakang berbeda pula bisa dipersatukan oleh utas keadilan, otomatis wilayah tempat manusia itu hidup juga bisa dipersatukan.
Jelang pengumuman sidang MK menjadi ajang pembuktian dan ujian persatuan Bangsa, bagaimana sulitnya memperjuangkan perdamaian dan menjaga rasa persatuan serta kesatuan bangsa, tentu tidak hanya sekedar terciptanya satu kesatuan politik terhadap tanah dan air persada Indonesia yang terhampar dari Sabang sampai Merauke, tetapi lebih dari itu adalah terciptanya persatuan bangsa yang mendiami seluruh persada ini. Artinya terciptanya kesatuan jiwa raga bagi segenap warga negara
Dalam keadaan kondisi global yang penuh tantangan serta beratnya berbagai persoalan setiap bangsa sekarang ini, ternyata gaung Sumpah Palapa kembali menggelegar. Sumpah Palapa yang digagas oleh Gajah Mada, ketika Majapahit mencapai puncaknya, mengingatkan bangsa Indonesia agar selalu kembali kepada semangat persatuan dan kesatuan bangsa.
Kesatuan dan persatuan bangsa ini sebenarnya bukanlah merupakan tujuan akhir perjuangan kita, tetapi merupakan suatu alat dan strategi perjuangan, merupakan sarana perjuangan sebagai koridor untuk mencapai kehidupan yang demokratis.
Dalam perspektif waktu, persatuan dan kesatuan nasional serta pengembangan demokrasi harus dilihat sebagai satu kesatuan arah kebijakan dan dilakukan secara simultan.
Kita harus menolak segala bentuk. provokasi yang memecah belah bangsa dan kita harus melawan segala berita hoax yang dapat merusak rasa kemanusiaan kita sebagai.anak bangsa. Sebab bangsa kita sedang membangun peradaban politik yang sehat, melalui Pemilu yang berintegritas menjadi jalan utama dalam memperkuat dan memperkokoh tegaknya demokrasi di negara kita. Yaitu demokrasi yang sesuai dengan adat dan budaya bangsa Indonesia yang bermartabat. Jika ada pihak pihak yang akan menghancurkan kehidupan demokrasi bangsa kita dengan segala aksi-aksi yang menghancurkan persatuan kita maka harus ditindak tegas dan diproses sesuai ketentuan hukum karena siapapun pihaknya yang.coba memecah belah bangsa harus kita hadapi bersama sebab persatuan bangsa merupakan modal utama kita untuk menjadi sebuah bangsa maju yang disegani dunia.
)* Penulis adalah Blogger-Mahasiswa Universitas Bakrie.