Bola Liar Isu “Pengibulan” di Tahun Politik
Oleh : Novi Agusta )*
Menjelang tahun politik, berbagai manuver dilakuakan oleh para politisi untuk meraih simpati masyarakat. Dari isu yang remeh temeh sampai menjadi substansial terus diputar hingga menjadi sebuah perbicangan publik. Topik pun semakin jauh dari inti permasalahan tatkala media sosial telah dimanfaatkan sebagai wadah bagi para pemangku kebijakan dan oposisi dalam membentuk opini publik. Akhir-akhir ini dinamika perpolitikan Indonesia diramaikan dengan perbincangan mengenai pernyataan salah satu politisi senior Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais yang mengkritik program reformasi agraria pemerintahan Jokowi (Proyek Operasi Nasioanal Agraria) yang disebut sebagai program “ngibul”.
Program ini adalah salah satu wujud dari Nawacita Jokowi pada masa kampanyenya, yang dijadikan salah satu kebijakan strategis pemerintah, manuver politik yang mengkritik program tidak konstruktif dalam kasus ini. Seharusnya kritik yang dilakuakan adalah pada tataran aktualisasi program beserta solusi, bukan pada substansi, terlihat sangat ambisius untuk menjatuhkan citra pemerintah terutama figur Presiden Jokowi menjelang tahun politik.
Dalam sejarahnya Kebijakan program reformasi agraria sudah dicanangkan oleh Presiden Soekarno, namun belum pernah terlaksana. Kebijakan populis ini kembali dicanangkan pemerintahan Jokowi dengan menargetkan 9 juta sertifikat tanah seluas 120 juta hektar. Secara substansi kebijakan sangat strategis untuk menfasilitasi masyarakat ekonomi menengah kebawah untuk mendapatkan hak atas tanahnya dan mampu menekan konflik agraria yang cukup tinggi di Indonesia.
Kebijakan yang sangat pro masyarakat ekonomi menengah kebawah ini, dikritik menggunakan data World Bank tahun 2015 yang menyatakan bahwa 74 persen tahan negara dikuasai oleh segelintir orang. pertama, secara geografis 74 persen atau sekitar 2/3 daratan Indonesia adadalah kawasan hutan yang dikelola oleh pemerintah. Kedua, secara langsung perwakilan World Bank di Indonesia Rodrogo A. Chaves menuturkan bahawa Bank Dunia tidak pernah mengeluarkan laporan sebagaimana yang dipaparkan oleh Hanafi Rais.
Ketiga, yang menjadi persoalan dari sengketa agraria di Indonesia kebanyakan dikarenakan masyarakat tidak mempunyai sertifikat tanah, dan mengangap bahawa tanah yang mereka tempat adalah tanah turun temurun atau tanah adat. Kenyataan ini membuat mereka sangat rentan untuk dimanfaatkan oleh penguusaha-pengusaha serakah yang berkompromi dengan oknum tertentu. Kehadiran program mampu meminimalisir masalah klasik agraria di Indonesia.
Kritikan para politisi menjelang tahun politik mengenai program agraria, tidak memberikan solusi terhadap permasalahan agraria di Indonesia ditambah secara data sangat sarat akan pembangunan opini publik semata tidak merujuk pada penelitian mendalam atau memakai data yang valid. Kenyataan ini hanya akan menimbulkan kekisruhan dan simpang siur pada masyarakat yang seharusnya diberikan edukasi politik dan solusi atas permasaahan mereka.
Sementara sesama anak bangsa saling menjatuhkan, dunia internasional mengapresiasi sekalligus menyayangkan keterlibatan nama mereka menjadi alat politik di Indonesia. World Bank yang paling sering disebut-sebut menyayangkan nama World Bank yang disebut-sebut padahal secara kelembagaan World Bank tidak pernah menerbitkan laporan yang banyak diperbincangkan hari ini. Sebaliknya World Bank mengapresiasi program reformasi pertanahan Jokowi dalam rangka menormalisasikan kepemilikan tanah di negara berkembang.
Pada dasarnya kritikan adalah obat mujarab bagi demokrasi, namun kritikan yang dilontarkan seyogyanya berdasarkan fakta dan bisa dipertangungjawabkan apalagi disampaikan oleh sekaliber tokoh nasional. Jangan hanya demi kepentingan politik masyarakat dibodohi dan diprovokasi, menjelang tahun politik seharusnya pihak-pihak oposisi menawarkan gagasan-gagasan yang belum ada atau belum maksimal dilakukan oleh pemerintahan saat ini, tentunya dengan kajian mendalam sebelumnya. Agar masyarakat kita pada tahun politik ini bisa teredukasi, tak sebatas diprovokasi demi simpati elektoral.
Akhirnya, kebijakan proyek operasi Nasional Agraria adalah sebuah upaya pemerintah dalam menangani masalah agraria yang sudah mengakar dan kuat di Indonesia, bagaimanapun tidak bisa menyelesaikan semua masalah pertanahan di Indonesia, tapi ini adalah pemicu yang membuat kita semua sebagai anak bangsa berkerja sama dalam menyelesaikan masalah agraria baik dengan kritikan, membantu program pemerintah, atau swadaya berdiri diluar pemerintah Intinya bagaimana mensejaterakan rakyat Indonesia terkait agraria, bukan lagi sensasi, eksistensi, provokasi demi kepentingan politik segelintir orang yang semakin menambah masalah, bukan menyelesaikannya.
)* Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial Politik