Cegah Multitafsir KUHP Baru, Wamenkumham Lakukan Sosialisasi ke Pers Asing
Jakarta — Cegah adanya kemungkinan terus terjadi multitafsir dan polemik atas pengesahan KUHP baru, Wamenkumham langsung lakukan sosialisasi ke pers asing.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa pihaknya bersama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu RI) telah memberikan sosialisasi mengenai KUHP baru yang telah disahkan oleh DPR RI beberapa waktu lalu.
Sosialisasi tersebut dilakukannya kepada pihak pers asing, yang mana memang belakangan ini sempat banyak sekali disorot oleh media asing, utamanya mengenai pasal tentang kohabitasi.
Bukan hanya memberikan sosialisasi kepada pers asing saja, melainkan pria yang akrab disapa Eddy tersebut juga menuturkan bahwa dirinya akan segera melaksanakan pertemuan dengan Kepala Staf Presiden.
“Pertanyaan-pertanyaan itu masih seputar kohabitasi. Itu yang sudah kami jelaskan dan besok juga (hari ini) akan dilakukan pertemuan dengan Kepala Staf Presiden,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Wamenkumham ini mengungkapkan bahwa pihaknya, beserta dengan beberapa kementerian dan sejumlah lembaga lainnya akan mendatangi undangan dari KSP terkait sosialisasi KUHP baru.
Tentunya, banyak pihak yang berharap supaya dengan agenda sosialisasi ini mampu segera meluruskan banyak terjadinya kesalahpahaman penafsiran tentang pasal-pasal yang selama ini terus menjadi polemik di masyarakat.
“Itu tidak lain dan tidak bukan memastikan tidak ada multitafsir terhadap pasal-pasal yang ada pada KUHP, termasuk pasal-pasal yang akan menjadi perhatian masyarakat,” lanjut Eddy.
Beberapa diantara pasal yang juga menuai polemik adalah tentang adanya pasal penghinaan terhadap lembaga pemerintahan.
Sejauh ini masyarakat seolah menganggap bahwa dengan adanya pasal tersebut dalam KUHP baru, maka tentu akan menggerus nilai demokrasi di Indonesia.
Menjawab hal tersebut, Eddy menjelaskan bahwa pihak yang berwenang untuk melaporkan seandainya memang ada penghinaan hanyalah ketua dari suatu instansi yang bersangkutan.
Dengan tegas, dirinya mengungkapkan bahwa tidak semua orang serta-merta langsung bisa melaporkan orang lain ketika ada suatu instansi yang mungkin dihina.
“Jadi delik aduan, lembaga presiden ke presiden, lembaga legislatif (DPR, MPR, dan DPD) hanya boleh melapor ke ketua,” kata Eddy.