Curahan Hati Pemilik “Tampang Boyolali”
Oleh: Permadi Arya )*
Seperti yang sering kita dengar, terdapat beberapa tempat atau daerah muncul istilah-istilah tentang sebuah daerah yang dijadikan bahan gurauan. Namun, gurauan tersebut terkadang bisa juga menyebabkan masyarakatnya tersinggung. Faktor yang membuat ketersinggungan itu dikarenakan daerah yang menjadi objek gurauan merupakan sebuah gambaran tentang kondisi ketertinggalan atau keterbelakangan yang terjadi pada daerah tersebut.
Ketua Umum partai Gerindra sekaligus Calon Presiden (Capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto kembali menuai kontroversi pada kesempatannya melakukan pidato dengan melontarkan pernyataan mengenai “Tampang Boyolali”. Dalam Pidatonya, Prabowo Subianto melontarkan pernyataan yang berbunyi:
“Tapi begitu saya lihat keliling Jakarta, saya melihat gedung-gedung mewah. Gedung-gedung menjulang tinggi. Hotel-hotel mewah. Sebut saja hotel mana di dunia yang paling mahal, ada di Jakarta.”
“Ada Ritz Carlton, ada apa itu, Waldorf Astoria, namanya saja kalian nggak bisa sebut.”
“Ada Saint Regis, dan macam-macam itu semua. Tapi saya yakin kalian tidak pernah masuk hotel-hotel tersebut. Betul?”
“Kalian kalau masuk, mungkin kalian diusir. Karena tampang kalian tidak tampang orang kaya, tampang-tampang kalian ya tampang Boyolali ini. Betul?”
Dari pernyataan yang disampaikan Prabowo pada pidatonya yang menyinggung perasaan warga Boyolali akan berbuntut panjang pada pamor Prabowo sebagai calon presiden mengingat Warga Boyolali beserta para pejabat setempat serempak melakukan demo besar-besaran dan menyatakan menolak Prabowo sebagai Presiden.
Dari persoalan ini, tampaknya pensiunan bintang tiga ini mesti belajar membedakan mana yang dikategorikan sebagai humor dan pernyataan yang dapat menyinggung perasaan orang lain. Sebagai calon presiden(Capres) pemilu 2019 dan bukan seorang pelawak di media televisi, seharusnya Prabowo tidak perlu membuat sebuah gurauan yang tidak renyah untuk di cerna oleh telinga masyarakat umum. Hal tersebut akan semakin membuat pamor dan cap sebagai Capres kontrovesi akan semakin melekat pada sosok dirinya.
Lantas apa yang dapat dipetik dari peristiwa tersebut? Benarkah pasangan sensasional Prabowo-Sandiga Uno tak memiliki peluang untuk memperoleh suara di Kabupaten Boyolali?
Sebuah pelajaran berharga yang seharusnya dapat dipetik oleh Prabowo Subianto sebagai calon presiden yang sering gegabah dalam mengambil sikap kampanye politiknya di berbagai kesempatan dengan mengkritik setiap permasalahan dan pencapaian pemerintahan dari petahana Joko widodo yang terkadang tidak tepat sasaran dan hanya menjadi bahan olok-olok masyarakat luas.
Dengan kejadian tersebut, sudah dipastikan dukungan suara pasangan sensasional Prabowo Subianto – Sandiaga Uno akan semakin berkurang di Kabupaten Boyolali atau bahkan bisa di bilang tidak ada sama sekali. Kesombongan dan Keteguhan hati untuk menolak melontarkan permintaan maaf dan kekhilafan kepada masyarakat Boyolali akan membuat semakin tenggelam suara Capres ini dalam perebutan kursi nomor satu di Indonesia. Sifat keras dan sombong yang dimiliki oleh Prabowo tidak menceminkan sosok pimpinan yang dapat mengayomi dan membawa rakyatnya ke kehidupan lebih baik lagi. Karena pada dasarnya kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Namun apabila kepercayaan dan kehormatan rakyat tidak dapat di junjung, maka calon pemimpin tersebut tidak pantas menjadi seorang pemimpin bangsa.
Di sisi lain, tidak menutup kemungkinan apabila pensiunan jenderal bintang tiga ini bersedia untuk meminta maaf kepada masyarakat Boyolali, maka suara dari masyarakat akan sedikit masih bisa di perjuangkan. Walaupun pepatah pernah berkata bahwa “Hati ibarat sebuah cermin, apabila jatuh dan pecah, cermin tersebut dapat disatukan namun pantulan bayangannya tidak akan dapat sempurna” seperti itulah hati masyarakat Boyolali yang tersakiti oleh gurauan tidak renyah dari Prabowo.
Bukan begitu masyarakat Boyolali?
#Savemukaboyolali
#Boyolalitersenyum
)* Penulis adalah Anti Terorism Activist