Demo Buruh Memperburuk Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional
Oleh : Tuti Alawiyah )*
Demo buruh yang akan diadakan 6 oktober 2020 diprediksi akan memperburuk penanganan dampak covid. Pasalnya, saat unjuk rasa susah sekali menjaga jarak, sehingga khawatir membentuk klaster corona baru. Selain itu, demo dan mogok massal juga akan menghalangi program pemulihan ekonomi nasional.
Omnibus law yang akan diresmikan oktober ini membuat buruh kepanasan dan merencanakan mogok massal disertai demo. Padahal beberapa bulan lalu sudah ada kesepakatan antara persatuan buruh dengan baleg DPR tentang omnibus law. Namun sekarang lain lagi ceritanya. Mereka ngotot ingin unjuk rasa karena merasa dicederai haknya.
Sebenarnya demo buruh bukan kali ini saja terjadi, karena biasanya juga ada tiap tanggal 1 mei. Namun kali ini mereka menyalahi peraturan, karena mogok dan demo saat sudah ada kesepakatan dan pengusaha juga tidak menolak untuk diajak diskusi. Apalagi demo kali ini diadakan di masa pandemi. Sehingga melanggar protokol kesehatan.
Sadarkah buruh akan dampak demo yakni memperburuk penanganan covid-19? Jika melakukan long march sambil bawa kertas poster, pasti berdesak-desakan. Karena saking banyaknya peserta unjuk rasa. Pelanggaran pertama adalah tak ada phisycal distancing. Pelanggaran kedua terjadi jika pendemo tak memakai masker atau hanya mengenakan face shield.
Apalagi jika mereka minum dari wadah yang sama. Saat ada OTG, droplet mencemari air minum dan efeknya banyak yang kena corona. Jadi, saat demo dibubarkan oleh petugas, jangan emosi. Namun harus dipahami bahwa aparat menjalankan tugasnya untuk menghalangi terjadinya klaster corona baru. Jika sudah begini, kapan pandemi bisa berakhir?
Demo buruh juga bisa memperburuk program penanganan ekonomi nasional yang diadakan pemerintah. Jika pemberitaan tentang mogok massal dan unjuk rasa menjadi headline di sejumlah media nasional, bahkan internasional, akan bisa menggoyang pasar saham. Karena kondisi keamanan negara juga berpengaruh terhadap kestabilan pasar saham.
Apalagi jika para buruh benar-benar melakukan demo sekali seminggu, seperti pada ancaman mereka pada unjuk rasa agustus lalu. Mereka menolak omnibus law namun tidak memikirkan efek sampingnya. Saat terlalu sering ada demo, Indonesia tidak dianggap aman oleh investor asing. Sehingga mereka membatalkan niatnya untuk menanamkan modal.
Padahal sudah ada kelonggaran investasi asing pada omnibus law, pada salah satu klaster, untuk mendorong masuknya mereka ke Indonesia. Jika sudah batal, maka buruh yang akan rugi sendiri. Karena kondisi perekonomian Indonesia batal membaik pasca ditariknya penanaman modal asing.
Program pemulihan ekonomi nasional yang lain seperti subsidi bunga dan pajak juga bisa terancam batal, jika terlalu sering ada demo. Ketika keamanan Indonesia belum stabil dan pasar terpaksa ditutup saat ada demo, arus uang bisa berhenti. Kondisi finansial Indonesia bisa menurun lagi dan akibatnya pemerintah kesulitan memberi subsidi bunga dan pajak.
Seharusnya para buruh memikirkan efek ke depannya sebelum beringas dalam berdemo. Pelajari draft omnibus law baik-baik sebelum mogok kerja dan berunjuk rasa untuk menolaknya. Jangan hanya dibaca 1 pasal atau bahkan judulnya saja, lalu mengartikannya sendiri. Kesalahpahaman bisa berakibat fatal, akibat kobaran emosi pada saat unjuk rasa.
Pemerintah juga merancang omnibus law untuk menyelamtkan Indonesia dar resesi, bukan hanya menguntungkan pengusaha. Buruh juga dibela, karena buktinya mereka mendapat bonus tahunan. Menurut Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijiono, sejak awal pembuatan draft omnibus law, 6 serikat buruh dilibatkan untuk memberi masukan. Jadi pemerintah tidak otoriter.
Sudahlah, tidak ada gunanya berdemo untuk menolak omnibus law. Jika ada klaster corona baru akibat unjuk rasa, apa masih mau menyalahkan pemerintah? Padahal mereka sendiri yang melanggar protokol kesehatan. Pikirkan akibatnya dengan baik-baik sebelum tersulut emosi saat unjuk rasa.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini