Demonstrasi Buruh Merusak Momentum Sumpah Pemuda
Oleh : Rahmat Siregar )*
Elemen buruh berencana melakukan demonstrasi pada peringatan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2019. Aksi tersebut dianggap menodai peringatan Sumpah Pemuda mengingat momentum tersebut haruslah menjadi refleksi untuk mempererat persatuan bangsa dan bukan diisi dengan kegiatan yang dapat mengganggu Kamtibmas.
Menjelang hari Sumpah Pemuda, tersiar kabar rencana demonstrasi buruh yang akan dilakukan secara besar-besaran. Momentum bersejarah ini agaknya sengaja dipaskan dengan pelaksanaan aksi unjuk rasa tersebut. Menurut informasi yang berkembang, massa sengaja menggunakan peristiwa penting ini untuk menyuarakan penolakan atas penindasan.
Budaya mengkronfontir sejumlah pihak guna menyerukan suara rakyat sepertinya bukanlah hal yang baik. Mengingat, demo ini tak akan terjadi jika tak ada yang mengoordinir. Sebab, banyak sekali imbauan yang menyatakan bahwa aksi ini harusnya tidak dilakukan. Mengingat, sedikit banyak akan meningkatkan konsentrasi massa besar yang rawan disusupi penumpang gelap.
Sementara itu, Pemerintah telah menggelar koordinasi guna mengantisipasi rencana buruh yang akan melancarkan demo besar-besaran pada 28 Oktober mendatang. Gerakan pengamanan ini sengaja dilakukan di sejumlah lokasi yang menjadi titik demo dan juga tempat-tempat publik.
Pemerintah menerangkan bahwa yang harus diantisipasi ialah menjalarnya aksi unjuk rasa ke tempat lain sehingga akan mengganggu lalu lintas. Sebab, disanalah masyarakat melakukan keberlangsungan kehidupan mereka selain di rumah. Ada yang bekerja, mencari nafkah, bersekolah dan juga yang lainnya.
Berkenaan dengan hal tersebut pemerintah dinilai perlu meninjau ulang Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 yang mengatur tentang ketenagakerjaan beserta besaran upah minimum. Atas dasar PP ini, Upah minimun dihitung dengan formula dari upah minimum tahun berjalan dari hasil perkalian yang terdiri dari upah minimum tahun berjalan dengan penambahan inflasi serta perkembangan ekonomi.
Dengan begitu, pergeseran yang terjadi atas UMP pun dapat bersifat progresif atau meningkat pesat. Namun penghitungan upah akan lebih baik jika dilakukan dengan acuan pada Kebutuhan Hidup Layak atau yang biasa disebut KHL. KHL ini merupakan standar kebutuhan seorang pekerja dengan status lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam rentang waktu satu bulan. Konon, jumlah substansi yang dihitung di dalam KHL ini mengalami perbedaan diantara serikat buruh dan juga pemerintah.
Ada baiknya Pemerintah dan serikat buruh perlu berdialog bersama serta memikirkan skema upah minimum yang akan mengakomodir kepentingan buruh. Namun, penting untuk diperhatikan pula dampak kenaikan upah minimum terhadap para pelaku usaha, terlebih pada ketidakpastian ekonomi global sekarang ini.
Di lain pihak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sudah menentukan kenaikan UMP beserta Upah Minimum Kabupaten ataupun Kota (UMK) tahun 2020 sebesar 8,51 persen. Sementara untuk besaran UMP tahun 2020 akan ditentukan dan diumumkan oleh pihak Gubernur masing-masing daerah per tanggal 1 November 2019. Serta untuk UMK sendiri akan dimaklumatkan selambatnya pada tanggal 21 November 2019 mendatang.
Menurut literatur lain, upah minimum ini dinilai telah memenuhi standar kelayakan. Namun, yang menjadi permasalahan ternyata adalah tidak dilibatkannya buruh pada rapat tripartit. Yang mana dilakukan oleh pihak pemerintah, pelaku usaha dan juga elemen buruh. Lebih lanjut, para buruh juga melancarkan sejumlah tuntutan yang antara lain ialah; pencabutan RUU KPK, Undang – Undang SDA, penolakan RUU Pertanahan, dan RUU KUHP, tak lupa rencana revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Di lain hal, aksi demo ini dianggap berlebihan. Selain menimbulkan kegaduhan, juga akan memberikan kerugian bagi pelaku aksi. Sehingga kegiatan ini perlu dipikirkan secara matang dan tenang. Jangan karena terbakar provokasi malah nantinya diri sendiri yang menanggung rugi. Alih-alih mendapat solusi, malah kehidupan semakin terkebiri. Bukan hal mudah memang memaklumi pertumbuhan ekonomi yang membuat segala harga dan kebutuhan meningkat. Namun, bukankah selalu ada jalan untuk menyelesaikannya. Apalagi negara tak mungkin memperlakukan warganya secara tidak adil.
Pemerintah juga telah menyediakan wadah guna menampung segala keluhan terkait hal ini. Sebab, seperti yang sudah-sudah aksi unjuk rasa ini tak mungkin tak menimbulkan dampak yang merugikan. Sehingga antisipasi dan imbauan mengenai hal ini terus digalakkan. Marilah berpikir dan berperilaku bijak. Mengingat segala yang kita lakukan akan kembali kepada diri kita sendiri. Mari tolak demo buruh yang akan mengotori esensi hari bersejarah Sumpah Pemuda.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik