Deradikalisasi dalam Tiga Dimensi
Oleh: Irfan Idris )*
Upaya mengimbangi keberhasilan aparat penegak hukum menindak terduga teroris, pemerintah melalui BNPT melaksanakan deradikalisasi atau pembinaan kepada masyarakat yang terpengaruh dengan bujuk rayuan perekrut anggota ISIS, ajakan dan godaan anggota jaringan radikal anarkis, yang terus dilancarkan baik dengan cara konvensional yaitu ajakan bergabung bersama kelompok radikal anarkis dari rumah ke rumah, maupun dengan cara yang lebih canggih yang saat ini lebih kencang dipergunakan melalui media sosial. Atas upaya perekrutan tersebut, deradikalisasi memiliki tiga dimensi, pertama deradikalisasi sebagai strategi, kedua, deradikalisasi sebagai program, dan ketiga, deradikalisasi sebagai institusi kelembagaan.
Dimensi Pertama
Deradikalisasi sebagai strategi memiliki dua upaya konkrit, pertama kontra radikalisasi dan kedua disanggagement. Kontra radikalisasi ditujukan kepada masyarakat secara umum, seluruh komunitas yang belum terpapar oleh paham radikal anarkis, sasaran utamanya adalah generasi muda yang sedang menuntut ilmu pengetahuan pada sekolah menengah, lembaga pendidikan keagamaan dan lembaga pendidikan tinggi universitas dan institut. Selain kaum terpelajar pada tingkat pendidikan tersebut, perlu pula melakukan kontra radikalisasi kepada para wanita, sebab perekrut yang beraksi dibeberapa tempat seperti di Bekasi pada 28 September 2016, sasarannya adalah kaum hawa.
Kontra radikalisasi merupakan upaya untuk meningkatkan imunitas dan daya tahan masyarakat untuk tidak dengan mudah terpengaruh oleh bujukan perekrut baik secara konvensional maupun media sosial. Paham radikal anarkis laksana virus yang merusak jaringan otak ideologi manusia, bila daya tahan masyarakat kuat, pemahaman keagamaan dan kesadaran berbangsa serta kewaspadaan dini yang tangguh dan kokoh, maka serangan virus ideologi radikal anarkis tidak akan menyerang keutuhan, merongrong persatuan dan kesatuan masyarakat dalam beragama, berbangsa dan bernegara.
Dimensi Kedua
Deradikalisasi sebagai program memiliki dua rumusan program, yaitu rumusan program deradikalisasi secara nasional dan yang kedua rumusan program deradikalisasi secara kelembagaan. Secara nasional, deradikalisasi dapat diperankan oleh semua kementerian dan lembaga. Dalam blueprint deradikalisasi telah dirinci bagian setiap kementerian dan lembaga yang dapat direalisasikan dalam program masing-masing kelompok, posisi BNPT berperan sebagai lembaga sipil negara yang mengkoordinasikan upaya pencegahan, koordinasi penegakan hukum dan peningkatan hubungan kerjasama internasional.
Dimensi Ketiga
Deradikalsaisi sebagai intitusi kelembagaan, sejak akhir tahun 2010 BNPT memiliki struktur deradikalisasi sebagai institusi pada level direktorat, berdasarkan peraturan Presiden RI Nomor 46 Tahun 2010, direktorat deradikalisasi membawahi sub direktorat penangkalan dan sub direktorat resosialisasi rehabilitasi. Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, yang sebelumnya sempat menjabat sebagai Kepala BNPT, menjadikan deradikalisasi sebagai program unggulan dalam menanggulangi terorisme. Tito merumuskan grand design deradikalsaisi sebagai upaya holistik menyeluruh dari hulu ke hilir yang meiliputi lima aspek, yaitu perekrut, ideologi, sasaran perekrut, media yang digunakan, dan yang terakhir konteks masyarakat. Sehingga hal tersebut ditindaklanjuti dengan dicantumkannya program deradikalisasi dalam naskah akademik perubahan UU RI Nomor 15 Tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme yang masih belum selesai oleh Komisi III DPR.
Pada dasarnya dari ketiga dimensi penguatan deradikalsasi yang ada, semuanya masih bergantung dan ditentukan dari kemauan para penetu kebijakan untuk berbuat lebih luas dan membawa pengaruh besar terhadap upaya penanggulangan terorisme demi keutuhan NKRI dan ketahanan nasional yang tangguh dan kokoh. Oleh karenanya, mari bersama memperkuat upaya deradikalisasi.
)* Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)