Jaga Perdamaian Pasca Pilkada Serentak di Indonesia
Oleh : Dodik Prasetyo )*
27 Juni 2018 yang lalu, kita menyambut pesta demokrasi dengan memilih pemimpin daerah atau pilkada di masing-masing daerah di Indonesia. Dalam pilkada kali ini, Studi demokrasi rakyat (SDR) menyampaikan harapan agar pilkada serentak ini berjalan dengan aman dan damai serta mampu menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan menjaga amanah rakyat.
Menurut pengamat politik, Maksimus Ramses, partai politik berperan dalam mengedukasi masyarakat agar bisa memilih pemimpin yang berkualitas. Hendaknya masyarakat bukan hanya sebatas memberikan suaranya saja, tapi juga ikut memikirkan nasib bangsa karena memilih pemimpin adalah aset sumber daya masa depan untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Tak dapat dipungkiri bahwa masing-masing individu memiliki pilihannya sendiri. Setelah pilkada ini berakhir, sebentar lagi kita akan mengetahui siapa yang menang dan siapa yang kalah. Tentunya banyak dari para paslon mendambakan kemenangan, namun tetap harus selalu menyadari bahwa kemenangan dan kekalahan merupakan dua sisi yang akan dijumpai dalam pemilu.
Sikap siap menyongsong kemenagan maupun menerima kekalahan penting menjadi dasar bagi para paslon untuk bisa juga menenangkan para pendukungnya. Memang bukan hanya paslon yang akan merasakan bahagia atau pun sedih terhadap hasil pilkada, namun para pendukungnya juga merasakan hal yang sama.
Dalam hal ini, perdamaian perlu dijaga agar tidak timbul kegaduhan atau pun konflik dari masing-masing pendukung paslon yang jumlahnya sangat banyak. Dalam hal ini pemerintah juga berperan dalam menjaga keamanan dan meredam konflik di masyarakat.
Seusai pilkada ini, masyarakat tetap perlu diedukasi untuk menerima segala keputusan dari hasil pemilu. Seperti yang kita tahu, bahwa masyarakat Indonesia sangatlah beragam. Di daerah-daerah tertentu masih ada yang rawan konflik. Perbedaan pendapat tentang memilih paslon kepala daerah dan wakil kepala daerah bisa menjadi konflik.
Menurut hasil penelitian Bawaslu, ada beberapa wilayah di Indonesia yang rawan konflik selama pilkada, diantaranya: Papua, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur. Salah satu yang menjadi faktor rawan konflik yakni hanya ada 2 paslon sehingga masing-masing pendukungnya lebih fanatik di dalam memperoleh kemenangan dan juga sebaliknya teramat kecewa ketika mengalami kekalahan.
Selain itu, faktor rawan konflik lainnya adalah isu SARA. Ketika ada paslon yang berseberangan entah itu suku, agama, ras, atau pun antar golongan, maka masyarakat biasanya akan mendukung yang sama dengan dirinya. Fanitisme para pendukung ini yang bisa menyebabkan konflik.
Lain halnya dengan yang terjadi di Sulawesi Selatan. Pilkada yang awalnya ada 2 paslon hanya tersisa 1 paslon karena salah satunya digugurkan akibat menyalahgunakan jabatan sebelumnya untuk menguntungkan diri dalam pilkada. Karena itulah akhirnya hanya ada satu paslon yang maju. Karena itu paslon yang maju hanya akan bersaing dengan kotak kosong dan mutlak akan memperoleh kemenangan. Hal ini rawan konflik sebab bisa saja ada yang tidak terima dengan keputusan tersebut.
Selain itu, faktor rawan konflik lainnya apabila terjadi hasil suara yang tidak terpaut jauh diantara dua paslon. Terlebih jika daerah tersebut berpenduduk padat. Tidak mudah bagi para pendukung untuk bisa bangkit dari kekalahan yang hanya terpaut sedikit dari kemenangan paslon lain. Namun, sebenarnya hal tersebut mau tidak mau tetap harus diterima.
Jika sedari awal, masing-masing paslon menyadari siap menang dan siap kalah. Maka kemenangan dan kekalahan itu akan bisa diterima dengan bijak. Tidak hanya itu, pendukungnya pun diajak bersama-sama untuk menerima hasil keputusan pilkada. Siapa pun yang terpilih adalah yang terbaik yang diharapkan dapat memimpin daerahnya menjadi lebih maju dan sejahtera.
Untuk menjaga keamanan pasca pilkada, pencegahan konflik itu dilakukan dengan memetakan wilayah yang rawan konflik. Dengan begitu, pengamanan akan lebih diperketat di daerah tersebut. Sehingga, seandainya pecah konflik hal itu bisa segera diatasi.
Tak hanya itu, menjalankan pilkada secara jujur akan mampu meredam konflik. Pada dasarnya konflik terjadi karena adanya kecewa dengan kekalahan lalu ada curiga terhadap pasangan yang menang. Hal itu bisa diperburuk dengan adanya isu-isu kecurangan. Karena itulah, sedari awal telah ditekankan agar tidak adanya kecurangan-kecurangan di dalam pilkada.
Para paslon telah dihimbau agar tidak melakukan money politik. Selain itu, kesadaran masyarakat juga diperlukan untuk hanya memilih pemimpin berkualitas yang sesuai dengan hati nuraninya masing-masing.
Sekarang, setelah Pilkada ini usai, kita hanya bisa menunggu hasilnya. Para paslon dan masyarakat diminta untuk berlapang dada di dalam menerima hasil tersebut. Kita ucapkan selamat kepada pemimpin kepala daerah baru atas kemenangannya.
Setelah itu, yang menjadi poin selanjutnya adalah bagaimana bersama-sama dalam memajukan daerah. Mengakui pemimpin baru tersebut sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah lewat pilkada. Mematuhi setiap keputusan dan peraturan-peraturan yang dibuatnya. Jangan ada lagi penyesalan dan segera moveon dari hasil pilkada.
Dukung setiap program kerja pemerintahannya demi kemajuan daerah. Bagaimana pun kita harus siap untuk dipimpin oleh seseorang yang memenangkan pilkada sekalipun kita tidak memilihnya. Itu bagian dari sikap bijak menghormati sistem demokrasi yang telah kita anut selama ini. Meski, tak dapat dipungkiri bahwa akan ada pihak-pihak yang sengaja menghembuskan api permusuhan antar para pendukung meskipun pilkada telah usai.
Upaya-upaya dalam menimbulkan konflik di masyarakat itu perlu kita kenali agar kita tidak terpancing emosi untuk ikut ke dalamnya. Jika ada kecurangan-kecurangan dari paslon selama pilkada yang memang bisa dibuktikan, hal tersebut dapat diangkat lewat jalur hukum dengan mengajukan banding ke mahkamah konstitusi. Itu akan lebih santun dan elegant tanpa harus dengan kekerasan.
Mengumpulkan massa untuk melakukan pengrusakan-pengrusakan di sejumlah titik tidak perlu sampai terjadi. Budaya demokrasi sudah lama ada di Indonesia. Saatnya kita tunjukkan bahwa kita bisa melakukan pemilihan umum secara bijaksana. Menyatukan suara rakyat dengan memenangkan suara terbanyak tanpa ada konflik yang berarti. Kita tunjukkan kekompakkan sebagai bangsa yang besar.
Dalam pilkada serentak ini, mari kita sambut para pemimpin-pemimpin baru yang lahir dan siap memimpin daerahnya masing-masing ke arah yang lebih baik. Lewat berbagai visi dan misi yang sudah disuarakan selama masa kampanye dan juga program kerjanya yang telah kita tahu sebelum memilih mereka. Dengan pilkada ini, tentunya ada harapan baru agar daerah kita semakin maju.
Berkaca pada kenyataan tersebut, maka sudah seharusnya kita ikut memelihara keamanan di setiap daerah di seluruh nusantara. Jangan mau diadu domba oleh pihak-pihak yang ingin menciptakan kerusuhan negara. Terutama di daerah rawan konflik, jaga agar masyarakat tetap bersatu. Kita boleh saja berbeda pilihan, tapi tetap harus bisa menerima kemenangan maupun kekalahan dari apa yang kita pilih.
Sekarang yang terpenting adalah bagaimana kita mendukung program kerja kepala daerah dan wakilnya bisa berjalan dengan baik. Kita harapkan bahwa mereka yang menang bisa menjalankan amanah jabatan dengan sebaik mungkin. Memajukan daerah yang berimbas pada kesejahteraan rakyatnya. Menguatkan persatuan seluruh masyarakatnya.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)