KAMI Provokator Masyarakat
Oleh : Ahmad Bustomi )*
Keberadaan KAMI gagal mendapat tempat di hati masyarakat karena dianggap sebagai provokator. Mereka hanya bisa menghina pemerintah yang dianggap gagal mengurus negara tapi tidak menunjukkan bagaimana cara menyelamatkan Indonesia. Tak heran makin banyak demo di daerah yang menolak masuknya anggota KAMI ke sana.
Saat deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) 18 agustus lalu, para anggotanya berdalih ingin menyampaikan pendapat, karena Indonesia adalah negara demokrasi. KAMI juga menempatkan diri sebagai oposisi dan ingin mengkritik pemerintah. Bahkan Indonesia diumpamakan sebagai ‘kapal karam’ sehingga perlu diselamatkan.
Sayangnya mereka malah dianggap provokator karena terus menghina pemerintah. Seolah-olah tidak ada usaha dari Presiden untuk menyelamatkan Indonesia dari resesi. Masyarakat bisa bersikap apatis terhadap pemerintah karena mengira tidak ada langkah pasti untuk membuat kondisi negara membaik. Padahal kenyataannya ada bansos dan bantuan lain untuk rakyat.
KAMI juga terus menuntut pemerintah agar membereskan semua permasalahan di Indonesia. Terutama dalam bidang ekonomi. Menurut politisi Sarmuji, KAMI seolah-olah meminta pemerintah main sulap. Karena perekonomian dunia juga anjlok, sehingga finansial Indonesia terpengaruh. Seharusnya KAMI mempelajari tentang ekonomi internasional agar paham hubungannya.
Dalam 8 tuntutan KAMI, mereka seolah menunjukkan kejelekan pemerintah yang dianggap belum bisa mengelola negara. Tuntutan ini sangat emosional dan provokatif, bahkan dibacakan 2 kali. Menurut pengamat Karyono Wibowo, seharusnya tuntutan itu terukur dan realistis. Jika mengkritik juga harus konstruktif dan objektif, dan disertai data yang benar.
Tuntutan KAMI dianggap provokatif karena berisi hal yang bisa membakar emosi masyarakat. Dalam poin pertama ada desakan bahwa negara diatur sesuai dengan pancasila. Masyarakat menganggap pemerintah tak menjunjung pancasila, sehingga mereka seenaknya. Mereka jadi malas menaati himbauan pemerintah, padahal peraturan ini untuk keselamatan bersama.
Sementara dalam poin kedua disebutkan bahwa pemerintah harus serius dan sigap menangani efek pandemi corona. Masyarakat bisa mengira bahwa tidak ada bantuan untuk pasien covid, padahal kenyataannya biaya di RS 100% gratis. Tenaga kesehatan juga dibantu relawan dan mendapat uang intensif. Tuduhan akan penanganan corona bisa dianggap fitnah.
Provokasi ini bisa berujung panjang karena masyarakat jadi berbalik membenci pemerintah dan tidak menaati protokol kesehatan. Bahkan mereka marah ketika didenda 250.000 saat tidak pakai masker. Pemerintah jadi disalahkan. Klaster corona bisa bertambah banyak karena semua orang tidak tertib, dengan anggapan buat apa taat kalau pemerintah cuek?
Dalam tuntutan ketiga, disebutkan bahwa pemerintah harus menyelamatkan pengusaha pribumi daripada asing. Ini adalah provokasi paling santer, karena Indonesia selama ini banyak menjalin kerjasama di bidang ekonomi dan kesehatan, dengan China, Amerika, dan negara lain. Dari tuntutan ini bisa keluar anggapan bahwa negara ini telah ‘dibeli’ oleh asing.
Padahal kenyataannya Presiden Joko Widodo tidak pernah menjual Indonesia hanya demi keuntungan bisnis. Jika ada investasi asing, maka akan diatur dengan undang-undang yang tegas, sehingga kerjasamanya akan menguntungkan kedua belah pihak. Juga tidak ada dominasi kekuasaan dari pihak asing.
Poin-poin dalam tuntutan KAMI ini yang membuat masyarakat terpecah jadi kubu yang pro dan kontra. Seharusnya sebagai tokoh senior, mereka mendamaikan kondisi Indonesia. Namun kenyataannya mereka malah jadi provokator yang hanya bisa meracau dan menuntut dengan tuduhan yang tidak jelas juntrungnya. Serta tak berdasarkan realita.
Jangan terbakar dengan provokasi KAMI karena mereka memang sengaja membuat keadaan negara kacau dan mencari simpatisan. Selama ini mereka hanya cari perhatian publik dan mengeluarkan pernyataan yang kontroversial. Tujuannya agar masyarakat jadi simpati dan terpengaruh oleh ocehan mereka.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa cikini