Kasus Dhani Urusan Pengadilan, Bukan Pemerintah
Oleh : Gani Permata )*
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman satu tahun enam bulan penjara terhadap musisi Dhani Ahmad Prasetyo alias Ahmad Dhani. Ahmad Dhani dinyatakan bersalah lantaran melakukan ujaran kebencian lewat cuitan di akun Twitter. Dalam putusan majelis hakim, Ahmad Dhani terbukti melakukan tindak pidana yang diatur ancaman hukuman pidana pada Pasal 45A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai vonis terhadap Ahmad Dhani sebagai tanda kematian bagi demokrasi di Indonesia. Sebab, hal ini menunjukkan adanya pembatasan hak berpendapat, baik lisan maupun tulisan yang telah dijamin oleh konstitusi. Politikus Gerindra ini juga menyebutkan apa yang menimpa Ahmad Dhani merupakan bukti penindak hukum tidak profesional terhadap orang-orang yang berlawanan dengan pemerintahan. Ia mengkritik pemerintahan Joko Widodo menganggap hukum sebagai alat permainan politik.
“Ini kriminalisasi, inilah akibat para penegak hukum bersikap tidak profesional. Saya lihat di Kejaksaan Agung orang partai politik bertentangan dengan oposisi sehingga bisa sangat membahayakan hukum,” kata Fadli Zon.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Arsul Sani pun angkat suara terkait kritik Fadli Zon yang mengaitkan kinerja pemerintahan dengan vonis hukum Ahmad Dhani. Menurut Arsul, Wakil Ketua DPR itu tidak mengerti bahwa pembagian kekuasaan soal urusan pengadilan bukan urusan pemerintahan. Pemerintah tidak ikut campur dalam vonis atau proses hukum tersebut karena merupakan wewenang pengadilan atau lembaga yudikatif. Oleh sebab itu, ia menilai kasus hukum Ahmad Dhani tidak perlu disikapi secara berlebihan. Pasalnya, putusan yang diberikan oleh PN Jaksel baru di tingkat pertama, sehingga Ahmad Dhani bisa menempuh proses hukum lainnya.
“Pak Fadli Zon seperti tidak mengerti saja tentang pembagian kekuasaan di negara ini. Kalau sudah vonis, itu urusan pengadilan, bukan urusannya pemerintah, bukan urusan eksekutif. Kenapa kok seolah-olah semua salah rezim”, ujar Arsul.
Jika tidak puas dengan vonis terhadap Ahmad Dhani, menurut Arsul, sebagai pimpinan DPR, Fadli Zon bisa melakukan tindakan nyata, yaitu dengan merevisi UU ITE yang dijadikan landasan hukuman Dhani.
Meski telah divonis 1,5 tahun dalam kasus ujaran kebencian, Partai Gerindra tidak akan menghapus nama Ahmad Dhani sebagai calon anggota legislatif (Caleg) Gerindra dan kader Partai Gerindra. Ahmad Dhani merupakan aset bagi Partai Gerindra dalam meraih suara demi memenangkan Pemilu 2019. Karena memiliki banyak penggemar, Dhani dianggap sebagai pembawa pengaruh (influencer) untuk menyampaikan pesan-pesan dari partainya.
Selain dikaitkan dengan korban rezim pemerintahan, putusan pengadilan terhadap Ahmad Dhani juga disebut dapat menggerus elektabilitas Jokowi. Namun, beberapa pihak justru menilai elektabilitas Prabowo-Sandi lah yang terancam atas kasus hukum ini. Dengan menyebut Ahmad Dhani sebagai martir bagi perjuangan demokrasi oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN), menunjukkan bahwa pihak oposisi mendukung tindakan ujaran kebencian. Masyarakat akan menilai bahwa pihak Prabowo-Sandi selalu membiarkan para pendukungnya untuk menebar kebencian. Bahkan justru membela pendukungnya yang jelas-jelas telah terbukti mencaci orang lain dengan ujaran kebencian.
)* Penulis adalah pemerhati politik